14. Dibuat Tertarik

261 39 0
                                    

Pulang Sekolah Jake langsung memasuki kamarnya. Rumah sedang sepi, penjaga di bawah bilang Kakek dan Nenek pergi ke pasar untuk menagih utang, Paman ke luar desa untuk urusan pekerjaan, orang tuanya juga sedang mengunjungi keluarga Ibu.

Hanya ada dia dan Rei. Oh, gadis itu entah sedang apa di depan meja belajarnya saat ini. Jake mendekat dan atensinya mengejutkan Rei yang langsung menjauh detik itu juga.

"Mau makan dulu atau mandi?" tanya Rei, seperti biasa. Jake tidak menjawab, ia memangkas jarak dari Rei.

Tangannya bergerak ke belakang melewati tangan Rei, seolah akan memeluk, Rei menunduk malu. "Tolong perhatikan pakaianmu," ucap Jake tiba-tiba, lalu Rei bisa merasakan Jake menarik resleting di bagian belakang bajunya. Oh, pasti itu tidak tertutup sempurna saat Rei memakainya.

"Kau berniat menggoda siapa, huh?" Rei menggeleng atas tuduhan Jake yang tidak berdasar.

Jake menjauh dari Rei dan segera menyimpan tas di kursi. Membuka dua kancing teratas seragam yang ia pakai. "Ambilkan air minum dulu saja, aku haus," titah Jake. Rei segera pergi ke dapur menuruti perintah jodohnya itu.

Jake kembali berjalan ke meja belajar. Mengeluarkan buku-buku pelajaran, karena besok hari libur. Ia menyimpan semua alat sekolah di meja, agar di hari senin ia mudah menemukan keperluannya nanti.

Jake menatap lama buku mewarnai pemberian dari Jay dan Ibunya tadi sepulang sekolah. Buku mewarnai, buku dasar membaca dan beberapa buku dongeng anak-anak. Kenapa semua itu ada di tas Jake?

Beberapa waktu lalu, Jake pernah melibatkan dirinya untuk mengobrol secara personal dengan Bu Park dan Jay. Sedikitnya, ia mulai goyah pada keyakinan tradisi.

Ada keinginan untuk mengajari Rei cara membaca, menulis, dan berhitung dengan materi sederhana.

"Rei sangat menurut pada apa yang dilandasi tradisi. Aku tidak tahu apa ini akan berhasil atau tidak," kata Jake, waktu itu.

"Buat dia tertarik pada membaca dan menulis Jake. Begitu saja bingung," timpal Jay. Ibu Park geleng-geleng, tentu tidak semudah itu. Ia mengalaminya sendiri, akan ada perasaan bersalah karena melanggar tradisi nantinya.

"Kami punya beberapa buku dongeng anak-anak, di dalamnya ada gambar polos yang bisa diwarnai. Coba kamu berikan pada Rei, gadis mudah tertarik pada hal-hal yang penuh warna, mungkin ini bisa jadi awal," saran Bu Park.

"Apa itu akan berhasil?" tanya Jake, ragu.

"Oh!" Teriakan Jay membuat dua orang lain di sana tersentak.

"Kita pakai cara yang lebih romantis, bagaimana?" Jay menaik turunkan alisnya seolah menggoda Jake.

"Cara seperti apa itu?" Jake memang tidak mudah terpengaruh jika bicara soal digoda.

"Berikan hadiah-hadiah kecil padanya. Dengan disertai catatan sederhana, seperti kalimat pujian untuk Rei. Pasti dia tidak akan bisa membacanya 'kan? Nah, setelah dia bertanya apa artinya, kau tawarkan untuk mengajari dia membaca dan menulis nanti," cerocos Jay tanpa jeda. Jake butuh waktu lama untuk memahami apa yang dimaksud teman sesama J-nya ini.

Jaka menunjukkan wajah ingin muntah, ketika membayangkan dia membicarakan catatan berisi pujian pada Rei. Pasti ini memalukan. Mungkin ide pertama dari Bu Park lebih baik

"Oh ayolah Jake, ini sangat romantis. Selain belajar membaca, kalian akan belajar mencintai juga, ehehe.." Ibu Park ikut mengernyit heran melihat kelakuan putranya ini.

"Baiklah, aku akan melakukannya nanti. Mungkin jika aku jatuh cinta pada gadis itu, huh. Saat ini, ide dari Bu Park lebih baik."

Yang Jake ingat, setelah mengatakan itu Jay langsung melemparnya dengan bantal sofa dan meledek tak berhenti. Bahkan Jay sampai berdoa pada Tuhannya.

Jake tersentak saat Rei masuk membawa minum. Rei memandangnya polos sembari tersenyum kecil. Jake menerima gelas berisi air putih dari Rei, meminumnya dengan sekali teguk.

Jake mengambil salah satu buku dongeng anak-anak dengan gambar polos yang bisa diwarnai pemberian Bu Park. Menyerahkannya pada Rei yang menerima dengan bingung.

"Dari Guruku, aku malas. Kau warnai saja," kata Jake cepat. Rei menerimanya dengan senang, wajahnya lebih sumringah ketika Jake memberikan pensil warna dan krayon.

"Duduklah, kau bisa mulai mewarnainya sekarang. Mumpung sedang tidak ada orang, jika ada Nenek dan Kakek, kau harus menyembunyikannya supaya tidak dimarahi, ok?" Rei mengangguk antusias.

Dengan cepat Rei duduk di lantai sebelah ranjang, Jake duduk di pinggir ranjang memerhatikan Rei. Gadis itu membuka halaman pertama, memandang fokus pada gambar tuan putri yang putih polos.

Rei membandingkan dengan satu potret kecil yang berwarna. Oh, gambar polos ini harus diwarnai seperti yang ada di potret kecil di pojokan halaman.

Rei mulai mewarnai gambar itu mengikuti apa yang ada di pojokan. Jake yang melihatnya tersenyum, ya, Rei sangat mudah tertarik. Senyum bahagia Rei menular pada Jake.

Lama hening, Rei menoleh dan mendapati Jake juga menatapnya. "Jaeyun," panggilnya.

"Hm?"

"Apa yang tertulis di sini?" Rei menunjukkan satu paragraf kalimat yang terdapat di bawah gambar.

"Kau tidak bisa membacanya?" Rei menggeleng atas pertanyaan Jake. Jake mengisyaratkan Rei untuk mendekat membawa bukunya.

Jake menerima buku dongeng itu. Menatap Rei yang memandangnya penasaran. Jake tersenyum, apa semudah ini membuat Rei ingin belajar membaca.

"Ini sebuah buku dongeng, isinya tentunya dongeng. Mau aku bacakan sebentar?" Rei mengangguk segera dengan cepat.

"Judulnya, Putri Salju.." Rei menatap berbinar. Mendengarkan dengan seksama pada apa yang sedang dibacakan jodohnya.

Jake menutup buku dongeng singkat di tangannya. Terkejut melihat Rei tidur dengan kepala bersandar pada pinggiran ranjang. Oh, apa dia membaca dongeng dengan baik sampai Rei mengantuk dan tertidur.

Jake beranjak, memunguti buku-buku, pensil warna dan krayon yang ada di lantai bekas Rei. Menumpuknya dengan rapih dan diletakkan di atas meja belajarnya.

Menelisik bingung pada Rei yang tertidur. Apa yang harus ia lakukan? Membiarkannya atau mengangkat tubuh kecil Rei ke atas ranjang, atau ke atas sofa mungkin?

Cukup lama berpikir, Jake memilih mengangkat tubuh Rei ke atas sofa. Setelah dipikir-pikir, dia tidak mau jika Rei tidur di atas ranjangnya. Belum saatnya.

Tapi Jake masih baik, ia membenahi posisi tidur Rei agar lebih nyaman. Mengambil selimut dari lemari, dan menyelimuti tubuh Rei yang berbalut gaun ungu selutut. Rei dengan kepolosannya, cantik.

Entah mendapat bisikan dari mana, Jake berlutut di hadapan wajah Rei yang tidur dengan damai. Rei tidak pernah terlihat menangis, terakhir kali hanya saat kematian orang tuanya beberapa bulan lalu.

Jake tidak pernah melihat senyum gadis ini luntur. Apa hidup Rei selalu bahagia, atau dia justru tidak bisa menunjukkan rasa sedihnya seperti terakhir kali.

Tangan Jake terulur untuk merapihkan -memainkan- helaian rambut kecokelatan milik Rei, sangat halus. Tangannya turun membelai pipi putih tembam milik Rei, bulu mata Rei sangat panjang dan lentik, hidungnya tidak terlalu mancung tapi sangat cocok.

Bibir yang tidak kalah tebal dengan miliknya disentuh ringan. Bagaimana-, tunggu! Apa-apaan itu Jake. Kau mulai berfantasi liar. Jake mengalihkan fokusnya pada kening Rei. Wajahnya mendekat, bibir tebalnya bertemu dengan kulit kening yang terasa lembut.

Setelah menjauh, barulah Jake sadar apa yang baru saja dia lakukan. Dia, baru, saja, menciumi, kening, Rei.

JAKE MENCIUM KENING REI!!


***
Jatuh cinta tanpa disadari itu, selalu lucu.

Sudah saya bilang, Jake akan bucin maksimal namun sayangnya NT di percobaan pertama.

Pertama kalinya double up, ya? Gapapa, saya lagi mau. Hehe.

Tidak jadi sore, saya ada waktu luang sekarang.











Bersambung...

METANOIA | Jake x Rei [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang