✨88✨

413 45 17
                                    

Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.
.
.
.


Kebosanan itu melanda sejak kemarin, Geraknya dibatasi, apa-apa dilakukan sambil berbaring baik itu makan, minum, atau menonton televisi. Wiradarma sudah menjadwalkan fisioterapi untuk memulihkan keadaan kaki si bungsu dengan Dr. Mirayu.

Selangkah demi selangkah, Alanka berjalan maju dengan tongkat beroda sebagai tumpuan. Wiradarma setia mendampingi si bungsu, memberinya dukungan semangat agar tak mudah menyerah. Terkadang ia tak sendiri, ada putra-putranya yang lain bergantian menemani, kadang pula Kakek Simon datang mendampingi cucu bungsunya.

Rasanya Dejavu, mereka seperti dibawa kembali ke masa lalu saat Alanka juga melakukan fisioterapi untuk menyembuhkan kelumpuhannya, perih kalau diingat-ingat.

" pelan pelan saja sayang, jangan terburu-buru. Mimi yakin pasti bisa " Dr. Mirayu memberi semangat, tutur katanya yang lembut membuat pasien merasa nyaman dengannya, apalagi dengan sebutan 'Mimi' yang ia sematkan pada dirinya sendiri membuat pasiennya yang masih anak kecil merasa tidak perlu takut.

Alanka menghela nafas panjang, langkah demi langkah terus dilakukan. Ia menengok ke belakang dan tersenyum, dia sudah berjalan sejauh ini tinggal beberapa langkah lagi untuk sampai ke tembok didepan sana, finish.

" Dengar apa kata Dr.Mirayu, papa disini "

Awalnya Alanka menurut sampai Theo datang dengan boneka ikan besar didekapannya, Perhatian Alanka terbuyarkan tanpa memikirkan keadaannya yang belum kondusif, tongkatnya dilempar begitu saja, Alanka berlari dan....

BRUUK

" AAAAAAA SAKIIIIIIT "

" Alanka... "

Wiradarma, Dr. Mirayu, dan Theo segera berlari setelah meletakkan boneka ikan itu dengan aman menuju Alanka yang terduduk ditengah-tengah ruangan, berteriak sakit saat ankle-nya tersentuh oleh jari milik satu-satunya wanita yang ada diruangan ini

Dr. Mirayu menghela nafas pelan, menatap Wiradarma dengan tatapan sendu.

" Astaga, itu pasti sakit " Panik Theo, temannya pernah mengalami cedera angkle saat bermain futsal, ia ingat bagaimana temannya berteriak sekuat tenaga karena sakit yang luar biasa dan sekarang yang mengalaminya malah adiknya sendiri.

Sesi terapi untuk hari ini dihentikan, Alanka
masih sesenggukan dalam gendongan Wiradarma. Bersikeras tidak mau pakai kursi roda, Theo bantu memegangi infus dengan sebelah tangan, satu tangan lagi menenteng boneka beruang.

" Sakiiit " Rintihnya menghantarkan pilu dalam diri yang lebih dewasa, Alanka menjadi kekuatan sekaligus kelemahan untuk mereka.

Wiradarma menyapukan tisu untuk menyeka keringat bungsunya dan kantuk mulai datang, perlahan mata sembab itu mulai memejam.

" Maaf Pa " lirih Theo, ia tau ini salahnya. Alanka tidak mungkin jatuh kalau bukan karena boneka yang ia bawa.

" Jangan terlalu dipermasalahkan, musibah gak pernah ada di kalender "

Senyum kotaknya mengembang, Theo merasa beruntung
terlahir menjadi bagian Anggawirya, memiliki Papa seperti Wiradarma yang pengertian, dan Mama seperti Windu yang penyayang

Bahkan disaat Windu sudah tidak ada, Theo masih merasa Windu ada disini, menjaga mereka.

______

Matahari bersinar terik ketika kelas dibubarkan lebih cepat, buru-buru Rayyan menuju dimana roda empatnya terparkir, mobil melaju meninggalkan area kampus rumah sakit. Terserah kalau Bara mau mengomel nanti yang penting dia harus ketemu Alanka dulu.

ALANKA|3 {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang