Ayah Rei banyak melamun setelah empat hari lalu ikut aksi menyuarakan pengembalian aturan lama. Meskipun ia ikut dengan niat hanya berpartisipasi agar tidak dianggap menentang dan berakhir dihukum massa.
Sekarang ia was-was menunggu keputusan dari Kepala Desa. Akankah disetujui atau ditolak? Entah ia tidak bisa menebaknya. Terlalu takut jika yang dikhawatirkan justru yang benar terjadi.
Kemarin, kata warga desa Kepala Desa pergi ke Alindra sebagai pusat pemerintahan daerah. Mungkin untuk mendiskusikan ulang apa yang disuarakan masyarakat Champa.
Ayah Rei berjalan sendirian menuju rumah, ia baru selesai bekerja. Matanya menatap anak-anak perempuan yang sibuk membantu ibu mereka, sementara anak-anak lelaki banyak yang bermain juga sebagian bekerja bersama ayah mereka.
Ia melihat juga gadis yang merupakan jodoh dari putra tetangganya. Gadis yang dikirim diusia belia sebelum aturan diubah, ia sedang mengasuh anaknya. Apakah Rei juga akan seperti itu seandainya Kepada Desa nantinya setuju?
Ia menggeleng cepat. Jangan memikirkan hal itu dulu, belum tentu rapat para Kepala Desa mengeluarkan pernyataan bahwa mereka setuju. Pasti mereka menolaknya, itu pasti. Semoga.
Ayah Rei tiba di depan rumahnya. Rei dari dalam rumah berlari dan memeluk tubuh kotornya dengan senang hati. Ia mengusap kepala putrinya penuh sayang. Bibirnya mengecup singkat pucuk kepala Rei. Ibu Rei ikut keluar menyambut suaminya.
"HIDUP KEPALA DESA!"
"HIDUP!!"
"HIDUP KEPALA DESA!"
"HIDUP!!"
Sahut-sahutan suara warga desa mengusik momen kecil keluarga mereka. Ayah Rei yang pertama ke halaman dan melihat para pria -ayah- berjalan dengan raut wajah kelewat girang. Hal itu justru membuat Ayah Rei tidak senang, sesuatu mengganjal hatinya.
Seruan kian menggema di seluruh penjuru desa. Para ibu ikut berkumpul dan menyahut setiap seruan pria yang sejak awal memimpin.
"Ada apa?" tanya Ayah Rei kepada salah satu pria yang akan melewati rumahnya.
Dengan wajah yang sumringah, dia menjawab,"kau tidak tahu? Kepala Desa sudah kembali dari Alindra, dia mengatakan bahwa seluruh Kepala Desa menyetujui pengembalian aturan sebelumnya. Dia akan mengumumkan ini secara resmi sekarang di balai desa. Ayo, kau ikutlah, bawa istrimu juga Rei jika perlu. Kita harus berbahagia."
Ayah dan Ibu Rei merasakan pasokan oksigen berhenti seketika ke salam paru-paru mereka. Diliriknya Rei yang berdiri memandang keduanya dengan tatapan lugu.
"Su-suamiku, bagaimana ini?" Ibu Rei mulai terisak pelan. Ayah Rei hanya bisa memeluk menenangkan istrinya. Ia tidak tahu harus seperti apa. Kepala Desa sudah punya keputusannya.
"Ayo ke balai desa," ajaknya.
***
"Tuan besar, Nyonya besar!"
Seruan barusan membuat para penghuni rumah keluar dari tempat mereka masing-masing. Menghampiri pria yang merupakan pekerja mereka sendiri.
"Ada apa Pak Kim?" tanya pria paling tua di antara yang lainnya -Kakek Sim-.
"Tuan besar, Kepala Desa Champa beberapa hari lalu datang ke Alindra. Beliau meminta pertemuan antar kepala desa diadakan segera. Beliau membawa keinginan masyarakat Champa untuk mengembalikan aturan lama soal kepergian gadis ke rumah jodohnya," jelas Pak Kim setengahnya.
"Kepala Desa Champa?" ulang Nenek. Ia menoleh menatap putra keduanya yang langsung dibalas anggukkan kepala. "Desa jodohnya Jaeyun."
"Iya Nyonya-" sahutan Pak Kim terpotong pertanyaan dari putra tertua keluarga Sim, "lalu apa keputusan mereka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
METANOIA | Jake x Rei [✓]
FanfictionDineshcara, adalah daerah yang berada di sebuah negeri nan jauh di sana. Negeri yang nyaris tidak tersentuh dunia, Lavani. Dineshcara mencakup enam desa, tetapi desa yang paling terkenal adalah desa Alindra sebagai pusat pemerintahan, juga menjadi...