37. Jay Park

202 30 8
                                    

Jake termenung di kursi dekat jendela kamarnya sendiri. Sudah seminggu dia tidak masuk sekolah dengan alasan menjaga Rei. Ya, apapun yang akan dipakai oleh Jay pada semua Guru yang mempertanyakan ketidakhadiran dirinya di kelas.

Tapi Jake memang tengah fokus menjaga Rei. Gadis itu tidak mau keluar kamar, hanya duduk di ranjang sepanjang waktu. Tidak juga bicara ketika dibawakan tofik pengalihan oleh Jake.

Selama seminggu ini, Jake selalu membantu mengambilkan pakaian, membantu Rei membasuh san membalut tubuh penuh luka gadis itu, membawakan makanan tiga hari sekali.

Nenek, Kakek, dan Paman jadi yang paling muak dengan tingkah lakunya. Tapi apa peduli Jake 'kan? Ini rumah tangganya, huh.

Jake melihat Rei yang terusik dalam tidur siangnya. Lelaki itu mendekat, duduk di bagian lain ranjang yang kosong. Merendahkan tubuhnya agar lebih mudah untuk mengusap-usap kepala atau punggung Rei yang dalam posisi menyamping menghadapnya kini.

Saat telapak tangannya baru menyentuh permukaan surai kecokelatan milik Rei, ingatannya kembali pada amarah Rei tempo hari.

"Aku membencimu, Jake Sim!"

Bukan ini yang Jake inginkan, jelas. Kebencian Rei padanya, dan panggilan Jake yang diutarakan Rei terlalu asing. Hatinya seolah terkikis setiap mengingat semarah apa raut Rei saat mengatakan kalimat itu.

Jake terus mengusap-usap kepala Rei sampai gadis itu kembali terlelap dalam tidur. Jake mengurungkan niatnya saat hendak membubuhkan kecup di kening Rei.

Rei sedang meragukannya.

Pikiran Jake pergi ke empat hari lalu dimana dia datang ke rumah Jay untuk mengobrol. Kawan paling waras untuk setidaknya memberikan saran-saran atas kebingungannya.

"Rei mengatakan, dia membenciku," adu Jake, setelah cukup lama basa-basi dengan manusia yang paling benci basa-basi di depannya.

Jay berbalik dari posisinya menghadap luar jendela kamar miliknya. Menatap lelaki di hadapannya tepat di mata. Jay mengangguk ketika teman sekelasnya ini menceritakan percakapan terakhir lelaki itu dengan Rei.

"Itu wajar. Apa yang kau harapkan dari gadis yang kecewa?" sindir Jay, menusuk. Jay memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana.

"Apa kau berharap Rei akan memelukmu erat? Lalu dengan dibarengi air mata dia mengatakan 'Oh suamiku, aku merindukanmu. Aku hampir berpikir tidak akan sempat mengatakan kalau aku mencintaimu". Sungguh Jake?" Jay tertawa keras setelah mengatakan hal tersebut. Lelaki Ibukota itu memegangi perutnya yang sakit akibat terlalu kencang tertawa.

"Aku datang ke sini untuk membagi masalahku, aku ingin meminta saran darimu, ya, seperti biasa. Bukan malah ditertawakan," kesal Jake, mendumal.

Lelaki dengan rambut terang di depannya menatap Jake sembari berpikir. Jay mundur guna bersandar pada pinggiran jendela, tangannya dilipat di bawah dada.

"Jangan biarkan dia keluar dari kamar dan bertemu siapa pun, hanya biarkan dia bertemu denganmu," saran pertama dari Jay tidak dipahami Jake.

"Kenapa?" tanya Jake, berharap dia mendapat penjelasan lebih baik.

Jay menggeleng kecil. "Hanya jangan."

Jake mengangguk saja mendengarnya. Jake bisa melihat Jay kembali memasang wajah berpikir yang sangat janggal.

"Rei belum bisa beraktifitas dengan baik 'kan?" Jake mengangguk mengiyakan pertanyaan Jay. "Bantu dia saja. Pastikan di setiap aktifitas sehari-hari, ada kau yang membantunya. Mandi, berpakaian, makan, tidur, dan apapun. Jangan hilangkan kebiasaanmu membaca dongeng, lakukan meski Rei tidak meminta. Biarkan dia terbiasa dengan kau," saran Jay kali ini membuat Jake kembali mengangguk.

METANOIA | Jake x Rei [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang