13. JaSuKe

253 35 1
                                    

Hari Senin kesekian dimana kelas 11 kosong di jam pelajaran pertama. Hampir semua murid Menengah Atas secara serentak menunjukkan ketidakmauan mereka untuk bertemu dengan Guru wanita satu-satunya milik Dineshcara tersebut.

Ibu Park mengambil kursi dan duduk di hadapan Jay, Jake, Sunghoon yang tersisa di dalam kelas. Hanya terpisah meja saja. Wanita dengan pakaian modern tapi sopan itu tersenyum pada tiga muridnya. Hari ini, rambut hitamnya di ikat kuncir kuda, cantik diusianya yang kepala tiga.

"Jake, apa yang kamu katakan beberapa waktu lalu saat ada demonstrasi, kau sebenarnya ada di pihak mana?" tanya Ibu Guru Park kepada Jake yang sedang mencoret-coret bukunya asal.

"Apakah kamu memihak saya untuk menghilangkan tradisi kalian? Ataukah kamu menjelaskan semua itu agar warga desa tidak mengusir saya dan tradisi perjodohan tetap ada?" sambungnya.

Jake tampak berpikir lama. Gerakan mengetuk-ngetuk bolpoin dari Jake diperhatikan Bu Park dengan detail.

"Tidak tahu. Mungkin saja keduanya," jawab Jake sekenanya.

Ibu Park mengangguk. "Apakah kalian sudah serumah dengan jodoh kalian? Ibu dengar beberapa bulan lalu aturan lama dikembalikan," tanya Bu Park pada Sunghoon dan Jake, mana mungkin juga pada Jay.

Jake mengangguk, sementara Sunghoon hanya diam. Ibu Park mengernyit heran, Jay yang melihatnya tetap diam. Dia tidak mengerti apa-apa, walaupun Ibu sambungnya ini sering bercerita tentang tradisi yang pernah dijalani.

"Kau sekamar dengannya Jake?" tanya Ibu Guru Park lagi, Jake menggeleng.

"Belum. Ayah dan Ibu melarang kami, meskipun Nenek sering memerintahkan untuk segera sekamar karena kami sudah setahun lebih berjodoh," jawab Jake. Ibu Park tersenyum sembari mengangguk, wah, sepertinya keluarga Sim punya peluang untuk didoktrin dengan modernisasi.

"Apa ada alasan lain?" tanya Ibu Park, dia harus tahu lebih banyak untuk mengetahui celah mana yang bisa ia masuki nanti.

"Ibu ingin tahu?" Bu Park mengangguk. "Kakak perempuanku meninggal sekitar 8 atau 9 tahun lalu. Karena waktu itu belum ada perubahan apapun, setelah hari perjodohan, Kakak perempuanku langsung dibawa keluarga jodohnya dan mereka langsung sekamar. Apapun bisa terjadi 'kan? Belum dua bulan, kami mendengar kabar bahwa dia mengandung diusianya yang baru 12 tahun. Pada usia 6 bulan kandungan, kami mendengar kabar lain bahwa dia meninggal karena tidak kuat," jelas Jake panjang lebar.

Belum sempat Ibu Park merespon, Jake sudah lebih dulu membuka suara lagi, "Bibiku juga meninggal diusianya yang baru 16 tahun bertahun-tahun lalu karena alasan yang sama. Sebab itu, Ayah dan Ibu mempertimbangkannya."

"Tapi sejujurnya aku juga tidak berniat untuk melakukan hal itu segera, karena aku masih sangat muda. Jadi orang tua itu pasti berat, aku bahkan masih sekolah, bagaimana anakku makan nanti, huh," sambung Jake. Wajahnya yang sangat ekspresif membuat Ibu Park mudah menebak.

"Keputusan orang tuamu sangat benar, kalian masih sangat muda. Ibu tidak bisa ikut campur soal pernikahannya karena itu terlanjur terjadi. Tapi setidaknya, kita bisa meminimalisir angka kematian para ibu muda yang hamil," tanggap Bu Park. Ia menoleh ke arah Sunghoon yang terus diam ketika Jake bercerita tentang kehidupan perjodohannya.

"Kalau kau Sunghoon? Bagaimana dengan jodohmu?" tanya Bu Park. Hal itu membuat Sunghoon segera menoleh, terlihat terkejut.

"Jodohku?" ulangnya, ragu. Ibu Park mengangguk mengiyakan. "Dia sudah mati."

Semua yang ada di sana terkejut mendengarnya. Terutama Jake, karena dia sempat datang ketika keduanya dijodohkan. "Bagaimana bisa?" tanya Jake tidak percaya.

Sunghoon menghembuskan nafas panjang. "Aku juga baru mendengar kabar ini dua minggu lalu. Awalnya aku sangat sedih dan terpukul. Kalian tahu, dia bukan berasal dari Dineshcara, perubahan aturan yang terjadi di sini tidak mengubah apapun. Dia belum bisa kami bawa Karena aturan yang berbeda." Sunghoon diam sejenak, membuat Bu Park punya banyak praduga di kepalanya.

METANOIA | Jake x Rei [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang