21. Masih Belum

270 34 1
                                    

Jay menatap bingung Jake yang duduk termenung di mejanya. Kenapa lagi manusia otak dangkal -kata Jay- ini. Ia duduk di kursinya di sebelah Jake. Memandang lelaki itu dengan penuh penasaran.

Jay menggeleng, ia tidak akan mencari tahu lebih jauh. Jay memilih mengeluarkan buku pelajaran pertama dan membaca ulang materi di pertemuan sebelum ini. Jay tersenyum saat di sapa Sunghoon yang juga baru datang.

Jay terkekeh kecil melihat Sunghoon mengernyit menatap Jake di sebelahnya yang masih saja melamun. Saat Jay mengalihkan perhatiannya ke luar kelas, ada Heeseung yang baru datang dan menuju kelasnya. Heeseung yang mungkin saja merasa diperhatikan menoleh, lelaki dengan mata besar itu tersenyum menyapa, Jay membalasnya singkat.

Heeseung sering bercerita bahwa dia sedang persiapan ujian kelulusan, juga tes untuk masuk kampus di kota. Lelaki itu pernah berkonsultasi bersama Ibu Park mengenai sekolah khusus yang sering dibicarakan Ibunya.

Jay tersenyum kecil. Ia merasa bersyukur pada Tuhan, bahwasanya ada orang yang mulai membuka pikiran mereka. Jika Heeseung berhasil membawa jodohnya ke kota untuk sekolah, lelaki itu sangat hebat.

Oh, jangan lupakan kalau Karina saat ini sedang mengandung. Masih ada waktu sampai gadis itu melahirkan dan Heeseung selesai sekolah. Ibu Paro dan orang pemerintah di kota pasti akan mengusahakan segala cara agar satu gadis bisa sekolah.

Jay menoleh ke arah Jake yang kini sedang mengeluarkan buku-buku pelajaran. Jay mulai menerka, sejauh apa Jake sudah berubah, ya?

Apa gadis yang merupakan jodoh Jake sudah bisa membaca? Menulis? Ya, setidaknya abjad sederhana. Akan sangat repot jika mengajari aksara dan bahasa Lava lama. Jay yang notabenenya orang kota dengan pendidikan yang lebih maju saja masih sulit hafal.

Jay sering menyarankan untuk Jake mengajari abjad serapan Lavani. Menggunakan abjad internasional yang lebih mudah. Tapi, tidak tahu apa sudah dilakukan atau belum.

"Jake!" teriak Jay. Ya, keduanya memang sulit akur dalam artian pertemanan saja. Jake yang dipanggil dengan tidak santai itu mendelik.

"Kenapa melamun? Kau memikirkan Rei cantikmu itu?" tanya Jay. Jake menghembuskan nafas seolah apa yang ada dalam pikirannya ikut keluar.

"Begini, sekarang sudah dua hari lewat dari tanggal menstruasi pertama Rei. Bu Park bilang menstruasi pada wanita terjadi setiap bulan 'kan? Dan Bu Park juga bilang, kalau tanggal menstruasi kadang sama. Apa Rei akan baik-baik saja?"

Jay mengangguk mengerti kekhawatiran Jake. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, mencoba menemukan jawaban yang cukup mudah dimengerti.

"Ibuku bilang masa menstruasi pertama para gadis memang tidak terlalu lancar. Tidak akan terjadi setiap bulan untuk beberapa waktu. Itu normal, Rei-mu itu tidak akan kenapa-kenapa. Berhenti khawatir," tenang Jay. "Dan ya, tidak selalu terjadi pada tanggal yang sama. Memang sering yang seperti itu, tapi tidak selalu, Jake. Bisa lebih maju satu minggu atau mundur satu minggu."

Jake mengangguk senang. Kekhawatiran Jake mulai berkurang. Memang Jay adalah segala ilmu pengetahuan yang tidak diketahui dia. Jake jadi membayangkan, seandainya dia sepintar Jay.

Jake di masa lalu pasti menertawakan pemikirannya sekarang. Dulu dia main-main, tidak peduli pada kemarahan Ibu dan Ayahnya tentang rangking 30-nya setiap pembagian rapot.

Jake sering melihat Heeseung duduk sembari mengerjakan latihan soal untuk masuk universitas. Lelaki yang sama nakalnya seperti dia, sekarang mulai berubah. Dari yang Jake dengar, Heeseung memberi penghargaan tingkat ketiga kepada gadisnya. Itu bagus.

"Jika aku bodoh, masuk universitas dengan uang orang tuaku, akan sulit untuk Karina di kota. Aku akan menghabiskan banyak uang untuk kebodohanku, lalu bagaimana aku menghadapi ketidaktahuan Karina nanti," perkataan Heeseung yang tidak Jake ingat pasti waktu kapannya kembali terngiang.

METANOIA | Jake x Rei [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang