54. Bad Feeling

4.1K 106 32
                                    

ʚ Happy reading ɞ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ʚ Happy reading ɞ

✧ ───── ୨✧୧ ───── ✧

54. Bad Feeling

Erick dan Anya saat ini berakhir di kamar utama setelah ronde ketiga selesai. Pria itu sedang menciumi tangan Anya bergantian setelah mengucapkan terima kasih karena kekasihnya itu telah melayaninya dalam urusan ranjang.

"Jadi, bagaimana rencanamu, Uncle?" tanya Anya seolah mengingat topik pembicaraan mereka sebelum disela oleh percintaan hebat dan romantis.

"Rencanaku adalah menghamilimu, Anya."

Gadis itu melotot kaget dan tidak terima. "Tapi sudah kubilang tidak mau—"

"Aku tahu. Maka aku akan menunggumu lulus sekolah untuk menghamilimu. Jadi nanti berita kehamilanmu adalah yang pertama mereka ketahui sebelum berita hubungan kita selama ini."

"Memangnya tidak ada cara lain?"

"Ada." Erick menjeda untuk melihat ekspresi Anya. "Yaitu kawin lari."

Anya masih memasang raut tidak terimanya. Tapi ia juga tidak bisa membantah karena ia sendiri tidak bisa memberikan ide.

"Kita akan pulang ke mansion sebagai pasangan suami istri, bukan paman dan keponakan lagi. Jadi kau tidak perlu khawatir aku membawamu kabur dan memisahkanmu dari keluarga."

"Apa tidak ada ide yang lebih baik?"

Erick terdiam cukup lama bukan karena berpikir, ia hanya menatap intens wajah Anya. Berusaha mencari kesungguhan bahwa keponakannya itu benar mencintainya atau tidak.

"Anya, sebelum aku menyebutkan rencanaku yang terakhir, aku ingin kau menjawab beberapa pertanyaanku."

Glek.

Anya merasa cemas sekarang. Ia takut Erick memberikan pertanyaan yang ia sendiri ragu untuk menjawabnya.

"Jawab dengan jujur dan lantang, tanpa ada keraguan."

Anya mengangguk.

"Apakah kau mencintaiku?"

"I-Iya." Anya mengangguk cepat.

"Jawab yang jelas."

"Iya, aku mencintaimu, Uncle."

"Mencintaiku sebagai pria atau sebagai paman?" Erick menyipitkan matanya membuat Anya merasa terintimidasi.

"Keduanya."

"Tidak. Aku hanya ingin salah satu."

Anya menggigit bibirnya terlebih dahulu sebelum menjawab, "Aku mencintaimu sebagai pria."

"Yakin? Kau tidak membohongi dirimu sendiri?"

"Aku yakin." Anya semakin mengerat genggaman tangan mereka yang sedari tadi belum terlepas.

ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang