51. Menentang Kematian

203 32 6
                                    

Jake duduk bersandar di kepala ranjang, dengan Rei yang tertidur pulas sembari memeluk lengannya erat. Baru ditinggal satu minggu, Rei sudah demam tinggi dua kali.

Syukurlah tidak ada hambatan di Ibukota, sehingga Jake dapat pulang tepat tanpa tambahan waktu sedikit pun.

Kondisi Rei tidak separah sebelumnya, sekarang hanya tersisa manja saja. Panasnya sudah turun, Rei juga tidak lagi mengeluh pusing. Membuat keduanya bisa makan malam bersama yang lain.

Jake mengisi piring milik Rei baru miliknya. Semua orang makan dengan tenang, tidak ada yang menunggu siapa. Semua anggota keluarga makan berbarengan.

"Jake," panggil Nenek. Jake menoleh cepat, meski mulutnya masih penuh dengan makanan.

"Bagaimana urusanmu di kota?" tanya Nenek. Jake segera menelan makanan di mulutnya.

"Semua berjalan lancar Nek. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," jawab Jake seadanya.

Nenek mengangguk. "Apa masih ada hal lain yang diperlukan sebelum mulai sekolah?" tanya Nenek.

Seluruh atensi jatuh pada Nenek. Setelah sekian lama mengasingkan diri, Nenek mulai membuka diri lagi dengan anggota keluarga lainnya.

"Tidak ada. Persyaratan sudah lengkap, persiapannya juga sudah selesai. Hanya tingga menunggu waktu mulai masuk sekolah saja," jelas Jake.

"Bagaimana dengan urusan Rei?" tanya Paman tiba-tiba. Mengubah atmosfer ruangan menjadi canggung kembali. Nenek menggenggam erat sendok di tangannya.

"Bai-"

"Nenek mengizinkanmu sekolah di Ibukota. Tapi tidak dengan Rei." Pada akhirnya, apa yang selalu diduga benar adanya.

Jake diam tidak menanggapi. Terlalu malas untuk memulai perdebatan apapun lagi. "Semua lancar Paman, Ibu Park membantu banyak tentang ini. Dalam beberapa minggu, Rei sudah bisa memulai sekolahnya." Jake memilih menjawab pertanyaan Paman.

"Kau tidak mendengar Nenek?" tanya Nenek, mulai naik tensi.

Jake meletakkan alat makannya kasar, membuat semua orang menghentikan aktivitas makan malamnya seketika.

"Aku sudah mengurusnya, semua sudah selesai. Di bagian mana aku mendengar Nenek sejak awal memangnya?" Jake balik bertanya.

Jake menoleh ketika merasakan lengannya digenggam. Siapa lagi jika bukan Rei pelakunya 'kan? Gadis itu ketakutan. Ini semua gara-gara Nenek, Jake jadi terpancing.

Entah kenapa setiap bicara atau setiap Nenek mengeluarkan pendapatnya, Jake selalu tidak senang mendengarnya. Jake dengan jelas tidak membenci Neneknya sendiri.

"Jika memang tujuannya hanya untuk sekolah, di Alindra juga sedang dibangun sekolah. Sekolah khususnya bahkan sudah mulai berjalan. Ibu dan Bibimu akan pergi ke sana. Kenapa gadis itu harus ikut denganmu ke Ibukota?" cecar Nenek. Kakek menyunggingkan senyum sini, menikmati tontonannya.

"Karena aku ke Ibukota, apalagi. Bibi dan Ibu sekolah di sini karena Ayah dan Paman di sini, lalu kenapa Rei harus di sini sedangkan aku di Ibukota," tegas Jake.

"Kakek dan Nenek tidak mengizinkanmu!" teriak Nenek.

"Aku tidak pernah meminta izin dari kalian. Ayah dan Ibuku mengizinkan kami, urusan selesai," bela Jake.

"Hey!" teriak Kakek tidak terima. Dialah kepala keluarga di rumah ini. Tidak ada yang berhak mengambil keputusan final selain dirinya.

Berdirinya Kakek membuat yang lain berdiri. Kecuali Jake dan Rei yang ditahan Jake untuk tetap duduk meski gadis itu sudah sangat ingin berdiri. Melihat kemarahan di wajah Kakek mampu membuat siapa saja gemetar.

METANOIA | Jake x Rei [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang