43. Sebuah Fitnah Besar

183 30 1
                                    

Jake berdiri gugup di dalam kamarnya. Sedari selesai bersiap untuk pergi ke upacara pembangunan rumah ibadah baru, Jake sibuk mondar-mandir. Lelaki itu mengkhawatirkan Jay dan Ibu Park, entah rencana seperti apa yang dibuat warga desa.

Paman gagal mengetahui rencana tersebut karena Kakek dan Nenek sudah tidak percaya padanya. Sunghoon juga tidak mendapatkan informasi lebih karena kepercayaan masyarakat terhadap keluarganya memudar sejak ketahuan berkompromi dengan Jay.

"Jaeyun!" seru Rei dengan wajah sumringah. Jake memegang pinggang gadisnya yang sedang bergelayut manja pada lehernya.

Jake menunduk, mengecupi pipi dan kening Rei dengan lembut. Rei terkikik senang. Satu hal yang sangat jauh berbeda dari Rei akhir-akhir ini adalah kepribadian gadis ini yang semakin periang. Rei jadi lebih banyak bicara dan dengan cepat menyuarakan reaksi apapun mengenai suasana hatinya.

Imut! Jake mengakui dia senang dengan ini. Artinya benar apa kata Jay, Rei mulai merasa nyaman dan aman bersama jodoh tampannya ini.

Rei sudah bisa membaca satu atau dua paragraf perharinya. Rei juga sudah bisa menulis kalimat-kalimat yang lebih panjang. Kalau kata Ibu Park, Rei akan mudah menjalani tahun pertama sekolah khusus nantinya.

Jake menggandeng Rei di sampingnya selama perjalanan menuju selatan Alindra. Lelaki itu mengedarkan pandangan ke penjuru tempat, tidak ada yang aneh sejauh ini, tetapi perasaannya tidak tenang.

Jake melihat Sunghoon, Paman dan Ayah (Ayah sudah diberitahu mengenai adanya kemungkinan fitnah besar yang akan diberikan kepada dua orang dari Ibukota) melirik sekeliling seperti yang dilakukan Jake.

Jake menggeleng kepala cepat. Dia harus fokus untuk ibadah sekarang, apapun yang terjadi, seperti yang dikatakan Jay, biarkan terjadi. Tidak ada yang perlu dicegah, atau tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Jake mengambil alih nampan berisi persembahan yang awalnya dibawa Rei. Gadis itu tersenyum menunjukkan deretan gigi putih mungilnya. Jake ikut tersenyum -dalam hati berdebar kencang-.

Jake membungkuk di hadapan batu sembah, menyimpan nampan berisi persembahan itu di sebelah milik anggota keluarga lainnya. Menutup mata guna berdoa pada Sang Maha Tenang Alam Semesta.

Paman yang memiliki giliran setelah Jake mengedarkan pandangannya, lagi. Mencari sesuatu yang mencurigakan, namun tidak ada apapun. Selama dua minggu ini, Paman merasa cemas akan keadaan Jay.

Pemuda itu memiliki tekad dalam setiap sorot mata dan langkah menyusuri Alindra. Mungkin, pemuda itu juga bersiap untuk tiada apabila diperlukan. Jay adalah sebenar-benarnya pemuda Lavani yang Paman ketahui dari buku-buku lama di universitas kota.

Pemuda yang siap mengorbankan apapun untuk keberlangsungan hidup masyarakat Lavani yang lebih. Tidak takut mati, tidak takut untuk mengahadapi masalah seberat apapun.

Seorang pemuda yang sanggup berteriak "iya" di antara ribuan manusia yang mengatakan "tidak". Jay menganggap hidupnya sekarang anugerah karena pulih dari kecelakaan yang merenggut nyawa Ibunya.

Mendedikasikan seluruh hidupnya yang tersisa untuk Lavani. Benar-benar sosok pemuda Lavani yang diharapkan.

"KEPALA DESA!!" teriak seorang pria dari arah belakang dengan suara lantang.

Keramaian upacara ini terhenti karena beberapa warga desa -pria- berlari dengan seorang pemuda yang matanya ditutup kain hitam dan diikat tubuh atas serta lengannya.

Pemuda itu diseret dengan kasar. Beberapa warga desa lainnya menggotong seekor mayat sapi berlumuran darah. Pemuda yang diseret itu di banting hingga tersungkur ke tanah dekat batu sembah.

METANOIA | Jake x Rei [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang