11 Dinas

2.4K 76 0
                                    

Sampai malam tiba, Erwin tidak juga pulang. Zara menunggu suaminya itu di kamar dengan gelisah. Pasalnya, Sanji juga tidak tahu di mana keberadaan Erwin. Zara sudah menghubungi Erwin, tapi, teleponnya mati. Lalu, Zeff, dia tidak mengangkat ponselnya.

Zara takut terjadi sesuatu. Bukan apa, hanya saja, Erwin atau Zeff biasanya mengabari kalau akan pulang terlambat. Tapi, kali ini tidak. Zara jadi teringat dengan penguntit yang mengikutinya beberapa hari silam. Bagaimana kalau penguntit itu mengikuti Erwin? Bagaimana kalau Erwin diserang olehnya?

Perempuan itu mengembuskan napas kasar. Pasti ada sesuatu yang terjadi. Zara tidak bisa diam saja. "Ada kabar dari Mas Erwin?" tanya Zara pada Sanji yang berdiri di luar kamarnya.

Sanji menggeleng. "Mereka pasti akan sampai sebentar lagi. Nona tidak perlu khawatir."

Mana mungkin Zara tidak khawatir? Ini sudah lewat tengah malam. Sikap Erwin yang akhir-akhir ini terlalu pendiam membuat Zara merasa aneh juga. Sebenarnya apa yang terjadi pada suaminya itu? Erwin sangat misterius. Zara baru sadar kalau dia memang tidak tahu apa pun tentang Erwin.

"Apa nggak sebaiknya kita mencari mereka?"

"Tidak perlu. Saya yakin mereka akan segera kembali. Sebaiknya Nona tidur lebih dulu. Masuklah ke kamar Anda. Saya akan berjaga di luar rumah."

Zara menghela napas. Menuruti perkataan Sanji dan masuk ke kamar. Tapi, tidak untuk tidur. Zara kembali berjalan ke sana kemari dengan gelisah.

Tahu begini seharusnya Zara menunggui suaminya tadi. Zara jadi tidak bisa berpikir jernih. Mau tidur pun rasanya tidak tenang.

Sampai entah pukul berapa, suara gagang pintu ditekan, dibarengi pintu terbuka mengalihkan perhatian Zara. Erwin terhuyung-huyung masuk. Kemeja dan rambutnya berantakan, jas menggantung di satu lengan. Langkahnya yang gontai membuat Erwin hampir limbung jika saja Zara tidak segera menangkapnya.

Zara mendekap erat tubuh Erwin agar pria itu tidak tersungkur. Bau alkohol meruak dari pria itu. Zara tidak bisa membayangkan berapa banyak yang Erwin minum. "Mas?" Zara menepuk-nepuk bahu suaminya itu. Tubuh Erwin sangat berat bagi tubuhnya yang kecil. Zara rasanya sesak sekali saat Erwin berpasrah dan menyandarkan tubuh sepenuhnya pada pegangan Zara.

"Mas, ya ampun." Zara tidak mengerti kenapa Erwin suka sekali mabuk.

Zara mencoba mundur sambil terus memegangi tubuh Erwin. Berniat membaringkan suaminya itu di kasur. Erwin benar-benar tidak sadar. Bahkan untuk berpijak di lantai dengan tegak saja rasanya susah.

Setelah bersusah payah, akhirnya Zara bisa melepaskan Erwin dan membaringkan pria itu di atas ranjang. Zara mencopot sepatu Erwin. Melonggarkan dasi yang melingkar di kerah kemejanya. Dengan mata tertutup, Zara mencopot kancing kemeja yang dikenakan Erwin satu per satu.

Ya Tuhan, Zara tidak bisa melakukan ini, tapi, Zara juga tidak bisa membiarkan Erwin tidur dengan pakaian kotor. Dalam hati, Zara merapalkan doa demi membuat hatinya sedikit lebih tenang.

Zara mengangkat tubuh Erwin. Meloloskan kemeja itu dari tubuh suaminya. Mau tak mau dia harus membuka mata. Pandangannya jatuh ke dada Erwin. Kulitnya sawo matang, otot di dada dan perutnya keras. Terlihat licin akibat keringat. Gumpalan rambut halus memenuhi dadanya, turun ke otot perut, kemudian berakhir di ujung celana hitamnya.

Sebentar, Zara menggeleng. Menghentikan pandangannya yang hampir jatuh lebih ke bawah. Zara kembali merapalkan doa, cukup dalam hati.

Bangkit dari ranjang, Zara mengambil dua selimut dari lemari. Menyelimuti tubuh Erwin. Satu selimut lain digunakannya untuk tidur di sofa.

Semoga Erwin tidak menyadari kejadian malam ini saat terbangun esok hari.

***

"Bagaimana keadaannya?"

Sayup-sayup suara terdengar lirih di ruangan yang masih gelap itu. Cahaya remang dari jendela tidak bisa menerangi sudut-sudut kamar. Zara mengerjapkan mata, menemukan Erwin tengah berdiri di dekat kaki ranjang, satu tangannya berada di pinggang, sementara tangan lain sibuk memegang ponsel. Tengah berbicara dengan seseorang melalui panggilan suara.

Erwin bangun tanpa merasa perlu memakai baju atau kaus santai. Membiarkan dadanya masih telanjang dengan celana hitam menggantung di panggul.

"Aku akan ke sana sebentar lagi ..."

Zara segera menutup kembali mata ketika Erwin membalikkan badan ke arahnya.

"Jaga dia, jangan biarkan dia pergi ke mana pun." Erwin menutup sambungan telepon itu. Menoleh sekali lagi ke arah Zara. Memperhatikan istrinya itu dengan rona yang tidak keruan. Harusnya hari ini dia bisa mengajukan surat gugatan cerai ke pengadilan. Tapi, takdir memberinya sesuatu yang lain.

Erwin tidak mengerti kenapa Tuhan selalu mengaitkan dirinya dengan perempuan itu? Perempuan asing yang bahkan tidak pernah Erwin lirik sedikit pun. Perempuan yang terpaksa harus dia nikahi demi keegoisannya sendiri. Zara, bagaimana takdir hidupnya? Akankah Zara memilih untuk memberinya keturunan dan pergi dari hidup Erwin untuk selamanya? Atau apakah Erwin akan terjebak dengannya selama sisa hidupnya?

Jelas Erwin tidak mau mempertahankan perempuan yang tidak dia cintai. Tapi, Erwin tidak berdaya. Selama Zara belum memberinya keturunan, Erwin tidak bisa melepaskannya.

Erwin beranjak ke kamar mandi. Membersihkan dirinya. Saat keluar, Zara sudah terbangun. Sedang merapikan ranjang. Erwin berjalan lurus melewatinya.

"Kamu nggak usah berangkat ke kantor hari ini," kata Erwin, saat dia keluar dari walk in closet.

"Kenapa?" tanya Zara heran.

"Aku nggak akan ke kantor," balas Erwin, sambil membenarkan kancing kemejanya.

Memang apa bedanya kalau Erwin tidak ada di kantor? Pekerjaan Zara toh masih banyak, dan nggak akan berkurang hanya karena Erwin tidak berangkat ke kantor. Zara harus memeriksa banyak berkas. Tugasnya bukan hanya berpusat pada Erwin saja. "Bagaimana dengan pekerjaanku?"

"Shakira yang akan mengurusnya. Zeff juga akan ada di kantor."

"Mas mau pergi ke suatu tempat?"

"Ada sesuatu yang harus kuurus di luar kota. Aku mungkin tidak akan pulang selama beberapa hari. Jangan pergi terlalu jauh dari rumah saat aku tidak ada. Sanji akan berada di rumah ini 24 jam jika kau membutuhkan sesuatu."

Setelah mengatakannya, Erwin bergegas keluar. Sementara Zara masih bergeming di tempat semula. Sedikit heran dengan sikap Erwin yang terlalu terburu-buru. Percakapan yang Zara dengar pagi ini tak ayal membuat Zara curiga. Siapa orang yang Erwin telepon? Dan siapa orang yang Erwin maksud untuk dijaga dan tidak diperbolehkan pergi ke mana pun?

***

Iridescent (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang