Bercanda dengan anak-anak, mengajari mereka cara menulis dan menggambar, membuat Zara merasa sangat senang. Anak kecil selalu mampu meningkatkan stok dopamin dalam otaknya.
Zara membantu pengurus panti memasak. Menyiapkannya dalam wadah-wadah prasmanan yang ditata di halaman panti. Melihat anak-anak makan dengan lahap membuat Zara ikut kenyang. Zara menyeruput milk shake strawberry-nya dan tersenyum.
Sanji jadi tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari istri bosnya itu. Ketulusan, sikap dewasa, dan kebaikan Zara membuat perempuan itu terlihat cemerlang. Seolah ada cahaya kuning berpendar di sekitar wajahnya yang selalu tampak cerah di hadapan anak-anak.
"Habis ini mau pergi ke mana, ya?" Zara bergumam. Berhasil mengusik lamunan Sanji.
Pria itu berdeham. "Nona ingin pergi ke tempat lain?"
"Aku tidak memiliki tujuan lain selain tempat ini." Tidak rumah atau kantor. Mengunjungi kantor lamanya juga cuma bisa dilakukan di jam makan siang. "Kita di sini saja sampai sore."
Sanji mengangguk. "Baiklah."
Kepergian Erwin membuat Zara menjadi lebih leluasa untuk melakukan apa yang dia inginkan. Pergi dari rumah, misalnya. Erwin selalu marah kalau menemukan kamar dalam keadaan kosong saat pulang dari kantor.
Padahal, Erwin bisa mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan Zara. Keberadaan Zara tidak begitu penting baginya. Erwin hanya suka marah-marah.
***
Sekitar pukul enam sore, Zara baru sampai rumah. Zara benar-benar menghabiskan waktu seharian ini di panti. Bermain dengan anak-anak. Sementara Sanji mengawasinya dari jauh.
Zara masih belum tahu siapa orang yang menguntitnya dulu. Tapi, melihat Sanji selalu mewaspadai segala hal, Zara jadi mengerti kalau dia masih terancam. Itu berarti, penguntit itu bisa kembali kapan saja, dan di mana saja Zara berada.
Tidak tahu juga apa yang penguntit itu inginkan darinya? Zara jelas tidak memiliki apa pun. Atau mungkin penguntit itu paparazzi?
"Nona." Bi Ambar membungkukkan badan begitu melihat Zara memasuki pintu depan.
"Apa ada tamu? Aku melihat mobil lain terparkir di depan."
"Kakak dari Nona Devi berkunjung kemari. Dia sedang berada di ruang tamu," jelas Bi Ambar.
Zara baru sadar kalau ada yang sedang duduk di sofa panjang ruang tamu, membelakangi pintu. "Sudah lama?"
"Baru beberapa menit lalu."
"Semua anggota keluarga lain pergi? Termasuk Mbak Devi?"
"Iya."
Zara melirik sofa itu sekali lagi. "Baiklah, tolong buatkan teh untuknya."
Bi Ambar mengangguk. Segera berlalu dari hadapan Zara dan menuju dapur untuk melaksanakan perintah nona mudanya. Sementara Zara menghampiri tamu yang katanya kakaknya Devi itu.
"Sudah lama menunggu?"
Pria dengan kaus hitam yang dibungkus jaket kulit, serta celana jeans itu mendongak. Menemukan Zara berdiri di samping sofa yang didudukinya. Ia beranjak.
"Saya Zara. Istri Mas Erwin." Zara mengulurkan tangan. Tersenyum cerah ke arah pria itu.
Uluran tangannya dibalas tidak lama kemudian. "Danta." Dia memperkenalkan diri.
"Silakan duduk." Zara mempersilakan Danta untuk duduk di tempatnya semula. Sementara dirinya memilih duduk di sofa di seberangnya. "Sudah menghubungi Mbak Devi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent (✓)
ChickLitPada malam pertama pernikahannya dengan Erwin, Zara diusir keluar dari kamar. Pernikahan mereka memang berjalan sangat cepat hingga Zara tidak sempat mengenal dengan baik siapa pria yang kini menjadi suaminya itu. Zara harus bersabar menghadapi sif...