Senin pagi, Jake sudah duduk anteng di salah satu kursi di kelasnya. Jay duduk di sebelahnya sembari membaca buku, oh bukan, itu komik dengan bahasa asing. Jake mengintip sedikit, bahasa yang tidak ia mengerti membuatnya manarik diri.
Seorang Guru masuk setelah lonceng nyaring terdengar. Guru wanita yang tidak lain adalah Ibu Jay sendiri.
"Selamat pagi, kembali lagi dengan saya," sapa Ibu Park. Tidak semua murid -yang keseluruhan lelaki- membalas, Park sudah kelewat terbiasa soal ini.
Meski baru 1 tahun lebih, ia sudah hafal bahwa wanita sepertinya tidak pernah dipandang baik oleh pria lain bahkan siswa-siswanya sendiri.
"Saya tahu keberadaan saya tidak pernah dianggap serius oleh kalian. Mata pelajaran yang saya ajar juga tidak begitu kalian pedulikan. Tapi untuk pembahasan kali ini, kalian harus mendengarkannya sekali saja, sisanya terserah kalian," pinta Bu Park dengan lugas. Para siswa diam dengan enggan.
"Lavani, dulu hanya bagian kecil dari negara tetangga kita sekarang. Jauh sebelum kita memisahkan diri, ada seorang pria buangan Ibukota yang diasingkan keluarganya sendiri ke Lavani.
Pria yang gagal, bodoh, tidak bisa apa-apa, selalu kalah oleh wanita-wanita Ibukota yang berpendidikan. Ketergantungan pada wanita, namun sangat arogan," mulai Bu Park. Sebagian siswanya menatap sinis saat mendengar penjelasan yang mungkin dikira hinaan tersembunyi.
Bu Park tidak peduli dan memilih lanjut bicara, "Pria itu bernama Dinesh Caratre, pria yang jadi asal muasal nama daerah yang kita injak saat ini. Pria yang menghasut banyak orang termasuk pemimpin-pemimpin dengan tipu muslihatnya.
Memfitnah wanita kota sebagai wanita tidak beretika serta sering merendahkan lelaki karena mereka punya pendidikan, dan lain sebagainya. Warga Lavani yang memang tertinggal dan bodoh pada saat itu mempercayai Dinesh dan melakukan banyak perubahan."
Ibu Park menyunggingkan senyum sinis saat melihat berbagai reaksi dari siswanya.
"Dari sana, peraturan para perempuan tidak boleh sekolah dimulai, perjodohan dini yang merangkap jadi pernikahan dimulai.
Sejak dahulu, Lavani memang menerapkan sistem perjodohan, tetapi hanya sebatas saling berjanji untuk menikahkan putra-putri mereka tanpa ada aturan yang kalian sebut tradisi lainnya seperti sekarang.
Doktrin semacam itu terus menyebar ke seluruh Lavani, dan yang paling parah serta sulit dilepaskan adalah Dineshcara karena merupakan tempat Dinesh dimakamkan setelah meninggal.
Pria itu di anggap sebagai pahlawan perubahan, ya, memang perubahan, tetapi perubahan menuju kehancuran yang semakin hancur," ujarnya keras. Dia sudah terlalu lelah rasanya. Belum lagi faktor luar sekolah membuatnya semakin tidak betah, sejujurnya.
"Kalian, para lelaki. Saya tidak tahu kenapa kalian para lelaki dianggap sangat luar biasa disaat kalian bahkan tidak bisa apa-apa, kecuali bekerja dan bercinta," cibirnya.
"Hey Bu! Hati-hati dalam bicara!" teriak salah satu siswa yang duduk di bangku belakang.
"Hey! Beraninya kau berteriak pada Ibuku!" Jay balas berteriak. Jay ini sangat urakan dimata para remaja lain, dia agak ditakuti karena latar belakangnya yang merupakan remaja Ibukota.
"Hanya itu, sedangkan kami para perempuan. Kami bisa mengurus rumah, mengurus diri sendiri dan mengurus kalian setelah menikah," sambung Ibu Park tanpa peduli tatapan menusuk dari hampir seisi kelasnya.
"Saya tahu di antara kalian, hampir semuanya sudah menikah, entah apa yang sudah kalian lakukan bersama gadis-gadis itu.
Saya dikirim dari Ibukota Lavani untuk menjadi contoh bahwa wanita bisa bekerja, mereka bisa belajar sangat tinggi dan setara.
Tapi percuma saja, saya seorang Guru yang harus mengajar, dan hanya kalian yang saya temui setiap harinya. Para gadis itu disembunyikan oleh orang tua mereka atau orang tua jodoh mereka.
Jadi yang harus saya ubah pola pikirnya adalah kalian sebagai laki-laki."
Seorang siswa menggebrak meja dan maju, sebelum dirinya sampai untuk melukai Ibu Park, Jay sudah lebih dulu menghadang.
"Apa?! Kau mau apa pada Ibuku?!" teriak Jay. Sebagai anak satu-satunya, dan keluarga satu-satunya Ibunya saat ini, ia harus bisa melindungi orang yang sangat ia sayangi itu.
"Suruh Ibumu berhenti bicara dan ikut campur tradisi kami, jika dia merasa terganggu, cukup pergi dari sini!" teriak lelaki yang kini berdiri di hadapan Jay.
Lelaki cungkring, dekil, arogan dan pasti bodoh. Jay yakin lelaki di depannya tidak hafal perkalian 3 sama sekali. Tugas-tugas sekolahnya pasti selesai oleh orang lain.
"Semoga kau cepat mati," serapah Jay tiba-tiba. Membuat lelaki itu marah dan memukulnya. Ibu Park mendekat untuk memisahkan putranya dari berkelahi.
"Bodoh, arogan, buruk rupa! Sialan kau! Cepatlah mati agar jodohmu terbebas dari kutukan seperti kau!" teriak Jay yang sedang ditarik Ibunya keluar kelas.
Jake yang sedari tadi diam dikejutkan oleh Sunghoon yang entah sejak kapan duduk di sebelahnya. "Jay sangat berani," komentar Sunghoon.
Jake tidak menanggapi, ia sibuk memikirkan apa yang tadi dijelaskan Gurunya. Benarkah itu sejarah mereka?
Sepertinya ia harus punya waktu mengobrol dengan Ibu Park secara khusus.
Kelas kembali tenang saat pergantian jam pelajaran terjadi, Guru pria datang dan langsung mengajar tanpa basa-basi. Seluruh murid kelas tenang, sialan.
Desa Alindra hanya memiliki satu sekolah dari jenjang Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas berada di satu wilayah yang sama.
Jake sudah bersekolah 10 tahun lamanya, ia jarang menganggap serius soal sekolah. Tidak mengerjakan tugas, ujian sekenanya mengisi, naik kelas atau tidak, lulus atau tidak ia benar-benar tidak memikirkannya lebih jauh.
Jake pikir, keluarganya punya cukup uang untuk membiayai sekolah sampai jenjang manapun, ia tidak perlu berusaha sekeras itu.
Setiap kelas berbeda jumlah muridnya. Tapi di setiap angkatan hanga ada satu kelas, misalnya di kelas 11 saat ini, hanya ada satu kelas berisi 38 murid lelaki.
Walaupun lebih maju tidak semua anak laki-laki di Alindra sekolah, tidak semua di antara mereka punya biaya. Meskipun gratis secara biaya pendidikan, ada keuangan lain yang tidak bisa dibeli oleh mereka yang tidak mampu.
Sebagian murid juga banyak datang dari desa lain di Dineshcara, mereka sengaja datang untuk belajar dan mengubah hidup dengan ilmu yang mereka pelajari nantinya.
Jay kembali masuk setelah beberapa saat, Guru mengizinkan tanpa banyak bertanya. Bu Park sendiri yang minta izin atas putranya sebelum dia masuk untuk mengajar tadi.
Jake menatap Jay yang datar-datar saja, seolah dia tidak pernah membuat keributan apapun sebelum ini. Dasar mental orang Ibukota.
Manusia yang hidup di Ibukota tidak pernah dipandang dengan baik di Dineshcara. Secara umum mereka lebih banyak dipandang sebagai orang yang memiliki niat buruk, niat untuk menghasut warga desa demi merubah tradisi yang selamat ini dijalankan.
Jake mengalihkan pandangannya ke papan hitam yang sekarang banyak ditulis kalimat-kalimat dengan kapur putih. Jake jarang mencatat pelajaran, sejak dahulu.
Tapi sekarang ia memilih menulis dari pada bergelut dengan pikiran yang bercabang. Tentang banyak obrolan dengan Jay, tentang perkataan Ibu Guru Park tadi.
Sesuatu membuat perasaannya tidak nyaman.
"Tuhan, kenapa ini?" lirih Jake, masih bisa didengar Jay di sebelahnya.
****
Jake kenapa, ya?Jay ini baik kok, walaupun ucapannya kayak begitu. Sumbu pendek emang, hehe.
Pengumuman sedikit, kalau jadi, besok saya mau bepergian sebentar. Sayangnya tempat tujuan saya ini susah sinyal, jadi, saya izin untuk tidak update besok, sampai paling lama hari minggu.
Bertemu lagi di hari senin, ok? Kalau misal saya tidak jadi bepergian, pasti akan update bab baru lagi seperti biasa kok.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
METANOIA | Jake x Rei [✓]
FanfictionDineshcara, adalah daerah yang berada di sebuah negeri nan jauh di sana. Negeri yang nyaris tidak tersentuh dunia, Lavani. Dineshcara mencakup enam desa, tetapi desa yang paling terkenal adalah desa Alindra sebagai pusat pemerintahan, juga menjadi...