Menu sarapan pagi ini adalah nasi goreng dengan omelet, sesuai pesanan Roselyyn yang katanya sudah lama sekali tidak menyantap makanan satu itu. Erwin menghabiskan sarapan di piringnya dengan cepat, tepat sebelum yang lain datang.
Begitu Roselyyn, Devi, Gio, dan ayahnya terlihat, Erwin langsung beranjak dari kursinya. Namun, sebelum benar-benar pergi, Erwin menoleh ke arah Zara yang berdiri tidak jauh dari meja makan. "Mau ikut ke kantor?" tanyanya.
Zara meninggikan alis, melirik Roselyyn sekilas dan menggeleng. "Tidak, aku di rumah saja."
Erwin mengangguk, lalu berjalan keluar rumah.
"Apa ada sesuatu yang harus kamu lakukan di kantor, Zara?" Roselyyn duduk di kursinya, membalik piring di depannya dan mengisinya dengan nasi goreng dari wadah yang lebih besar.
"Tidak ada," jawab Zara singkat.
Roselyyn mengangguk. "Bagus kalau begitu. Aku merasa tidak enak badan, bisa tidak kamu pijat kepalaku?"
"Tentu." Zara tersenyum tipis.
Ingat ada alat makan kotor yang harus dibersihkannya, Zara segera menuju wastafel. Dia ingin semua pekerjaannya cepat selesai agar dia bisa cepat beristirahat.
***
"Suruh Zara untuk datang ke kantor."
Baru beberapa menit setelah Erwin sampai, pria itu langsung menghubungi Sanji yang berada di rumah. Erwin tidak bisa membujuk Zara tadi karena keberadaan Roselyyn. Erwin tidak sudi membiarkan Zara melakukan segalanya sendirian sementara Roselyyn dan Devi hanya bersantai tanpa melakukan apa pun dan malah memerintah.
Sanji menutup sambungan ponselnya dan masuk ke rumah untuk mencari keberadaan Zara. Perempuan itu sedang membersihkan kolam renang, di tengah cuaca panas begini. Sanji menghela napas.
Entah karena terlalu fokus atau karena dirinya sudah terlalu lelah, Zara lalai. Satu kakinya terpeleset hingga tubuhnya jatuh ke dalam kolam. Zara mencoba untuk meraih permukaan, tapi kaki dan tangannya seolah tidak berdaya sekadar untuk membuatnya tetap mengapung.
Melihat kejadian itu, Sanji segera berlari untuk menyelamatkan Zara. Sanji menceburkan diri ke dalam kolam dan membawa Zara naik.
Zara terbatuk-batuk. Saking terkejutnya, Zara sampai kesulitan bernapas. Padahal dirinya bisa berenang, tapi dalam keadaan seperti ini, Zara justru hampir saja tenggelam.
"Nona baik-baik saja?" tanya Sanji panik.
Perempuan itu mengangguk. "Aku baik-baik saja." Zara memegang dadanya yang berdesir.
Sanji segera mengambilkan handuk untuknya dan menyuruh Zara untuk beristirahat di kamar. Zara yang masih lemas dibantu Sanji untuk naik ke kamarnya. Sanji sampai berjaga di depan pintu saat Zara membersihkan diri dan berganti baju.
Hingga beberapa waktu kemudian, Sanji mendapat telepon dari Erwin yang mengatakan kalau bosnya itu akan segera pulang, jadi Sanji disuruh untuk menunggunya di luar.
Dari suara Erwin, Sanji tahu ada yang salah. Namun, Sanji tidak tahu apa yang terjadi. Firasatnya buruk akan hal ini.
***
Dugaan Sanji benar. Firasat buruknya menjadi kenyataan. Sanji dihadiahi pukulan begitu Erwin menginjakkan kaki di halaman rumah, tepat di depannya. Sanji hampir tersungkur. Untung dia masih bisa berdiri tegak meski sebelah wajahnya memerah dan ujung bibirnya mengeluarkan darah.
"Siapa yang mengizinkanmu menyentuh Zara?" Erwin dengan tangan masih mengepal menatap tajam Sanji. "Aku tidak pernah mengizinkanmu menyentuhnya dengan dalih mengantarnya ke kamar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent (✓)
Literatura FemininaPada malam pertama pernikahannya dengan Erwin, Zara diusir keluar dari kamar. Pernikahan mereka memang berjalan sangat cepat hingga Zara tidak sempat mengenal dengan baik siapa pria yang kini menjadi suaminya itu. Zara harus bersabar menghadapi sif...