Noted: Bab ini dalam waktu yang akan datang akan Lady potong dan tidak lengkap. Bab lengkap akan diakses di KaryaKarsa.
Jadi, silahkan baca sebelum bab dihapus sebagian ^^
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🌹🌹🌹
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Chapter 187 | HISTORY - Pengkhianatan Nyonya Castiello
Tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama, sampai akhirnya para anak buah Jordan tumbang oleh Andru. Begitu pun anak buah Jordan yang sedang bertarung dengan para elite La Cosa.
Mungkin memang benar, tingkat kekuatan anak buah Jordan sama dengan La Cosa. Tetapi itu adalah menurut versi Jordan sendiri!
Semenjak di bawah kepemimpinan Andru, La Cosa semakin berkembang pesat. Para anggota elite juga tidak bisa dianggap remeh. Kemampuan bertarung mereka sudah jauh di atas rata-rata.
"Sialan!" desis Jordan yang melihat seluruh anak buahnya yang mengawalnya sudah dilumpuhkan.
Andru berdiri tegak di antara tumbangnya anak buah Jordan. Berdiri dengan lumuran darah yang ada di tubuhnya. Bahkan semburat merah menghiasi wajah tampannya itu.
Andru mengusap cipratan darah di pipi dan bibirnya dengan punggung tangan. Matanya tajam menatap Jordan. Sedangkan tangan kanannya sudah memegang sebuah belati lipat yang dia rampas dari anak buah Jordan tadi.
Oh My God! Andru bak seorang tiran yang bengis saat mengusap darah di bibirnya. Bukan darahnya saja tetapi ada cipratan darah dari musuh. Tentu itu karena Andru sudah mengoyak setiap titik kehidupan para tikus liar itu.
Tanpa sadar, Jordan sudah menyandera Aura dengan pisau yang ada di leher mulus nyonya Castiello itu. Tentu senyuman Jordan yang seolah belum berakhir dan masih merasa ada jalan untuknya ini, mengembang.
"Well ... well! Bagaimana kalau aku membunuh istri dan calon anakmu tepat di depan matamu wahai keponakanku, hemm?" Seringai Jordan lebar. "Sama seperti sembilan belas tahun yang lalu!" imbuhnya.
Di tempat, Andru menegang.
Bayangan peristiwa sembilan belas tahun yang lalu pun kembali terbayang. Kepalan tangan yang kuat sudah menguasai tangannya. Bahkan segala ingatan sialan yang selalu menghantui mimpinya itu, masih saja bersarang di kepala Andru.
