☄️113☄️

228 36 5
                                    

Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.
.
.

°Typo bertebaran°

Vote dulu biar gak lupa

✯✯


Akhirnya setelah rayuan dan perjanjian tidak akan nakal lagi, Alanka diperbolehkan pulang dari rumah sakit tapi peraturan tetaplah peraturan. Tidak ada lagi Brown di rumah, kalau Alanka mau naik kuda ia bisa pergi ke tempat dimana sekarang Brown tinggal yaitu rumah Haris, pemuda yang merupakan pelatih kuda itu pasti memiliki lapangan pacu khusus, jadi bisa memudahkan Alanka untuk bermain disana.

" Nanti boleh naik kuda lagi kan? "

" Iya boleh, sebulan sekali " Jawab Devin sambil mengikat tali sepatu Alanka, si bocah berpipi tumpah mengangguk. Dia akan patuh agar kejadian kemarin tak terulang dan tidak dihukum memisahkan biji manik lagi.

" Sudah siap? Aku bawa duluan tasnya ya, Bang Dev ini strollernya " Kata Theo meninggalkan stroller dan mengangkat tas besar berisi barang-barang si bungsu, dari baju, peralatan mandi, susu, sampai mainan. Menginapnya cuma tiga hari tapi barang-barangnya sudah seperti mau pindahan.

" Abang, Alan mau jalan aja. Enggak mau pakai stroller, malu tau Alan kan sudah besar " bibirnya mengerucut, dia ingat ada anak kecil yang pernah menertawakannya karena dia digendong oleh Abangnya apalagi sekarang dia pakai stroller

" Kemarin-kemarin biasa aja tuh " Devin memindahkan Alanka ke stroller, tapi sebelum Alanka bangkit dari sana si sulung sudah memasang sabuk pengaman. Sabuk ini tak bisa sembarangan dibuka, memakai kode yang Alanka sendiri pun tidak tau apa saja angkanya

" Tutup mata kalau malu " Ucapan Devin dilakukan Alanka, ia memejamkan mata berpura-pura tidur dan berharap tak ada yang menertawakan atau paling parah mengoloknya karena remaja sepertinya masih pakai stroller.

Selama Devin mendorong stroller Alanka, ia melihat beberapa orang menatapnya aneh tapi ada juga yang tidak peduli. Tentu saja, stroller ini ukurannya lebih besar daripada ukuran stroller yang ada di pasaran ditambah lagi kaki Alanka yang tampak menjuntai, siapapun pasti sudah menebak jika seseorang yang ada didalam stroller bukanlah bayi atau anak kecil.

Devin mengelus pipi Alanka yang memerah alami yang membuat bungsu Anggawirya itu segera membuka matanya

" Gak ada yang ngetawain kan? "

Pertanyaan dibalas gelengan, sabuk pengaman dibuka. Lalu digendong masuk ke dalam mobil. Stroller diletakkan dalam bagasi bergabung dengan tas besar yang dibawa Theo tadi.

Theo ikut masuk ke dalam mobil, duduk di bagian pengemudi. Mobil mulai meninggalkan area parkir rumah sakit

" Abang, mau jajan "

" Jajan apa? " tanya Theo sedikit melirik dari spion tengah

" Telur gulung "

" Selain, lima puluh tusuk kemarin masih belum puas? Ayo mau beli apa? " Jawab Devin, Alanka mendengus kalau soal telur gulung tidak ada yang namanya bosan.

" Panas gini enaknya Ice Cream "

" Abang setuju, kita ke cafe Ice Cream yang biasanya" Devin menyetujui ajakan Theo, mobil berbelok ke tempat tujuan

" Cafe Ice Cream? "

" Iya disana Ice cream-nya enak dan banyak variasi. Alan pasti suka, sewaktu Abang masih kuliah, Abang sering ke sana. Melarikan diri dari tugas kuliah yang menyiksa "

ALANKA|3 {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang