Chapter 59

45 14 1
                                    

Akhirnya hari jalan-jalan pun tiba. Sisy dan Joan memutuskan untuk jalan-jalan ke Taman Kota karena Joan masih khawatir dengan Sisy dan memutuskan untuk berjalan-jalan dekat rumah saja.

"Kamu benar-benar hanya ingin ke sini?" tanya Sisy.

"Iya, yang penting jalan-jalan sama Sisy," jawab Joan.

Saat keduanya sedang asik jalan-jalan, mereka melihat seseorang yang berjalan sendirian dengan langkah cepat. Mereka pun menghampirinya dan menyapanya.

"Hai Ron," sapa Sisy.

"Sisy, Joan? Kenapa kalian ada di sini?" tanya Ron kebingungan.

"Kami sedang jalan-jalan," jawab Joan.

Ron mengangguk paham. "Omong-omong, barang yang kamu titip ke aku sudah datang, tapi barang itu ada di ruanganku. Kalau Joan mau ambil barangnya sekarang, ayo ikut aku ke Kementerian Sihir."

"Iya, Joan mau. Joan tidak sabar melihat barang itu," jawabnya penuh dengan semangat.

"Barang apa yang Joan titipkan padamu?" tanya Sisy.

"Tongkat sihir," jawab Ron.

Mata Sisy membelalak. "Tongkat sihir?!"

"Jangan terkejut seperti itu. Sudah sewajarnya Joan memiliki tongkat sihirnya karena sebentar lagi dia akan masuk sekolah, jadi aku membantu membelikan tongkat sihirnya," jelas Ron.

"Sisy, ayo kita ikut Ron ke Kementerian Sihir," ajak Joan.

Sebenarnya gadis itu ragu untuk ikut karena di sana pasti ada Harry dan Hermione. Bukannya tak mau segera bertemu, tapi dirinya masih belum siap. Namun melihat raut wajah memohon dari Joan membuatnya kesulitan untuk mengatakan tidak dan berakhir menganggukkan kepalanya. Kini ketiganya bergegas pergi ke Kementerian Sihir.

Sesampainya di sana, Ron mengarahkan Sisy dan Joan ke ruangannya dan meminta mereka untuk mencari barangnya sendiri karena ada urusan mendesak yang harus dilakukan olehnya.

"Ron, coba kau cek dokumen ini." Seseorang datang dengan beberapa lembar kertas di tangannya. Tetapi merasa tak mendapat jawaban, seseorang itu mengalihkan pandangannya dari dokumen yang dipegangnya dan terdiam setelahnya.

"Sepertinya aku bermimpi lagi," gumamnya saat melihat seseorang yang seharusnya tak bisa dilihat lagi.

Joan menghampiri orang tersebut dan menggenggam tangannya. "Harry, tolong bantu Joan mencari tongkat sihir."

Pria itu langsung mengambil tongkat sihir yang sedang dicari oleh mereka.

"Pantas saja tidak ketemu, ternyata Ron menyimpannya di tempat tinggi," keluh Joan.

Harry masih setia melihat ke arah Sisy yang juga diam memandangnya.

"Harry kenapa sih?! Dari masuk tadi diam terus sambil melihat ke arah Sisy," tanya Joan  merasa kesal.

"Sepertinya aku sedang bermimpi lagi, tapi kenapa rasanya kali ini nyata ya?" tanya Harry.

"Mimpi? Harry bicara apa sih? Ini bukan mimpi tahu," jawab Joan. Namun karena tak mendapatkan respon, akhirnya ia mencubit lengan pria berkacamata itu yang masih saja diam. "Lihat? Sakit, kan?! Berarti bukan mimpi."

Sisy menghela nafasnya dan berjalan mendekat ke arah temannya yang masih saja merasa ragu. Dipeluknya orang tersebut dan diucapkannya kata-kata maaf berulang kali.

"Bagaimana bisa ka—"

"Aku berhasil bertahan, Harry," sela Sisy.

Tidak banyak omong lagi, Harry langsung membalas pelukan tersebut. Semakin erat pelukannya dan air mata mulai jatuh ke bahu sang gadis. "Maaf Sisy...karena aku, kamu jadi harus me—"

"Jangan katakan itu. Aku melakukannya karena keinginanku sendiri. Kamu sangat tahu keinginan terbesarku, kan?" ucap Sisy.

Pria itu menganggukkan kepalanya.

"Jadi jangan merasa bersalah. Justru aku sangat bersyukur jiwanya pindah ke tubuhku karena dengan begitu aku tidak perlu membunuhmu." Sisy mengelus rambut pria yang masih saja menangis di pelukannya. "Maaf karena membuatmu hidup dalam rasa bersalah. Sekarang kamu sudah bisa melepaskan perasaan bersalah itu."

Harry menggeleng. "Walaupun kamu bertahan, tapi kamu tetap merasakan sakitnya."

"Aku koma, jadi tidak sedikit pun aku merasakan sakit," jawab Sisy.

"Ih Harry tidak boleh peluk-peluk Sisy!" Entah mengapa Joan merasa kesal dan segera menjauhkan Harry dari Sisy agar tak berpelukan lagi.

"Omong-omong, Hermione ada di ruangannya. Ayo kita ke sana." Tanpa menunggu jawaban dari sang empu, Harry langsung menggenggam tangan Sisy dan membawanya pergi ke sebuah ruangan di mana ada seorang gadis yang sedang sibuk berkutat dengan tumpukan kertas. "Hermione, lihat siapa yang telah kembali."

"Siapa? Apakah bocah nakal itu telah kembali ke Kementrian Sihir setelah berhari-hari bermalas-malasan di rumah?" tanyanya tanpa menoleh.

"Lihatlah dulu," suruh Harry.

Hermione meletakkan dokumen yang dipegangnya dan melihat ke arahnya. 1 detik, 2 detik, 3 detik. Dia masih diam, tak berkata apapun.

"Lihat. Kamu pasti terkejut," sambung Harry.

"Sebenarnya kenapa semua orang selalu terkejut ketika melihat Sisy?" tanya Joan merasa bingung.

Hermione bangkit dari kursinya dan memeluk Sisy. "Aku harap ini bukanlah mimpi lagi..."

"Astaga, ternyata kalian di sini. Aku mencari kalian ke mana-mana tadi," ucap seseorang.

Mereka semua menoleh ke arah sumber suara.

"Kenapa penampilanmu acak-acakan seperti itu?" tanya Harry bingung.

"Aku memutari seluruh ruangan untuk mencari Sisy dan Joan. Bukannya menemukan mereka, aku malah bertemu para atasan dan berakhir kena omel karena sering tak masuk kerja," jelas Ron.

"Makanya jangan bolos terus," ujar Hermione.

"Joan, jangan seperti Ron saat sudah besar nanti ya," nasehat Harry.

Anak laki-laki itu mengangguk. "Joan tidak akan mengikuti Ron. Joan akan mengikuti Draco saja karena dia pekerja keras."

Mendengar nama seseorang yang sangat Sisy rindukan membuat matanya berkaca-kaca. Harry, Hermione, Ron, dan Joan yang melihatnya menjadi panik tak karuan.

"Kamu kenapa, Sisy?"

"Ada yang sakit?"

"Joan salah bicara ya? Maaf Sisy..."

"Aku...aku merindukannya..." Tangisnya pecah begitu saja setelah mengucapkan kalimat tersebut. "Bagaimana kabarnya?"

"Aku tidak mendengar banyak, tapi yang aku tahu, dia menjadi bos di perusahaan besar," jawab Harry.

"Dia juga terkenal sebagai pekerja keras," timpal Hermione.

"Aku bingung kenapa dia berusaha mendirikan perusahaan sendiri, sedangkan keluarga Malfoy juga punya perusahaan yang sudah berdiri sejak lama. Sekarang kedua perusahaan itu malah seperti bersaing," celetuk Ron.

Mereka memutuskan untuk tidak membicarakannya lagi dan beralih mengobrol hal lain.

Different ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang