Memeriksa isi gudang adalah hal pertama yang harus dilakukan Zara atas perintah Danta. Zara tidak mengerti kenapa untuk terbebas dari Erwin, dia harus memeriksa gudang segala, tapi karena dia juga merasa penasaran, akhirnya Zara menyetujui perintah itu.
Namun, sialnya, bahkan sampai pukul sembilan pagi ini, Erwin tidak kunjung berangkat ke kantor. Pria itu justru sibuk mengutak-atik laptopnya di sofa kamar Zara. Bukan di kamarnya sendiri di lantai dua. Zara jadi tidak punya kesempatan untuk menyelinap masuk ke gudang yang berada di rubanah.
Sudah genap tiga jam Erwin bergelut dengan laptopnya. Masih dengan muka bantal dan rambut acak-acakan karena saat terbangun tadi, Erwin tidak sempat mandi. Jangankan mencuci muka, masuk ke kamar mandi saja Erwin seolah tidak punya waktu untuk melakukannya. Erwin langsung menyibukkan diri di sudut kamar sana. Di sofa panjang yang jauh dari penerangan.
Zara menghela napas panjang berkali-kali. Berharap Erwin segera bangkit dan bersiap. Agar dia bisa leluasa melakukan tugasnya.
"Mas." Zara memanggilnya pelan, takut menganggu. Karena wajah Erwin kelihatan sangat serius.
"Hmm." Erwin menjawab sama pelannya. Masih belum mengalihkan perhatian.
"Nggak pergi ke kantor?"
Sambil merasa linglung, Erwin memeriksa jam tangannya. Sepertinya Erwin tidak sadar kalau dia sudah cukup lama duduk di sana. "Nanti," jawabnya.
Zara tidak bisa bernapas lega. Apalagi kata "nanti" yang diucapkan Erwin tidak pasti akan terlaksana kapan, dan Erwin tidak kunjung beranjak sampai jam menunjukkan pukul sebelas siang. Zara yang bosan hanya duduk dan memperhatikan, akhirnya keluar kamar.
Mencari kesibukan sendiri.
Mengelabui orang-orang Erwin itu cukup gampang baginya, tapi mengelabui Erwin? Lebih baik Zara diam saja.
***
Layar ponselnya menyala. Menunjukkan sebuah pesan masuk dari Zeff. Tanpa perlu membukanya, Erwin sudah bisa melihat isi pesan yang tidak seberapa itu. Erwin meregangkan otot lehernya yang mulai pegal. Memeriksa jam sekali lagi, dan menghela napas saat sadar kalau sekarang waktu sudah menunjukkan pukul sebelas lebih, dan Zara sudah tidak ada di tempatnya semula.
Saking fokusnya, Erwin sampai tidak sadar kapan perempuan itu pergi.
Erwin menutup laptopnya. Berjalan keluar kamar setelah sempat mencuci muka. Mendapati ruang depan dengan keadaan kosong. Erwin bertanya kepada seorang penjaga tentang keberadaan Zara. Perempuan itu katanya sedang duduk di belakang rumah.
Setelah mengambil sebotol air mineral dari dapur, Erwin segera menyusul istrinya itu. Begitu melihat Zara duduk di lounge yang sengaja Erwin persiapkan agar istrinya itu bisa bersantai dengan lebih enak ketimbang duduk di kursi kayu, Erwin langsung menghampirinya.
"Zara."
Karena panggilan yang datang tiba-tiba itu, Zara langsung terduduk tegak. Menoleh ke belakang tepat saat Erwin berjalan cepat ke arahnya. Secara mengejutkan, mengangkat tubuh Zara, duduk di lounge, lalu mendudukkan Zara di atas pangkuannya.
Sebelum Zara sempat protes, Erwin sudah merebahkan diri. Membawa Zara ikut untuk bersandar kepadanya. "Sebentar saja." Suaranya yang begitu pelan menggetarkan hati Zara. Membuatnya seolah terhipnotis untuk takbergerak sama sekali.
Andai Zeff tidak datang menghadap Erwin, mereka mungkin akan berada dalam posisi itu lebih lama.
***
Rubanah tidak memiliki penerangan lain selain lampu berpendar kuning yang remang-remang. Membuat Zara harus ekstra hati-hati melangkah agar tidak tersandung.
Tidak seperti dugaan Zara, isi ruangan ini hanyalah rak-rak kayu kosong. Sama sekali tidak ada benda lain. Ruangan ini juga tampak berdebu, seperti tidak pernah disatroni sejak lama.
Ada sebuah pintu tua yang tergembok. Membuat Zara penasaran. Namun, gembok itu tidak bisa dibuka dengan mudah. Zara membuka seluruh laci pada lemari kecil di samping pintu, tapi tidak menemukan apa pun.
Saat Zara hampir menyerah dengan usahanya, Zara dikagetkan dengan suara pintu terbuka dibarengi langkah kaki menuruni tangga. Zara segera menjauh, mencari tempat yang aman untuk bersembunyi.
Ternyata sumber suara itu berasal dari Sanji yang datang membawa sebuah nampan, pria itu meraih sesuatu dari atas rak paling ujung yang terletak di depan pintu yang tergembok.
Sebuah kunci!
Sanji praktis membuka pintu itu, takberselang lama, dirinya kembali dengan tangan kosong. Meletakkan kunci yang tadi dia ambil ke tempatnya semula, lalu keluar dari rubanah.
Zara semakin dibuat penasaran. Dirasa keadaan sudah aman, Zara pun segera keluar dari tempat persembunyiannya. Meraih kunci gudang dan membuka gembok tanpa menimbulkan suara yang berarti.
Ruangan satu itu lebih gelap. Zara sampai harus menyusuri tembok di sebelah pintu untuk menemukan sakelar, itu pun jika memang ada. Beruntungnya, Zara menemukan sakelar itu. Ketika lampu dihidupkan, Zara terlonjak saat mendapati seseorang terduduk lemas di sudut ruangan dengan tangan dan kaki terikat.
Zara tidak bisa melihat wajah pria itu dengan jelas karena janggutnya yang ditumbuhi rambut yang cukup lebat. Yang jelas, Zara bisa melihat kalau pria itu seolah telah terkurung begitu lama. Dengan baju dan rambut yang hampir tidak pernah tersentuh air.
Ada nampan di sisi pria itu terduduk. Nampan yang tadi dibawa oleh Sanji.
Zara menutup mulut dan mundur perlahan. Tidak bisa berkata-kata. Seolah tidak cukup, Zara menemukan beberapa lembar kertas koran yang memberitakan tentang kabar orang hilang. Yang taklain adalah Bimo Sanders. Zara kembali menutup mulut.
Apa maksudnya semua ini?
Siapa Bimo?
Siapa pria yang disandera oleh Erwin?
***
Double update!
Jangan lupa mampir ke part 48 dulu.
See you in the next part, Guys! Always be happy and healthy!
![](https://img.wattpad.com/cover/352290951-288-k587904.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent (✓)
ChickLitPada malam pertama pernikahannya dengan Erwin, Zara diusir keluar dari kamar. Pernikahan mereka memang berjalan sangat cepat hingga Zara tidak sempat mengenal dengan baik siapa pria yang kini menjadi suaminya itu. Zara harus bersabar menghadapi sif...