🔥139🔥

160 32 4
                                    

Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.
.
.

°Typo bertebaran°

Vote dulu biar gak lupa

Wiradarma bimbang pada tiket ditangannya, mereka sudah memesan tiket untuk kepulangan besok, hanya saja yang menjadi kendala disini adalah Devin salah menekan jumlah tiket yang seharusnya dipesan, bukannya memesan 8 tiket tapi ia hanya menekan 7 tiket saja, dan nama yang terlupa adalah putra bungsunya sehingga mau tak mau Alanka harus berbeda pesawat bersama Hansen, James, dan Aksa.

Sebenarnya bisa saja mereka naik satu pesawat namun saat itu tiket yang tersisa hanya tinggal 9 kursi, saat ingin memesan satu tiket lagi, rupanya kursi yang tersisa sudah dibeli orang lain

Sekarang ia tau putranya saat ini tengah merajuk, sejak pulang dari rumah sakit siang tadi hingga makan malam selesai, Alanka tidak menampakkan diri lagi.

" Rayyan? "

Rayyan menoleh, duduk di samping Wiradarma dan langsung menjatuhkan kepalanya di pundak yang lebih tua " Adek udah tidur Pa, tadi aku nemuin dia di balkon dan kayaknya Adek habis nangis deh " Rayyan menghela nafas, mengubah posisinya menghadap Wiradarma " Pa, adek pasti marah sama kita. Aku juga gak bisa pisah sama Adek "

Wiradarma tersenyum meremas tangan putranya bermaksud menenangkan " Lagian Alan kan gak sendirian Nak, Aksa pasti jaga dia baik-baik dan
Hansen papa yakin dia gak akan berani macam-macam.

Rayyan hanya mengangguk dan memercayakan Alanka sepenuhnya pada Aksa nanti.

.
.
.

Di tengah malam Alanka terbangun sebab rasa lapar yang mau tak mau mengharuskan ia untuk beranjak dari tempat tidur, ia melangkah keluar namun saat hendak menuruni tangga menuju ruang makan, mendadak sekelebat memori buruk menyergapnya.

Ia jatuh terduduk, tangannya gemetar disertai keringat dingin yang mulai bercucuran, kepalanya dihantam pusing yang bertubi

Disisi lain Aksa yang hendak  ke kamarnya sayup-sayup mendengar suara, ia melangkah pelan mendekati sumber suara. Matanya menyipit, menemukan siluet seseorang di dekat tangga, meraba saklar lampu dan menekannya barulah ia bisa melihat sosok itu dengan jelas

" Heh bocil "

Alanka menjambak rambutnya sendiri dan semakin histeris, Aksa buru-buru menghampirinya dan mendekap Alanka, ia tak tau apa yang terjadi pada anak ini tapi yang pasti Aksa perlu menenangkannya terlebih dahulu.

Alanka semakin terisak, meremas baju Aksa hingga kumal, tapi usapan Aksa di rambutnya membuat ia merasa lebih tenang sekarang.

" Lu kenapa sih bocil, ngigo? Tiba tiba nangis disini "

Aksa sungguh tak yakin jika bocah didepannya ini sudah berumur 16 tahun, ia lebih percaya jika Alanka masihlah seorang bocah yang duduk di bangku taman kanak-kanak, lihat saja caranya menghapus airmata itu, anak kecil sekali.

" Takut, Alan takut, Alan enggak berani "

Yang lebih tua beberapa bulan menghela nafas
" Sebenarnya lu mau apa? " Belum sempat Alanka menjawab namun suara dari perutnya yang tiba-tiba berbunyi sudah cukup memberikan jawaban

ALANKA|3 {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang