41. Renggang

208 31 8
                                    

Pagi hari di kediaman keluarga Sim di mulai dengan kesunyian. Suasana semacam ini sudah sering terjadi sebenarnya, namun kali ini terasa lebih mencekam.

Semalam adalah waktu dimana Paman harus memberikan penghargaan kepada istrinya sebelum satu kamar lagi di dua hari lagi. Paman mengikuti kata hatinya, membungkuk untuk memberi penghargaan tingkat tiga.

Menghormati dan menghargai Bibi baru sebagai istrinya.

Hal ini jelas memancing emosi Kakek dan Nenek yang sangat mempercayai Paman sebagai satu-satunya harapan tetap pada pendirian keluarga mereka, bahwasanya lelaki tidak membungkuk satu sentimeter pun dari posisi tegak lurus.

Rei baru saja kembali dari dapur setelah menyelesaikan tugasnya membantu Ibu dan Bibi baru memasak. Dia kembali ke kamar untuk memastikan Jake sudah bersiap, dan, mungkin satu kecupan selamat pagi!

"Jaeyun," panggil Rei kelewat ceria. Energi positif yang dimiliki Rei menular pada Jake yang langsung tersenyum senang.

Jake membawa Rei masuk ke dalam dekapannya, untuk kemudian dibubuhi kecupan manis di kening dan kedua pipi bulat gadisnya. "Tadi kamu langsung pergi setelah selesai mandi, hum. Sekarang rasakan hukumannya," ingan Jake. Lelaki itu kemudian menyerang wajah Rei dengan puluhan kecupan manis.

Rei terkikik kegelian. Jake menggendong tas sekolahnya menggunakan satu tangan, sebelah tangan lain digunakan untuk menggenggam lengan Rei.

Waktu makan adalah waktu paling digemari Rei di setiap harinya. Rei duduk manis di kursinya, dia menyiapkan makanan Jake lebih dulu, baru mengisi piring miliknya. Dilayani dengan sepenuh hati seperti ini membuat Jake sangat bahagia.

Nenek juga melakukan hal yang sama, mengisi piring Kakek lalu mengisi miliknya. Ibu dan Bibi melakukan hal serupa, melayani suami mereka lalu berdiri menunggu. Sebelum akhirnya duduk atas kehendak Jake dan para suami mereka sendiri.

Jake tersenyum lebar melihat keluarganya makan bersama dalan formasi lengkap, tanpa ada yang saling menunggu. Sejujurnya, Ibu dan Bibi tidak boleh apabila mengikuti tradisi. Tapi Jake menggunakan kekuasaannya sebagai pemegang status tertinggi.

Mereka makan dalam keheningan. Sebelum pada akhirnya amarah Nenek yang selalu dipendam meledak juga. Nenek melempar satu mangkok berisi kari daging ke bagian tengah meja makan.

Mangkok itu pecah, pecahannya terlempar ke segala arah. Jake sigap melindungi Rei di sebelahnya, mengorbankan punggung dan seragam sekolah terkena kari daging dan pecahan mangkok itu sendiri.

Jake meringis kecil ketika bagian tajam menggores permukaan kulit punggungnya. Semua orang terkejut kecuali Nenek dan Kakek yang sama-sama dalam keadaan emosi.

Jake mengusap kepala Rei, menenangkan gadisnya yang ketakutan sekali. Ibu dan Bibi tidak kalah ketakutan di kursi mereka. Jake kembali menghadap Nenek yang melotot.

"Kami yang tertua di sini, tapi seolah tidak memiliki harga diri sama sekali. Kau, menantu," Nenek menunjuk Ibu dan Bibi, "apa kalian tidak malu duduk di sini dan makan bersama kami yang mana itu melanggar tradisi. Kalian tidak malu?!" sentak Nenek.

"Kau Jake!" Nenek menunjuk Jake yang menyembunyikan Rei di balik punggungnya. "Hanya karena status sosialmu yang paling tingg, bukan berarti kau berhak mengatur apa yang menjadi kegiatan semua orang di sini! Urusi saja istrimu itu. Kami tidak bisa ikut campur urusan rumah tanggamu 'kan? Maka jangan ikut campur urusan rumah!"

Jake menatap Nenek tak gentar. Lelaki 17 tahun itu menatap sekeliling, Ibu dan Bibinya menunduk sembari menangis. Di belakangnya Rei menggenggam erat ujung seragam Jake.

"Kau begitu banyak bicara pada pemuda Ibukota itu, lalu kenapa kau hanya diam di depan kami?!" teriak Nenek, lagi.

"Percuma saja istriku, mereka sudah dicuci otaknya oleh pemuda itu," tenang Kakek. Pria tua itu menatap tajam tiap-tiap manusia yang sama memiliki mata.

METANOIA | Jake x Rei [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang