46 Berita Kehilangan

1K 32 4
                                    

Rumah Erwin tidak ada bedanya dengan rumah Sanders. Sepi. Meski ada penghuninya, meski beberapa orang berjaga hampir di setiap sudut, Zara tetap merasa kesepian. Tidak ada yang bisa dia ajak ngobrol. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain duduk-duduk di teras atau di belakang rumah.

Kerjaannya sehari-hari hanya tidur, bangun, makan, terdiam, tidur lagi, dan terus seperti itu. Erwin jarang mengajaknya berbicara setelah pulang dari kantor. Zara mulai cemas kalau perutnya nanti membesar, maka Erwin akan mengetahui jika dirinya hamil.

Bagaimana Zara akan menghadapi Erwin nanti? Zara tidak mau diperlakukan seenaknya terus-menerus. Secepatnya, Zara harus memikirkan solusi untuk keluar dari permasalahan ini.

***

"Jika Ibu tidak terlalu keras pada Zara, Erwin juga tidak akan bertindak seperti ini." Devi dengan impulsif menyalahkan Roselyyn atas kepergian Zara. Baru beberapa hari Devi bisa melampiaskan kekesalannya pada perempuan itu, sekarang Zara sudah dibawa pergi. Devi tidak memiliki kesempatan untuk melakukan hal yang lebih buruk.

Roselyyn menatapnya dengan garang. "Aku yang mencoba menghentikannya, kau di mana saat Erwin membawa Zara? Bisamu cuma makan dan tidur saja." Ia bersungut-sungut.

Devi jelas tidak terima. "Masih mending aku memiliki ide untuk memecat seluruh pelayan, membuat Zara terlalu sibuk dengan pekerjaan rumah agar dia kelelahan. Kalau beruntung, supaya dia keguguran sekalian." Lalu, si anak yang akan menjadi penghalang mereka lenyap. Biar Gio bisa maju lebih dekat ke samping kakek dan neneknya untuk menjadi kandidat pewaris tahta. Karena kalau sampai Erwin memiliki seorang putera, maka Gio akan langsung masuk ke daftar hitam.

"Harusnya kamu sadar posisimu. Jika kamu tidak mandul, semua tidak akan berjalan seperti ini."

Gebrakan di meja mengagetkan keduanya. Gio yang sedari tadi hanya diam sembari memegang kepalanya, berpikir sekaligus merasa pusing, akhirnya melerai pertengkaran antara istri dan ibunya. "Berbicara dengan kalian tidak ada gunanya." Gio bangkit dari kursi. "Lebih baik aku menemui orang lain."

Sebelum Gio sempat pergi, Devi menghentikannya. "Kamu tahu kamu tidak bisa mencari keberadaan Danta dengan mudah."

Gio menatap istrinya dengan remeh. "Bukan aku yang harus mencarinya. Dia yang akan mencariku." Ia berkata dengan yakin. Seolah dia sudah tahu apa yang akan terjadi nanti.

Sambil menyingkirkan Devi dari hadapannya, Gio berkata, "Jika kebenciannya terhadap Erwin sebesar itu, dia tidak akan melewatkan kesempatan ini."

***

Duduk di pelataran rumah, Zara menengadahkan kepala, menikmati sinar matahari dari ruas-ruas dedaunan. Meski Zara harus ditemani dua orang penjaga, tapi ini lebih baik ketimbang harus berdiam diri di kamar seharian penuh.

Ibu Erwin tidak menampakkan diri semenjak Zara pindah ke sini. Zara juga tidak diperbolehkan untuk masuk ke kamar ibu mertuanya itu. Aneh, padahal sebelumnya, ibu Erwin selalu dibawa keluar setiap satu kali dalam sehari.

Zara juga tidak tahu alasan Erwin tiba-tiba memutuskan untuk membawanya kemari. Lalu, membuatnya tidur di kamar bawah. Kamar yang seharusnya tidak dihuni itu kini menjadi rapi, seperti replika kamar Zara di rumah Sanders.

Erwin tidak pernah mau repot-repot menjelaskan apa pun. Selalu semaunya sendiri. Zara sama sekali tidak mengerti jalan pikiran pria itu.

"Nona, sepertinya sebentar lagi akan hujan. Sebaiknya Anda masuk."

Lamunan Zara pecah. Ia baru sadar kalau cuaca mulai berubah. Yang tadinya panas, kini berganti mendung. Zara juga baru bisa merasakan kalau suasana mendingin dengan angin yang bertiup kian kencang. Tubuh Zara merinding. Ia memeluk dirinya sendiri. Sanji benar, sepertinya hujan akan turun.

Sebelum basah kuyup, Zara segera masuk ke rumah bersama dengan Sanji. Perkiraan pria itu benar sekali. Tepat beberapa detik setelah Zara masuk ke rumah, hujan mulai turun dengan deras. Disertai petir dan guntur yang menggelegar. Angin kencang menerbangkan dedaunan, ranting pohon ikut patah.

Beruntungnya, Zara bisa berdiam diri di rumah yang hangat. Bayangkan kalau Zara berada di luar sana, petir, angin, pun patahan dahan pohon bisa menjadi ancaman yang cukup serius.

Zara menuju dapur untuk membuat cokelat panas. Saat menyiapkan satu mug untuknya sendiri, Zara merasa tidak enak dengan Sanji yang selalu mengikutinya ke mana-mana. Pria itu pasti kedingingan juga. Dia pun belum minum sejak tadi. Jadi, Zara membuat satu minuman lagi.

Sambil menuju ruang depan, Zara memberikan satu cangkir kopi untuk Sanji. Zara harus menyadarkan pria itu ketika dia hanya terdiam sembari memperhatikan cangkir di tangannya. Ragu, Sanji menerima pemberian Zara. Mengikuti perempuan itu keluar rumah untuk duduk di halaman.

Zara mempersilakannya untuk duduk di satu kursi kayu yang berada di seberangnya, tapi Sanji menolak.

Hujan kali ini diterbangkan oleh angin. Mampu membuatnya yang sudah berteduh pun ikut basah dan menggigil. Namun, Zara tidak peduli. Bergelung di kamar dengan balutan selimut sepertinya menyenangkan, tapi Zara lebih suka menikmati hidup dengan cara seperti ini. Cokelat hangat di tangannya sudah cukup membantu ia mengabaikan dingin.

Sanji yang masih berdiri tidak jauh darinya mendekat. "Sebaiknya Anda masuk, Nona. Akan lebih aman di dalam."

Zara tidak mendengarkan. Dia justru terfokus pada ponsel yang meski deringnya tidak bisa dia dengar, tapi berkat layar yang menyala, dia bisa melihat kalau ada panggilan masuk. Zara mengangkatnya. Suara di seberang hampir terdistraksi oleh hujan. Namun, Zara masih bisa mendengar dengan cukup jelas.

Di seberang sana, tepat di koridor rumah sakit, Ian menurunkan ponselnya saat Zara hanya terdiam atas apa yang telah dia sampaikan. Ian melihat layar ponselnya dan baru tersadar kalau panggilan teleponnya telah diputuskan secara sepihak.

Ian merasakan suasana suram. Koridor sepi yang gelap berkat hujan menutupi terangnya siang. Juga kabar kematian yang sebentar lagi akan tersebar. Menggemparkan hidup beberapa orang yang terlibat di dalamnya.

***

I know this part is a bit boring. Maybe I can't say it's a bit, tapi yoweslah. Di-enjoy-kan saja yeorobun. :v

Aku selingkuh naskah, lagi dan lagi. Capek banget kalau nggak pakai outline begini. Suka ngasal.

Semoga alur cerita ini membuat kalian puas.

Vote & coment juseyoo.

***

Semoga kalian bahagia seutuhnya. :)

***

Iridescent (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang