Erwin hampir saja menjatuhkan gelas di tangannya. Gemuruh obrolan orang-orang masih mengalun ramai di telinga, tapi karena saking fokusnya pada apa yang ada di depan sana, suara-suara itu seolah membeku dan takberarti lagi baginya.
Saat senyum dari seseorang menjadi pengalihan paling ampuh. Membuat Erwin sempat menahan napas untuk beberapa detik, sampai akhirnya tersenyum mendengus tidak percaya dengan apa yang dirinya sendiri lihat.
Bahkan orang-orang di sekitarnya mulai penasaran dengan sosok perempuan yang kini memasuki venue dengan penampilan yang nampak anggun itu. Perhatian mereka seketika terfokus padanya. Termasuk Josef, Roselyyn, dan Gio.
Perempuan itu berjalan mendekat, setiap langkahnya membawa kembali kenangan masa lalu seperti kaset lama yang terputar dengan visual buram nan bisu. Yang mampu membuat siapa saja yang mengenalnya mendapat semacam vibrasi yang tidak mengenakkan. Kenangan manis dengan mudah terdistorsi oleh kenangan pahit. Ia akan lebih gampang terlupakan berkat timbunan satu peristiwa yang dapat menganggu seluruh jaringan tawa.
Erwin tetap berdiri di tempatnya ketika perempuan itu menghentikan langkah dan mengulurkan tangan. "Lama tidak berjumpa," sapa perempuan itu. Erwin balas tersenyum. Ia berjalan maju, melewati Hannah dan menjauh, menuju ke podium.
Hannah dengan heran memutar tubuh, memperhatikan Erwin yang kini telah menjadi pusat perhatian.
"Pesta kali ini lebih meriah dari yang kukira. Aku berterima kasih kepada ibuku tercinta yang telah mengatur segalanya." Erwin mengangkat gelasnya sambil memandang Roselyyn. "Namun, sebuah pesta tidak akan lengkap tanpa tamu istimewa. Malam ini, aku telah mengundang tamu istimewa yang akan menyempurnakan pesta ini." Pandangannya beralih ke arah lain. Membuat para tamu dan keluarga ikut memperhatikan hal yang sama.
Dari arah tangga, seorang perempuan nampak keluar. Suara hak sepatunya mengiring setiap jangkah. Kegelapan berubah menerang kala sebuah lampu sorot diarahkan padanya. Rambutnya yang hitam pekat disanggul tinggi, menyisakan anak rambut di sisi telinga. Gaunnya menjuntai sampai ujung kaki, terkadang menyentuh tanah dan mengibas-ngibas diterbangkan angin.
Seperti biasa, wajahnya hanya terpoles riasan tipis, tapi cantik dan anggunnya begitu memesona, sampai membuat para tamu terkesima. Sorak sorai dan tepuk tangan menyambutnya di atas podium. Erwin dengan bangga meraih pinggangnya. "Zara Stephanie Damara, istriku."
Zara tersenyum, membalas tatapan Erwin dan mengangguk kepada para tamu.
***
Ia baru saja mengambil gelas saat sebuah kejutan yang tidak pernah dibayangkannya hadir di depan mata. Danta meminum isi gelasnya dengan sedikit kesusu. Jelas kejutan Erwin lebih memukau ketimbang kejutan yang telah ia persiapkan, dan Danta tidak menyukainya.
Danta tertawa getir. Mengambil segelas lagi. Namun, belum sempat meminum isinya, seseorang duduk di sebelahnya, membuat Danta mengalihkan fokus.
Melihat sumber masalahnya, Danta malah tertawa. Menenggak isi gelasnya dan meminta pelayan untuk mengisi kembali.
"Kamu sudah cukup mabuk." Suara Zara menarik perhatian Danta. "Tidakkah malam ini cukup besar bagimu? Harusnya kamu tetap sadar sampai pesta berakhir."
Gelas itu diletakkannya di meja. Danta memandang Zara dari atas ke bawah, lalu kembali ke atas lagi. "Merah cocok untukmu," celetuknya.
"Aku tahu." Merasa obrolan itu cukup membosankan, Zara akhirnya beranjak. "Sepertinya ada tamu khusus yang harus kusapa. Aku juga harus menjaga suamiku yang kaya raya itu dari pandangan perempuan-perempuan jalang, atau mereka akan merebutnya dariku nanti." Zara menepuk bahu Danta. "Nikmati pestanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent (✓)
ChickLitPada malam pertama pernikahannya dengan Erwin, Zara diusir keluar dari kamar. Pernikahan mereka memang berjalan sangat cepat hingga Zara tidak sempat mengenal dengan baik siapa pria yang kini menjadi suaminya itu. Zara harus bersabar menghadapi sif...