52

795 32 0
                                    


"Kenapa?" tanya Zara, yang pagi ini disuruh bersiap-siap oleh Erwin tanpa penjelasan.

Seorang pelayan yang membawakannya baju ganti menggeleng. "Maaf, saya tidak tahu. Tuan hanya menyuruh saya untuk membantu Anda bersiap."

"Aku bahkan belum sarapan."

"Kita makan di perjalanan." Suara seseorang dari arah pintu membuat dua perempuan di ruangan itu menoleh. Erwin berjalan mendekat, memberi intruksi pada pelayan untuk keluar. "Kita harus memeriksakan kandunganmu. Aku terlalu sibuk mengurus banyak hal sampai lupa kalau kandunganmu juga perlu diperiksa setiap bulannya." Erwin mengelus rambut Zara. Turun untuk menyentuh perut istrinya yang kian membuncit. "Kau butuh pakaian baru."

Zara langsung menolak. "Aku tidak membutuhkannya. Banyak kaus berukuran besar di sini."

"Itu punyaku."

Benar juga, sejak perutnya membesar dan Zara tidak bisa memakai gaun-gaunnya sendiri, Zara tanpa izin telah memakai baju Erwin yang entah sejak kapan berada di lemari kamarnya.

"Cepatlah bersiap, aku tunggu di depan."

Sampai Erwin keluar dari kamarnya, Zara masih mematung di tempat. Mereka akan keluar rumah. Ini kesempatan bagi Zara.

***

Semuanya baik-baik saja. Zara dan kandungannya sehat. Erwin sekarang bisa bernapas lega. Setelah semua yang terjadi, Erwin takut kalau kandungan Zara akan terpengaruh. Apalagi emosi Zara yang sering kali tidak stabil itu cukup mengkhawatirkan.

"Aku ingin ke toilet." Zara memberitahu Erwin saat mereka baru keluar dari ruang periksa. Erwin menggenggam tangan istrinya itu dan membawanya menelusuri lorong rumah sakit tanpa mengatakan apa pun. Mereka berhenti di depan toilet umum.

Zara dipersilakan masuk, sementara Erwin akan menunggu di luar. Di depan cermin dalam toilet, Zara bernapas gusar. Kalau Erwin tidak mau melepaskan penjagaannya dari Zara, perempuan itu tidak akan pernah bisa berbuat sesuatu. Zara harus menghubungi Danta, tapi dia bahkan tidak memiliki ponsel.

Jika saja Erwin tidak membuntuti Zara ke mana pun, Zara bisa meminta tolong pada seseorang untuk meminjamkan ponselnya. Apa yang bisa dia lakukan sekarang?

Melihat seseorang masuk ke dalam toilet, Zara segera mencuci tangannya dan pergi dari tempatnya berdiri. Di luar sana Erwin menunggu sembari menenteng tas dan baju hangat milik Zara. Pria itu terlihat seperti suami normal yang baik hati. Jika saja Erwin tidak memiliki sisi-sisi kejam dalam dirinya, Zara mungkin akan menjadi istri paling bahagia.

"Sudah selesai?" tanya Erwin. Zara mengangguk pelan. Sanji dan Zeff baru terlihat ketika mereka sampai di basement. Erwin memang melarang kedua pengawalnya itu untuk ikut ke ruang periksa agar tidak menarik perhatian pengunjung lain.

Karena mereka sempat menyantap sarapan sebelum pergi ke rumah sakit, mereka memutuskan untuk langsung menuju ke mall. Sebenarnya, jika ditanya, Zara suka dengan yang namanya berbelanja, tapi dengan kondisinya sekarang yang sering tidak menentu, Zara akan lebih suka diajak menonton film atau kegiatan apa pun yang tidak melelahkan.

Namun, Zara hanya bisa menurut. Erwin toh benar, Zara butuh pakaian baru karena perutnya yang kian membesar.

Acara belanja kali ini tidak serumit yang Zara pikirkan. Erwin memilih beberapa baju untuknya, dan Zara tidak perlu mencoba, karena Erwin membeli semua baju yang dia pilih.

"Apa kita tidak terlalu boros? Bajunya banyak sekali. Mas ingat 'kan kita butuh banyak uang untuk keperluan anak kita nanti?"

Erwin menghentikan langkahnya. Mendengar perkataan Zara membuatnya ingin tertawa sekaligus melongo di saat yang bersamaan. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. Aku yang bertugas untuk memikirkannya."

Iridescent (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang