51

2K 44 2
                                    

Harga penulis berupa vote serta comment.

Diharapkan jangan siders. Karena satu bintangmu itu sangat berharga untuk menghargai waktu, energi, dan tenaga penulis. Jangan plagiat. Karena jika kamu memplagiat cerita ini, kamu akan mendapatkan hukuman.♥♥♥

51. Ujian












"Sampai Mas" ucap Quinnsha setelah ia berhenti mendorong kursi roda yang diduduki oleh sang suami di taman rumah sakit. Sedari subuh, Badai meminta untuk berjalan-jalan di taman rumah sakit.

Sudah terhitung dua hari semenjak Badai bangun dari komanya dan dirawat. Untuk anak-anak mereka, diurus oleh ke dua orang tua Quinnsha dan untuk Banjir, ia baru kemarin datang. Mungkin nanti siang atau sore Banjir akan datang kembali bersama Papa Aby atau dengan abangnya.

Quinnsha menduduki kursi taman depan kursi roda Badai yang sengaja berhadapan dengannya. Lalu ia menyisir rambut Badai yang tampak berantakan menggunakan tangannya dengan senyuman manisnya.

"Lo siswa baru di SMA Badai Bangsa?" tanya Badai menatap Quinnsha.

"Bukan Mas, aku guru di sana" jawab Quinnsha tersenyum.

Tampak dari raut wajah Badai menunjukkan keterkejutan mendengar jawaban dari sang istri. Ia pikir wanita di depannya ini masih pelajar, sama sepertinya. Ternyata sudah menjadi guru.

"Umur Lo berapa kalau gitu?" tanya Badai lagi.

"Em? dua puluh tiga tahun Mas" jawab Quinnsha mengelus pipi tirus Badai.

"Gue berapa?" tanya Badai lagi dengan menunjuk dirinya.

"Delapan belas, Mas" jawab Quinnsha tersenyum maklum karena sang suami memanggil dirinya dengan lo-gue.

Mata Badai membulat terkejut. "What the fuc–" umpatnya terpotong karena bibirnya di cium sekilas oleh Quinnsha. Badai meneguk ludahnya susah payah.

Quinnsha tersenyum melihat reaksi sang suami, ia maklum dengan Badai. Tangannya mengelus bibir sang suami.

"Gak boleh ngumpat ya sayang" ucap Quinnsha dengan suara menggoda, tanganya dengan sengaja mengelus leher Badai.

Lagi dan lagi Badai meneguk Salivanya dengan susah payah mendengar suara sang istri yang sengaja menggodanya.

"L–lo sengaja?" tanya Badai gugup.

"Gak apa-apa sayang, kita udah sah juga" balas Quinnsha tersenyum, ia kembali mengecup bibir sang suami. Badai yang sudah tak tahan dengan godaan sang istri pun langsung menahan tengkuk leher Quinnsha guna memperdalam ciumannya. Quinnsha tersenyum disela-sela ciumannya.

"Ini lumah sakit, gak boleh begitu Om, Tante" celoteh seorang bocah laki-laki dengan kepala tertutup.

Quinnsha dan Badai langsung melepaskan ciumannya dan langsung menatap bocah tersebut.

"Eh, kamu siapa?" tanya Quinnsha berjongkok di bocah berbaju pasien rumah sakit itu.

"Aku laffan Tante" jawab bocah bernama Raffan itu.

"Raffan?" tanya Quinnsha memastikan.

Raffan langsung mengangguk ribut. "Iya Tante" jawab bocah berusia sekitar 5 tahun itu.

"Kamu sakit apa?" tanya Badai mengelus kepala Raffan.

"Kankel Om" jawab bocah cadel itu dengan senyuman manisnya.

"Rambut kamu ke mana?" tanya Badai. Quinnsha melototkan matanya mendengar pertanyaan sang suami yang mungkin menyinggung perasaan Raffan.

"Udah lontok Om hehe" jawab Raffan terkekeh.

01. My Husband Is a Student [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang