4 Suami Pemarah 2

2K 76 3
                                    

Zara tidak habis pikir dengan kelakuan Erwin. Suaminya itu memiliki tensi tinggi atau apa? Perkara membuatkan teh untuk Gio saja, Erwin sampai semarah itu. Padahal, Gio itu kakak kandungnya.

Apa Zara benar-benar harus meminta izin untuk segala hal yang ingin dia lakukan?

Ini keterlaluan!

"Diam di rumah dan jangan membuat masalah!" pesan terakhir Erwin sebelum pria itu keluar rumah bersama Zeff.

Ini sama saja seperti dikurung.

Zara bukannya tidak suka berada di sini, hanya saja, berdiam diri seharian penuh tanpa melakukan apa pun jelas akan membuatnya stress.

Benar-benar menyebalkan. Zara bosan hanya duduk di kasur.

Haruskah Zara berkeliling? Rumah ini cukup luas, dan Zara tidak pernah masuk ke ruangan lain selain kamar Erwin.

Zara memutuskan untuk beranjak dari kasur.

Total ada tiga ruangan di lantai dua ini. Kamar Erwin terletak di ujung kiri.

Di sampingnya, ada ruangan yang isinya satu set meja-kursi, di sisi kanannya terdapat beberapa rak buku yang penuh dengan arsip-arsip tentang bisnis dan sejenisnya, juga satu set sofa yang ditata membentuk letter u di samping pintu.

Ini pasti ruang kerja pribadi Erwin. Zara segera berlalu. Takut menyenggol barang-barang Erwin. Pria itu tentu tidak akan suka kalau barang-barangnya disentuh oleh Zara.

Satu ruangan di sampingnya kosong. Benar-benar kosong, sama sekali tidak ada perabotan atau hal apa pun.

Kenapa ruangan ini dibiarkan kosong? Zara tidak mengerti. Jendelanya terbuka, Zara melongok keluar. Tampak taman di belakang rumah. Hanya tanah berumput dan beberapa kursi lounge serta meja kecil. Sangat teduh di bawah pohon beringin yang rindang.

Tempat yang asyik untuk bersantai. Zara baru tahu ada tempat seperti itu di belakang rumah ini. Dia jadi tertarik untuk duduk di sana.

Zara turun ke lantai satu. Seperti biasa, rumah benar-benar sepi. Hanya ada beberapa housemaid. Mertuanya mungkin masih sering pergi ke kantor untuk memantau bisnis atau semacamnya. Devi bisa saja memiliki urusan yang mengharuskannya pergi setiap hari, pekerjaan sampingan, mungkin. Zara tidak pernah tahu.

Saat akan membuka pintu depan, Zara dihentikan oleh Bi Ambar.

"Anda tidak boleh keluar," ucap wanita paruh baya itu sembari membungkukkan badan.

"Aku hanya ingin duduk di belakang rumah."

"Maaf, tapi, Tuan tidak memperolehkan Anda keluar rumah."

Serius? Hanya keluar rumah saja.

"Aku tidak akan keluar gerbang, oke?"

Bi Ambar menggeleng.

Ini benar-benar keterlaluan.

"Aku tidak peduli. Aku tetap akan keluar." Zara membuka pintu itu meski Bi Ambar tetap melarangnya.

Dia hanya akan berjalan beberapa langkah dari rumah. Apa itu begitu penting? Sebenarnya apa yang dipikirkan Erwin? Pria itu sungguh aneh.

Sanji yang berjaga di depan rumah langsung menghadang langkah Zara. Tapi, perempuan itu dengan lincah melewatinya. Bi Ambar jadi sasaran tatapan tajam Sanji. "Ikuti dia. Jangan biarkan dia lepas dari pengawasanmu!"

Bi Ambar segera menyusul Zara, mulai mempercepat langkahnya. Sebelum dia terlambat dan benar-benar kehilangan sosok Zara dari pandangannya.

Zara menjatuhkan tubuhnya ke salah satu lounge dan menghela napas dalam. Ini sangat nyaman. Suasana yang teduh dan segar. Kursi yang empuk. Angin yang sejuk. Sempurna.

Iridescent (✓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang