35 Apakah Zara Berbohong?

915 29 0
                                    

"Periksa apakah Danta ada di dalam atau tidak." Zeff menutup ponselnya. Segera keluar mobil setelah menghubungi anak buahnya yang diberi tugas untuk membuntuti Danta sejak pagi tadi, agar memeriksa apakah Danta benar ada di dalam hotel atau tidak.

Erwin sudah keluar lebih dulu, langsung berjalan cepat menuju ke dalam rumah. Erwin menggertakkan rahang. Sejak kehadiran Danta, Erwin tidak bisa hidup tenang. Danta selalu saja membuatnya kewalahan. Pria itu tidak ada habisnya mengganggu kehidupan Erwin. Dari dulu, selalu saja.

Jika Erwin menyingkirkannya lebih cepat, mungkin hidupnya yang sekarang akan berjalan dengan lebih mudah, dan rencananya untuk merebut seluruh harta keluarga Sanders akan terlaksana lebih cepat.

Harusnya semua berjalan sesuai rencana. Tinggal bagaimana dia menggunakan Zara sebaik mungkin. Lalu, mendapatkan apa yang dia inginkan dan menghancurkan semua orang yang menentangnya. Namun, dia harus dibuat kerepotan hanya karena satu orang.

Kepalan tangannya mengerat. Danta harus disingkirkan secepatnya. Jika tidak, maka pria itu akan berbuat lebih jauh lagi. Jangan sampai Erwin kecolongan.

Sementara itu, di depan kamar, Sanji mengetuk pintu beberapa kali. "Nona, apa Anda sudah tidur?" ia ketuk pintu itu sekali lagi, kali ini lebih keras. Namun, tidak juga ada sahutan.

Sanji mendapat instruksi untuk mendobrak pintunya jika tidak ada yang membukakan pintu dari dalam. Jika Erwin sampai memerintahkannya untuk melakukan hal itu, apa mungkin dia curiga kalau Zara diam-diam pergi dari rumah?

Zara memang orang yang nekat dan keras kepala. Tidak heran kalau perempuan itu akan mencoba kabur lagi. Meski sudah tahu kalau Erwin sangat tidak suka dibantah, tapi Zara terus saja menentangnya.

Namun, untuk memaksa masuk ke kamar Zara, Sanji masih merasa segan. Bagaimanapun juga, Zara adalah seorang perempuan, istri dari Erwin, dan Sanji hanyalah pengawalnya. Kemungkinan kalau Zara sedang tertidur dan Sanji akan membangunkannya jika dia menciptakan kegaduhan, membuat Sanji ragu.

Jadi, dia coba ketuk pintu itu sekali lagi. "Nona, saya akan mendobrak pintunya jika Anda tidak segera keluar."

Masih tidak ada jawaban. Sanji akhirnya memundurkan langkah. Memasang kuda-kuda dengan satu kaki di depan, dan kaki lain di belakang, bersiap untuk menendang.

Namun, gerakannya terhenti saat gagang pintu perlahan bergerak.

***

Ia menurunkan ponselnya. Keluar mobil sembari memakai kacamata hitam. Menuju ke depan hotel.

Suasana yang cukup ramai sedari tadi telah membuatnya kesulitan untuk berkonsentrasi, apalagi dia hanya sendirian. Banyak orang berlalu-lalang. Tidak jarang beberapa menutupi kepala dengan tudung hoodie atau memakai masker, juga topi. Jadi, dia sendiri tidak yakin apakah targetnya kali ini berhasil menyelinap keluar atau tidak.

Jika sampai orang itu benar-benar pergi, itu tandanya dia telah lalai. Padahal, mengawasi satu orang adalah tugas yang cukup mudah. Namun, mengingat orang yang diintainya kali ini bukanlah orang sembarangan, dia cukup bisa memaklumi kalau si target bisa dengan mudah memperdayainya.

Kerumunan yang melintasi jalanan membuat pandangannya sempat tertutup. Seseorang yang nampak tidak asing keluar dari hotel, membuatnya menghentikan langkah.

Ia bergeming di tengah jalan, orang-orang lewat di sisi kanan dan kirinya, melewati zebra cross. Dia berbalik arah, mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.

***

Erwin datang lebih cepat. Tidak berniat untuk mengetuk pintu kamar atau memanggil Zara lebih dulu, tapi langsung berusaha membukanya, dan saat pintu tidak bisa dibuka, ia menendangnya berkali-kali. Menimbulkan suara keras yang Sanji khawatir akan membangunkan anggota keluarga lain.

Namun, Erwin tidak peduli. Kecemasan dan ketakutan lebih mendominasi pikirannya kini.

Hal pertama dilihatnya adalah ranjang kosong. Erwin mengeratkan pegangannya pada gagang pintu, kemudian masuk ke kamar dengan langkah cepat.

Tidak mungkin Zara melakukannya. Tidak mungkin Zara memilih pergi dengan Danta. Atau apakah Danta menculiknya lagi?

Kemungkinan-kemungkinan buruk muncul di pikirannya seperti radio rusak yang tidak berhenti memutar frekuensi yang sama berulang-ulang dengan suara kresek-kresek yang mengganggu pendengaran.

Sialan!

Erwin mengedarkan pandangan. Semua barang di kamarnya tertata rapi. Seperti tidak disentuh sama sekali sejak tadi pagi. Jadi, Zara memang tidak pernah tertidur di atas kasur?

Cemas dan khawatirnya semakin memuncak, dan akhirnya dia merasa marah.

Erwin mulai berpikir Zara pergi diam-diam, atau terjadi sesuatu yang buruk padanya. Erwin yakin keadaan Zara baik-baik saja. Satu hal yang dia khawatirkan adalah fakta besar yang selama ini ia tutupi dari Zara. Jika Danta benar-benar membawa Zara pergi, maka dia tidak akan tinggal diam.

Danta pasti akan membeberkan segalanya. Dia akan menggunakan segala cara untuk memprovokasi Zara.

Jika Zara sampai mengetahui rahasia yang selama ini sudah dia simpan rapat-rapat, Erwin tidak tahu lagi apa yang akan perempuan itu lakukan.

Kabur adalah hal paling diimpikan perempuan itu, dan Erwin tidak bisa membiarkannya.

Erwin mengeluarkan ponselnya, berusaha untuk menghubungi Zara. Namun, belum sempat ia menekan tombol panggil, suara pintu terbuka dari kamar mandi mengalihkan perhatiannya.

Saat itu, telepon Sanji berdering. "Danta ada di hotel." Begitulah yang orang di seberang telepon katakan. Ia melihat Danta keluar dari hotel bersama seorang wanita. Mereka berjalan berdua dengan Danta merangkul bahu sang wanita. Mereka tampak akrab, mengobrol dan bercanda di jalanan kota yang ramai.

Tepat saat telepon diputus, Zara keluar dengan satu handuk membungkus badan. Rambutnya disanggul dan tampak berantakan. Meski terlihat sempat diseka, ada titik-titik air yang masih menempel di tangan dan tulang selangkanya.

Zara sedikit tertegun mendapati dua pria sudah berdiri di dalam kamarnya.

Reaksi yang sama datang dari Erwin dan Sanji.

"Dari mana saja kamu?" tanya Erwin saat dia sudah berdua saja dengan Zara.

"Aku berendam air hangat karena tidak bisa tidur." Zara memegang simpul handuk yang melilitnya. "Aku pakai baju dulu."

Erwin mencekal tangannya. Membuat Zara terpaksa berhenti. "Kenapa kamu tidak menjawab teleponku?"

"Aku tidak membawa ponsel ke kamar mandi," jawab Zara. Ponselnya jelas-jelas berada di atas nakas. "Boleh aku pergi sekarang?"

Akhirnya, Erwin melepaskan Zara. Membiarkan perempuan itu untuk masuk ke ruang ganti. Namun, pikirannya masih belum bisa menerima. Ada yang mengganjal, tapi Erwin tidak tahu apa. Mendadak, Erwin tidak mau memercayai perkataan Zara.

Mungkinkah firasat buruknya adalah nyata? Apakah Zara berbohong? Atau Erwin hanya terlalu khawatir?

***

Iridescent (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang