50. Ibukota

189 27 2
                                    

Rei menatap Jake dengan manik jernih yang berkaca-kaca. Tangan mungil gadis itu menarik ujung kemeja kotak-kotak yang dikenakan Jake.

"Jaeyun," panggil Rei dengan suara bergetar. Gadis itu mulai terisak pelan.

Jake yang bahkan baru membuka lemari untuk mengambil beberapa pasang baju, dibuat berbalik dan ikut bersedih. Jake mengurungkan niatnya mengambil pakaian.

Jake menarik tubuh kecil gadisnya ke dalam pelukan. Tidak tahu saja tindakan itu membuat Rei semakin menangis tersedu. Jake jadi bingung harus bagaimana.

"Ikut~," pinta Rei.

Jake meraih wajah Rei hingga menatapnya, masih dengan dagu yang menempel di dada Jake. Lelaki itu menggeleng sebagai penolakan. Mengakibatkan Rei terisak lebih keras lagi.

"Hanya sebentar, satu minggu. Setelah ini aku akan kembali dan membawamu bersamaku," bujuk Jake. Lengannya mencoba melepaskan pelukan Rei, yang ternyata begitu erat.

"Aku.. tidak mau sendirian," rengek Rei. Kaki-kaki pendek gadis itu di hentakan, sebagai tanda Rei benar-benar serius dengan keinginannya.

"Ada banyak orang di rumah. Ibu, Bibi, Paman dan Ayah. Kamu tidak sendiri Rei," rayu Jake, lagi. Rei menggeleng kuat.

"Inginnya Jaeyun saja," tolak Rei.

Masih dengan dipeluk erat Rei, Jake mulai mengambil pakaian yang akan dia bawa ke Ibukota untuk beberapa hari.

Jake menggunakan satu tangannya untuk mengangkat Rei sehingga gadis itu berada di gendongannya -seperti koala-.

Jake tetap bergerak memasukan pakaian dan dokumen penting miliknya untuk persyaratan masuk universitas. Serta beberapa dokumen penting Rei yang diminta Ibu Park sebagai persyaratan masuk sekolah khusus nantinya.

Meskipun tindakannya membuat Rei semakin histeris.

Setelah selesai berkemas, Jake duduk dengan Rei berada di pangkuannya. Gadis itu menjauhkan wajahnya dari leher Jake.

Wajah imutnya cemberut, pipinya basah karena air mata. Rei mengepalkan tangannya, menggunakan itu sebagai senjata menyerang dada Jake. Jake tersenyum sabar, meraih tangan kecil Rei guna menahan tindakan yang lebih anarkis.

Rei menarik paksa lengannya. Gadis itu berbalik dan turun dari pangkuan jodohnya. Jake segera menahan pinggang Rei yang siap meraih tas bawaannya. Pasti akan di tahan, lalu Rei akan mengancam.

"Tidak boleh," larangnya.

Jake memeluk erat Rei, menyembunyikan wajah imut itu di dadanya. "Dengarkan aku, hanya satu minggu. Setelah itu kita akan bermain lagi, aku akan membawamu ke Ibukota denganku. Kamu akan sekolah di sana, bertemu banyak orang juga," terang Jake.

"Di sana, kamu boleh mengikat rambutmu seperti yang kita lihat di televisi. Tidak ada masalah. Kita akan jalan-jalan yang banyak," lanjutnya.

Rei mendongak. Menjulurkan jari kelingkingnya ke hadapan Jake. "Janji?"

Jake terkekeh singkat. Meraih lengan Rei untuk dikaitkan jari kelingking keduanya. "Janji."

Akibat dari akan ditinggal selama satu minggu. Rei tidur dengan menindih Jake, memeluk jodohnya itu dengan sangat erat. Jake sejujurnya engap, tetapi Rei yang menginginkan ini. Mana bisa menolak.

Esok paginya. Setelah melewati sedikit drama lagi, Jake akhirnya berangkat di antar Ayah menuju terminal bus terdekat. Dari rumah mereka menggunakan kereta yang ditarik keledai, karena menurut kesepakatan, warga desa melarang adanya kendaraan bermotor berkeliaran di dalam desa.

Hanya boleh sepeda dan kereta keledai saja. Sisanya berjalan kaki. Bukan tanpa alasan, Alindra itu cukup gersang, sehingga cuacanya panas dan sangat berpasir. Ditambah kendaraan bermotor atau mobil, akan memperburuk udara.

METANOIA | Jake x Rei [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang