16. Menstruasi Pertama

323 41 6
                                    

Pagi hari kali ini, kediaman keluarga Sim dihebohkan dengan teriakan Rei dari dalam kamarnya. Jake yang baru akan turun ke bawah untuk berangkat sekolah memutar haluan kembali ke arah kamar di sebelah kamarnya.

"Rei, ada apa?" Jake bisa melihat Ibunya yang luar biasa panik.

Nenek dan Kakek dari bawah tampak berjalan cepat menuju arah mereka. Jake berdiri di sebelah Ibunya di barisan terdepan.

Pintu terbuka sedikit, memberikan celah. "Ibu," panggil Rei dengan nada kesakitan yang kentara.

Ibu mendekat, entah apa yang mereka bicarakan. Karena setelah itu Ibu berjalan masuk. Sebelum pintu benar-benar ditutup, Ibu sempat berpesan untuk kami semua kembali ke bawah dan mulai sarapan.

Jake ikut dengan yang lainnya untuk makan. Sementara Ibu berdiri menghadap Rei yang diam juga, sesekali gadis itu meringis sembari memegang perutnya.

"Perutmu sakit?" Rei mengangguk mengiyakan. "Apa karena itu kamu berteriak lalu menangis Nak?"

Rei menggeleng ragu. "Ibu," panggil Rei, lagi. Ibu menunggu dengan sabar. Mereka masih berdiri berhadapan di depan pintu.

"Sesuatu turun dari bagian bawah tubuhku..

darah," adu Rei, akhirnya.

Ibu menunjukkan raut wajah terkejut yang heboh. Membuat Rei takut seketika, apakah dia sakit? Sakit yang parah sampai Ibu sangat terkejut begitu.

Ibu memeluk Rei segera. Mengecup pucuk kepala Rei dengan sayang. "Astaga, kau tumbuh dewasa begitu cepat," tutur Ibu.

Rei memandang bingung Ibu yang masih memeluknya. "Tumbuh dewasa? Apa ini bukan hal berbahaya?" tanya Rei, takut-takut.

"Bukan Nak, kau sedang menstruasi Sayang," kata Ibu, lembut.

"Apa itu menstruasi Ibu?" tanya Rei. Gadis itu mendongak guna menemukan wajah Ibunya. Satu-satunya Ibu yang dia miliki sekarang.

"Ketika darah keluar dari bagian bawah tubuhmu, itu namanya menstruasi. Dan sakit perut yang kamu alami saat ini adalah salah satu dari banyaknya bawaan menstruasi, dan itu normal Rei-ku," terang Ibu dengan amat tenang.

"Sekarang kamu bersihkan dirimu," Ibu memberi jeda pada titahnya, "biar Ibu yang bereskan ranjangmu, ok?"

"Pakailah kain yang ada di bagian pakaian dalam yang Ibu sediakan untuk bagian bawah tubuhmu agar darah yang keluar tidak mengotori gaunmu, ok? Gunakan pakaian dengan warna agak gelap juga Rei." Rei mengangguk saja.

Setelah beberapa saat, Rei dan Ibu turun ke bawah, ternyata seluruh keluarga masih berada di meja makan. Rei menunduk dan bergerak gugup dengan mencoba menurunkan bagian rok dari gaun cokelatnya.

Ketika keduanya sudah berdiri di tempat biasa. Nenek jadi yang pertama menatap lekat Rei di sebelah Ibu.

"Jadi hal sepele apalagi yang membuat kami semua sampai ke kamarmu, Nak?" tanya Nenek dengan tidak ramah.

"Ibu," panggil Ibu pelan. Dia menatap semua pasang mata yang juga menatapnya. "Rei, menstruasi untuk yang pertama kalinya."

Semua orang sama terkejutnya seperti reaksi Ibu sebelumnya tanpa terkecuali. Jake justru terlihat sangat was-was dan menatap Nenek yang mulai menunjukkan senyum janggal.

"Dia sudah menstruasi pertama?" tanya Nenek, entah kenapa terdengar senang.

Ibu mengangguk mengiyakan. Hal itu membuat Nenek tambah senang, Kakek di sebelahnya juga ikut senang mendengarnya.

"Itu artinya, di menstruasi keduanya nanti, Rei sudah harus tinggal di kamar yang sama dengan Jake," kata Nenek setelahnya. Membuat Jake yang baru saja minum tersedak, untung tidak sampai keluar lagi di mulutnya.

Ibu menunduk saat ditatap Rei. Untuk kali ini, ia tidak bisa membela atau meminta keringanan lagi. Karena bukan lagi soal tradisi melainkan kepercayaan dari masyarakat luas atas Tuhan.

Secara singkat, para jodoh perempuan yang menstruasi pertama di rumah jodoh lelakinya dimaknai dengan berkat dari Sang Maha Tenang Alam Semesta (Tuhan).

Dan menstruasi juga tanda bahwa seorang gadis subur dan bisa memberikan keturunan. Menstruasi pertama di rumah jodohnya, juga dimaknai sebagai kelahiran selanjutnya akan menjadi laki-laki.

Menurut kepercayaan, jika seandainya sepasang jodoh tidak tidur seranjang sebelumnya. Mereka harus sekamar di menstruasi kedua nantinya, menghindar dari mata jahat.

Sebab itu Nenek sangat senang sekarang. Nenek bangkit, mengeluarkan sejumlah uang dari kantong bajunya, menyerahkannya kepada Rei yang terus menunduk.

Nenek memeluk Rei erat, lalu mengecup kening Rei segera. Sangat manis, dengan makna yang tidak begitu bagus.

Nenek mengharapkan keturunan segera.

Rei menerima uang dari Nenek dengan ragu. Ia tidak tahu makna dari kesenangan Nenek sekarang. Mungkin akan dia tanyakan pada Ibu nanti.

Lalu soal sekamar, sebenarnya Rei sudah siap-siap saja sejak pertama kali datang ke rumah ini. Jika Jaeyun pada akhirnya meminta hak nya sebagai suami. Rei siap tidak siap.

Jake mengalihkan atensinya pada makanan setelah cukup lama menatap Rei. Ia jadi tidak berselera melanjutkan makannya.

Banyak bicara dengan Jay dan Bu Park membuat Jake lebih sering memikirkan berulang kali soal tradisi yang ada di Dineshcara.

"Kita akan memulai upacara untuk sepasang jodoh akhirnya tidur satu ranjang. Dan ingat, kalian tidak boleh tidur terpisah di dalam kamar nantinya. Sangat tidak boleh, itu menentang Tuhan," ingat Nenek, dan kembali duduk untuk lanjut makan.

***

Dua hari sejak Rei akhirnya menstruasi, Nenek sibuk memanggil tetua adat dan tetua kepercayaan. Kakek juga tidak kalah sibuk memanggil orang-orang dekorasi untuk segera menghias satu ruangan di rumah mereka.

Rei duduk dia di kursi -akhirnya- sembari memakan manisan mangga yang disodorkan Nenek. Rei tersenyum saat Ibu menepuk kepalanya, sayang.

Jake baru pulang dari sekolah, terkejut saat dia hampir menabrak seorang pekerja dekorasi. Jake menyimpan sepatu di rak dekat pintu, baru masuk lebih jauh ke dalam.

Jake bisa melihat Rei yang menyuap manisan mangga dengan anteng sembari memerhatikan orang-orang yang mondar-mandir menghias rumah.

Entah angin dari mana, Jake berlari kecil menghampiri Rei yang masih duduk diam. Setelah sampai, Jake berjongkok dan membuka mulutnya minta disuapi manisan mangga oleh Rei yang dengan cepat memasukkan satu potong manisan mangga ke mulut jodohnya ini.

Ibu dan Ayah yang melihat itu menjatuhkan rahang mereka secara bersamaan. Sim Jaeyun, putra mereka itu sedang kenapa, ya?

Nenek yang juga melihatnya tersenyum lembut. Apalagi ketika melihat Jake mengusap surai jodohnya lembut.

Nenek tidak membenci Rei tentu saja. Dia hanya terlalu menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi, dan menerapkannya dengan sangat tegas. Nenek tidak suka tipe gadis yang kelewat manja dan tidak bisa apa-apa.

Tapi Rei juga punya nilai plus di mata Nenek. Rei bukan gadis pembangkang. Bahkan sangat penurut, hanya sedikit banyak bertanya pada semua orang soal apapun yang tidak dimengerti gadis itu.

Melihat Rei, Nenek jadi merindukan putri rumah mereka, Saejun. Juga menantu pertama mereka, istri Paman Jake.

Nenek waktu itu sudah menawarkan banyak sekali gadis untuk diperistri Paman, lagi. Namun Paman menolak dengan alasan pribadi yang diterima Nenek dan Kakek, sehingga Paman tidak kunjung menikah lagi.

Mungkin nanti.

Kembali ke Jake yang masih berjongkok di hadapan Rei yang duduk. Sesekali Jake akan meminta disuapi Rei manisan mangga di pangkuan jodohnya itu.

"Hari ini, dengan gaus hijau tua ini, kamu cantik."

***
Cie elah, kamu katanya guys!

Setelah sekamar nanti, akan lebih banyak momen PDKT Jake ke Rei.











Bersambung...

METANOIA | Jake x Rei [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang