22. Tentang Setara

235 36 1
                                    

Rei menutup jendela kayu di kamar Jake. Sudah mulai larut, angin malam tidak baik untuk kesehatan, itu yang dia pelajari dari Ibu mertuanya.

Jake sedang duduk di meja belajar seperti biasa, lelaki itu entah hanya perasaan Rei saja atau memang menjadi lebih rajin belajar, ya? Tapi itu hal baik.

Rei berjalan ke sisi jendela di mana ada lemari setinggi pinggangnya diletakan di sana. Di atas lemari itu disimpan beberapa foto, ada foto saat hari perjodohan keduanya, foto Jake dengan keluarganya, juga foto Rei dengan keluarganya.

Rei mengambil foto dirinya dengan Ayah dan Ibu. Jika dihitung, orang tuanya sudah pergi cukup lama, tapi rasanya masih belum berbeda. Rei masih merasa bahwa orang tuanya ada di rumah mereka di Champa sana. Melakukan aktivitas sehari-hari, sesekali merindukan putri mereka di Alindra.

Rei ikhlas, tapi belum terbiasa. Tidak akan pernah terbiasa. Jari lentiknya menyentuh bagian wajah Ayah, lalu Ibunya. Satu tetes air mata luruh pada akhirnya.

Rei menghapus cepat, namun bukan berhenti, air matanya justru lebih deras keluar. Dadanya sesak, Rei membuka mulutnya seperti seekor ikan demi bernapas normal.

Ia memeluk foto tadi, menangis tersedu hingga nyaris jatuh keras sebelum dihampiri dan ditahan Jake. Jake yang sedang asyik belajar dikejutkan dengan suara tangis Rei.

Melihat apa yang ada di pelukan gadisnya, Jake mengerti kenapa Rei menangis. Jake mengambil alih foto di tangan Rei, menyimpannya kembali ke atas lemari. Selanjutnya, ia memeluk Rei dengan erat, menenangkan.

"Jaeyun," suara Rei tersendat. Jake mengangguk singkat, memberi isyarat untuk Rei melanjutkan dan menyelesaikan acara menangisnya.

"Aku merindukan mereka."

Jake mengangkat tubuh kecil Rei ke atas jendela. Berdiri di antara kedua kaki Rei, menyimpan tangannya di kedua sisi tubuh Rei. Gadisnya selesai terisak, tapi air matanya masih mengalir sesekali.

Tangan Rei bertumpu pada pundak Jake. Jake meraih wajah Rei, mendekatkan wajah keduanya untuk sesaat sebelum ia mencium lama kening Rei.

Rei tidak sadar ia menahan nafasnya untuk beberapa waktu. Wajahnya memerah seperti kepiting rebus, dari perasaan panas yang dia rasakan, Rei tahu merah di wajahnya sampai ke telinga dan leher.

Jake menjauhkan wajahnya, tapi tangannya masih di wajah Rei. Mengusap bekas air mata yang tidak lagi dialiri.

"Aku mengerti."

Rei tersenyum imut. Jake mencubit main-main hidung Rei. Jake menurunkan Rei dari jendela, gadis itu lanjut memeluk manja Jake yang langsung membalas.

Seperti ini perasaan menyenangkan jatuh cinta. Perasaan sakit melihat yang dicintai menangis, perasaan kasmaran memang yang paling manis sedunia. Itu yang selalu dikatakan Jay. Dan tentu saja, patah hati adalah perasaan paling memuakkan tiada dua.

Jake membuka matanya cepat saat wajah menyebalkan Jay muncul tiba-tiba di momen romantisnya. Ia memeluk Rei lebih erat.

"Aku mencintaimu. Sangat."

***

Rei, Ibu, dan Nenek sedang duduk di lantai ruang keluarga. Ketiganya sibuk merangkai bunga dan menata nampan untuk persembahan.

Hari ini ketiganya sedang berpuasa, dari yang dikatakan Nenek, Rei hanya mengerti bahwa puasa ini dilakukan agar suami mereka panjang umur.

Ada beberapa hari dalam setahun yang bisa dijadikan hari puasa, tapi paling sering adalah awal musim hujan dimana warga desa meyakini penyakit-penyakit dari udara kota diturunkan ke desa. Begitupun di musim kemarau, badai pasir yang dibawa angin dari desa akan menyebabkan penyakit di kota.

METANOIA | Jake x Rei [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang