"Aku tidak akan mati dengan begitu mudah kawan, tenang saja!"
Perkataan terakhir Jay sebelum lelaki itu dibawa masuk ke dalam mobil yang bertujuan Ibukota Lavani. Orang-orang yang datang dihari itu adalah suruhan Ayah Jay dari Ibukota atas surat izin pemerintah pusat.
Dalam waktu satu minggu sebelum hari kejadian, Jay menyusun siasat. Mengirim Ibunya pulang ke rumah, berpuasa untuk mendiang Ibunya, lalu pengepungan (pura-pura) oleh orang-orang Ayahnya.
Mereka sama sekali bukan polisi, suara tembakan itu palsu. Mencelakai satu warga Alindra sama saja bunuh diri di hadapan pemerintah. Biarkan dirinya disiksa dan difitnah, buktinya bisa digunakan untuk memperkuat pertimbangan penghapusan hak istimewa seluruh Sabitah.
Entah apa yang sedang dilakukan pemuda itu di Ibukota. Jake tidak tahu, saat ini yang dia lakukan hanya menyibukkan diri membaca buku lalu sedikit bermanja-manja dengan jodoh imutnya.
Seperti sekarang, Jake duduk bersandar pada kepala ranjang, Rei di sebelah memeluk pinggangnya manja, juga bersandar pada dada Jake. Jake sendiri merangkul pinggang gadisnya dengan sebelah tangan. Imut bukan?
Jake membaca buku pelajaran Sejarah, membuatnya merindukan Ibu Park. Jake membalik halaman, begitu seterusnya. Rei memerhatikan tanpa banyak bertanya.
Akhir pekan kedua setelah kepergian Jay ke Ibukota. Seperti apa kabar pemuda itu? Tidak ada yang tahu. Surat yang dikirim Jake dan Sunghoon tidak pernah dibalas.
Tapi Jake yakin, Jay baik-baik saja.
Suasana rumah semakin aneh. Kakek dan Nenek tampak tenang-tenang saja, Paman dan Bibi lalu Ayah dan Ibu cukup memberi jarak setelah tahu bahwa akar dari rencana pengusiran Jay adalah orang tua mereka.
Alindra terasa aneh. Jalanan desa tidak seramai biasanya. Warga desanya canggung satu sama lain. Di sekolah, Jake duduk sendiri, dia masih belum bisa se biasa-biasa saja itu dengan Sunghoon.
Entah akan sampai kapan se aneh ini.
Jake mengusap pinggang Rei, yang mana langsung mengundang kikikkan imut dari empunya yang kegelian. Jake menoleh, Rei-nya ikut mendongak. Jake membubuhi kecupan agak lama di kening, lalu kedua pipi.
"Apa kita bisa pergi naik ayunan lagi?" tanya Rei dengan netra berbinar penuh harap. Jake dibuat terdiam. Ayunan itu ada di halaman belakang rumah Jay. Pemilik rumah itu tidak ada, pasti halaman belakangnya juga tidak akan bisa dikunjungi.
"Kamu suka ayunan?" tanya Jake, tidak menjawab pertanyaan terkasihnya sama sekali.
Rei menjauhkan diri dari Jake. Mengangguk semangat, lalu mulai menceritakan bagaimana perasaan Rei saat menaiki ayunan. Pokoknya seru.
Jake membelai pipi Rei, sayang. "Mungkin nanti, maaf, ya," respon satu-satunya yang terbaik yang dimiliki oleh Jake saat ini.
Rei kembali masuk ke dalam dekapan jodohnya. Sebelum gadis itu seolah disadarkan akan sesuatu yang sudah lama ia lupakan. Rei menjauhkan tubuhnya lagi dari Jake.
"Kenapa?" bingung Jake. Belum lagi Rei mulai memasang wajah kesal yang, imut.
"Kamu ingat kericuhan di rumah ibadah waktu itu?"" pancing Rei. Jake berpikir sejenak, dia mengangguk tanpa firasat apapun.
Rei memukul lengan Jake yang masih memegang buku. Jake sendiri tentunya mengaduh dalam kebingungan.
"Kamu membentak aku waktu itu, lalu aku pulang sambil menangis! Kamu tidak pulang semalaman dengan alasan menemani Jay, aku marah!" jelas Rei dengan penuh emosi -yang gemas-, bibirnya sampai maju beberapa senti.
Jake mengernyit heran. "Kamu baru akan marah setelah dua minggu berlalu?" tanya Jake dengan wajah menahan kegemasan. Rei mengangguk cepat, penuh keyakinan.
KAMU SEDANG MEMBACA
METANOIA | Jake x Rei [✓]
FanfictionDineshcara, adalah daerah yang berada di sebuah negeri nan jauh di sana. Negeri yang nyaris tidak tersentuh dunia, Lavani. Dineshcara mencakup enam desa, tetapi desa yang paling terkenal adalah desa Alindra sebagai pusat pemerintahan, juga menjadi...