Seperti sebelum-sebelumnya, Rei akan mendedikasikan waktu sorenya di kamar Jake bersama pemiliknya. Meminta buku dongeng untuk diwarnai, dan meminta Jake membacakan apa yang tertulis di sana.
Jake juga tidak terlihat keberatan soal itu. Tapi sore kali ini tidak bisa, Jake pergi bermain badminton bersama teman-teman sekolahnya. Rei juga tidak diberi izin untuk mewarnai apabila tidak ada Jake.
Jadi yang dia lakukan hanya bolak-balik dapur entah melakukan apa. Pekerjaan rumah selalu diselesaikan sebelum jam makan siang. Dan ya, Rei bingung harus melakukan apa.
Semua orang sedang ada di rumah, hanya Jake yang tidak ada. Rei mengintip keluar rumah, halaman depan kediaman keluarga Sim sangat luas. Andai saja dia sudah diizinkan untuk bermain setidaknya di halaman depan saja.
"Rei!" Mendengar Nenek memanggil membuat Rei segera berlari menghampiri. Dia tidak mau kena marah lagi.
Jujur saja, di antara semua keluarga Sim, Nenek lah yang paling sulit dekat. Nenek yang tidak mau didekati dengan alasan tidak mau sampai Rei jadi pembangkang hanya karena diberi kasih sayang yang banyak.
Dan Rei juga tidak ingin mendekat, dia takut kepada Nenek karena sering dimarahi jadinya.
Nenek duduk di kursi kebesarannya, di sebelah kursi milik Kakek. Ternyata semua orang sedang berkumpul di ruang keluarga.
Rei dengan senyum secerah matahari itu mendekat ke arah Nenek. Nenek yang melihat itu hampir tertular, sebelum akhirnya kembali mendatarkan raut wajahnya.
Nenek menyuruh Rei duduk di lantai dekat Nenek yang segera dituruti oleh Rei. Nenek menyodorkan wadah besar dan sekeranjang buah mangga di sana. Rei memandang bingung apa yang dia terima itu.
Wajah lugunya menatap Nenek, minta dijelaskan sesuatu.
"Jangan menunjukkan raut wajah seperti itu kepadaku. Cepat kupas buahnya, lalu potong-potong, nanti buatlah asinan dari itu," titah Nenek pada akhirnya.
Rei menggeleng singkat. "Apa yang kau maksud dengan menggeleng kepala itu?" tanya Nenek dengan nada yang tinggi. Rei agak tersentak kaget. Ia menunduk segera.
"Aku tidak bisa mengupas buah Nek," jawan Rei dengan jujur. Nenek yang mendengar tersulut emosinya.
"Apa? Kau bilang apa?!" marah Nenek. Rei semakin menunduk dan agak mundur.
Ibu Jake segera mendekat dan menenangkan Rei. "Ibu, biar aku saja. Rei belum belajar mengupas buah," bujuk Ibu. Nenek semakin tersulut.
"Di usianya yang sebentar lagi 14 tahun, dia tidak bisa mengupas buah? Kau bercanda, aku diusianya sudah melahirkan seorang putri," (walaupun mati) cibir Nenek.
"Kalian, jangan memanjakan dia. Dia ini menantu, sudah sepatutnya dia melayani kita semua di sini. Dan kau menantu, berhenti memberikan dia susu, dia tidak butuh itu. Gadis ini hanya memerlukan jamu agar rahimnya subur nanti."
"Sudah-sudah, pergi kau menantu. Biar aku yang mengajarinya mengupas buah juga memotongnya," titah Nenek. Ibu ragu, Nenek pasti akan sangat kasar pada Rei nantinya. Tapi melihat Nenek yang semakin tajam membidiknya dalam tatap, Ibu mudur saja.
Tangan Rei ditarik kencang agar mendekat oleh Nenek. Nenek mengambil pisau buah di wadah kosong sebelumnya. Tangan Rei yang belum dilepas dipaksa menggenggam pisau buah.
Rei terus menggeleng, telapak tangannya ditutup kuat. Rei takut terluka, di dapur ia hanya diizinkan memetik sayuran dan mencuci peralatan makan juga bahan masakan. Rei tidak pernah menyentuh benda tajam apapun.
Karena kurang hati-hati dan penuh kekerasan, saat tangan Rei terbuka yang digenggam bukan genggaman pisau melainkan mata pisau itu sendiri. Rei dengan spontan menjerit kesakitan saat tangannya terluka cukup parah.
KAMU SEDANG MEMBACA
METANOIA | Jake x Rei [✓]
FanfictionDineshcara, adalah daerah yang berada di sebuah negeri nan jauh di sana. Negeri yang nyaris tidak tersentuh dunia, Lavani. Dineshcara mencakup enam desa, tetapi desa yang paling terkenal adalah desa Alindra sebagai pusat pemerintahan, juga menjadi...