Tepat sebelum Zara masuk ruangan untuk diperiksa, Erwin tiba-tiba menghentikan langkah setelah mengecek ponselnya. Pria itu berkata, "Kamu pulang sendiri nggak papa? Ada urusan mendadak, aku harus pergi."
Zara mengiakan saja. Erwin pergi bersama Zeff. Sementara Zara ditemani Sanji. Sang dokter memeriksa suhu badannya karena Zara bilang, dia merasa sedikit pusing akhir-akhir ini.
Lalu, dokter memeriksa detak jantungnya. Setelahnya, Zara diberi wadah plastik untuk digunakan sebagai pemeriksaan sampel urin.
Selama beberapa menit, Zara duduk tenang menunggu sang dokter. Sebenarnya Zara tidak perlu pemeriksaan seperti ini. Dia yakin dirinya hanya demam biasa, dan beberapa hari kemudian akan sembuh dengan sendirinya.
Lagipula, perjalanan sampai ke rumah masih sangat lama. Lebih baik kalau waktu yang dia gunakan untuk cek kesehatan, dipakai untuk perjalanan pulang agar Zara bisa lebih cepat beristirahat. Dengan begitu, Zara akan merasa lebih baik besoknya.
Namun, seperti biasa, apa yang dikatakan Erwin adalah perintah mutlak, dan Zara tidak memiliki kuasa untuk menolaknya.
Sang dokter duduk kembali ke hadapan Zara. Hasil pemeriksaannya telah diketahui. "Selamat, Anda tengah mengandung."
Zara tertegun, seluruh tubuhnya seolah membeku. Bibirnya terbuka lemas, sebuah helaan napas keluar darinya.
Seluruh suara yang masuk ke telinganya menyaru dengan sunyi, Zara tidak lagi bisa mendengar apa pun yang dokter itu katakan meski dia bisa lihat dengan jelas bahwa sang dokter sedang menjelaskan sesuatu padanya.
Ingatannya berlari ke saat-saat yang dia habiskan dengan Erwin. Semua perbuatannya, kehangatan yang menenggelamkannya begitu dalam. Kini semua hal itu mendorongnya ke tepi jurang.
Harusnya dia bahagia. Dengan begini, Erwin akan segera melepaskannya, tapi membawa kebahagiaan kepada manusia bejat seperti Erwin tidak akan pernah Zara lakukan. Tidak mungkin. Zara tidak mau menjadi alasan untuk pria itu memiliki segala hal yang dia inginkan.
Jika anak ini sampai terlahir ke dunia, maka Erwin akan mendapatkan segalanya. Anak ini bisa saja hanya dia jadikan sebagai senjata, lalu, kemungkinan terburuknya adalah anak ini akan dibuang jika sudah tidak berguna.
Zara tidak bisa membayangkan bagaimana nasib bayi yang ada di kandungannya ini. Erwin tidak memiliki hati. Dia tidak akan bisa mencintai siapa pun. Bahkan, dia menggunakan ibunya sebagai tameng, sebagai kambing hitam. Dia juga yang telah membunuh kakak kandungnya sendiri. Lalu, memanfaatkan Zara sampai sejauh ini.
Apa yang akan dialami anaknya nanti? Zara tidak mau anaknya memiliki takdir yang buruk dengan menjadi anak dari seseorang seperti Erwin.
Zara berjalan gontai dan hampir terjatuh jika saja tangannya tidak segera menggapai badan mobil. Sanji yang berjalan di belakangnya langsung bersiaga ingin membantu Zara, tapi perempuan itu mencegahnya.
"Anda baik-baik saja?"
"Ya, hanya sedikit pusing," jawabnya. "Bisa kita pulang ke rumah keluarga Sanders? Aku lelah sekali, dan pulang ke rumah Mas Erwin membutuhkan waktu yang lebih lama."
"Saya harus meminta izin kepada Tuan terlebih dahulu."
Zara mengangguk, dia masuk ke mobil, sementara Sanji mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana dan mulai menelepon.
Beberapa saat kemudian, Sanji masuk ke belakang kemudi, memperhatikan Zara yang tengah bersandar lemas, dari spion tengah. "Tuan mengizinkan Anda menginap di rumah Sanders hanya untuk malam ini. Besok Tuan sendiri yang akan menjemput Anda."
"Baiklah."
Saat mobil akhirnya melaju, Zara memusatkan pandangan ke jalan, meski tidak sepenuhnya memperhatikan. Plang-plang toko memancarkan cahaya lampu berbagai warna, dulu selalu membuat Zara tertarik untuk membaca apa-apa saja yang tertulis di sana. Sekarang semuanya tidak berarti. Zara kehilangan titik-titik indah dalam hidupnya secara perlahan, satu per satu. Kini yang tersisa sekarang hanyalah abu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent (✓)
ChickLitPada malam pertama pernikahannya dengan Erwin, Zara diusir keluar dari kamar. Pernikahan mereka memang berjalan sangat cepat hingga Zara tidak sempat mengenal dengan baik siapa pria yang kini menjadi suaminya itu. Zara harus bersabar menghadapi sif...