48. Taruhan untuk Ujian

190 30 4
                                    

Jake memandang bingung benda persegi panjang di tangannya. Juga menyentuk benda berbentuk serupa televisi di depannya. Jake sudah sering melihat dua benda ini di buku-buku juga televisi. Tetapi sekarang, Jake kebingungan harus melakukan apa.

Ponsel dan laptop, dua benda yang dibeli Paman dari kota seminggu lalu. Katanya persiapan, karena sebentar lagi jaringan dan internet akan bisa diakses di Alindra.

Selama seminggu Jake terus dibuat bingung dengan dua benda ini. Paman dan Ayahnya yang sudah pernah menggunakan ketika mereka sekolah di kota mengajari Jake dengan sabar, namun sekarang sudah muak karena Jake terus melupakan segalanya.

Jake menekan tombol yang membuat laptop menyala. Lelaki itu tersenyum melihat tanda mirip tangga sudah muncul, tidak lagi tanda berbentuk bulat dengan silang di tengahnya.

Alindra dan seluruh Sabitah sudah memiliki jaringan data dan internet. Peresmiannya kemarin oleh Menteri yang tidak diingat Jake bidang apanya. Yang terpenting sudah ada.

Jake menekan satu aplikasi yang berbentuk amplop, katanya itu email. Jake harus mengirimkan pesan melalui itu kepada Jay yang berada di Ibukota. Katanya akan sampai dalam waktu yang sama ketika Jake beres mengirim.

Wah, canggih sekali!

Surat saja bisa dua minggu sampai ke rumah dari desa seberang. Ini ke Ibukota! Jake benar-benar kampungan soal teknologi.

Paman dan Ayah yang pernah merasakan kehidupan lebih modern juga mengatakan pengalaman yang sama. Terkejut, bingung, dan senang. Setelah mereka kembali ke Alindra, keduanya kembali menjadi masyarakat terisolasi.

Jake nyaris melompat dari kursi ketika ponselnya berdering nyaring. Ia meraih ponsel itu lalu menekan tombol berbentuk telepon genggam warna hijau di keyboard-nya. (Handphone yang kalau zaman sekarang disebut handphone jadul, yang ada game ularnya)

"Hallo?" sapa Jake, takut. Tentu takut, karena Ayah selalu memperingati dirinya mengenai penipuan dan hipnotis melalui sambungan telepon.

"Hai! Ini Jay. Kenapa terdengar takut?" tanya Jay dari seberang sana.

Jake berjalan menuju jendela kamarnya. Menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. "Kamu tahu? Ayah selalu bilang soal penipuan dan hipnotis melalui telepon, jadi aku agak takut, ehehe."

"Kamu yang mengirim pesan pertama. Aku Jake (meledek), lalu sekarang saat aku menelepon kamu takut? Kamu tidak menyimpan nomorku?" heran Jay.

"Bisa disimpan? Bagaimana caranya? Aku pikir sekali kirim, dan setiap mengirim aku harus menuliskan nomormu lagi, persis surat," balas Jake dengan polosnya.

Jake bisa mendengar Jay mendengus sebal di sana. "Katakan padaku, siapa yang mengajarimu?"

"Ayah dan Paman, mereka pernah ke kota, jadi sedikitnya mereka tahu," jawab Jake.

Jake berbalik saat mendengar pergerakan dari ranjangnya. Jake mendengarkan ocehan Jay sembari berjalan mendekat ke arah ranjang dimana seonggok manusia imut sedang tidur siang dengan nyaman.

Jake meraih satu boneka bebek kesayangan Rei. Memperbaiki posisi Rei hingga boneka itu kembali ke pelukan pemiliknya seperti di awal. Mengusap kepala Rei, menenangkan.

"Nona manis sedang tidur?" Jake mengangguk mendengar pertanyaan itu. Setelah itu menepuk jidatnya sendiri, menyadari kebodohannya.

"Iya, dia sedang tidur. Bagaimana di kota?" tanya Jake balik, dia baru ingat tidak menanyakan hal yang sama.

"Semua baik seperti biasa. Oh iya Jake, aku baru menerima kisi-kisi ujian dan contoh soal ujian tahun kemarin, aku akan mengirimkan filenya kepadamu melalui email. Kau akan bisa membukanya?"

METANOIA | Jake x Rei [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang