✨90✨

414 52 28
                                    

Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.
.
.

^Typo Bertebaran^

Sore hari mereka harus pulang karena besok semua sudah kembali ke aktivitas masing-masing, besok juga Theo dan Ival akan menghadapi sidang skripsi sebagai proses menuju wisuda, keduanya banyak mendapat wejangan dan dukungan.

Langit cerah bukan berarti tidak hujan, sebuah pertemuan menjadi awal  renggangnya suatu hubungan. Selama perjalanan Wiradarma hanya diam, mendekap si bungsu yang terlelap nyaman. Devin yang menyetir diabaikan, sorot mata memancar emosi.

Sesekali melalui spion tengah Devin melihat ke belakang, keningnya berkerut heran karena sikap sang Papa yang tak biasa, mengingat-ingat apakah dirinya melakukan kesalahan atau sesuatu yang membuat Wiradarma membisu seperti ini

Namun kalau ditelisik lebih jauh, Wiradarma diam setelah Bimo--Ayah Zevania--datang lalu menjemput putrinya. Ada apa diantara mereka berdua, keduanya pun tadi tak banyak bicara selain hanya menyapa dengan berjabat tangan lalu setelahnya Wiradarma menjauh dan kembali untuk mengajak pulang.

Alanka membuka matanya, berusaha melepaskan dari lingkungan Wiradarma namun pria itu tak berkutik, melamun sambil menatap keluar jendela. Si kecil merengek, Rayyan yang mendengar suara sang adik menoleh kebelakang

" Pa " Panggilnya namun tak ada respon

" Papa! " kali ini lebih keras namun Wiradarma tetap tak bereaksi, Rayyan berdecak berbalik dan mencondongkan tubuh sampai telunjuknya menyentuh pundak Wiradarma, pria itu terkesiap

" Adek Pa "

Seperti ditarik dari alam bawah sadar, Alanka akhirnya lepas dari dekapan erat Wiradarma. Bocah itu cemberut dengan tangan terlipat didepan dada, menjaga jarak.

Wiradarma mengusap wajahnya kasar, menghela nafas lelah.

" papa sakit? " Tanya Rayyan, Alanka dan Devin ikut melirik. Wiradarma menggeleng, dia baik-baik saja.

" Terus kenapa aku lihat dari tadi Papa cuma diam? "  Pertanyaan Devin sengaja diabaikan, putra sulung keluarga Anggawirya itu menghentikan mobilnya dan turun dari mobil

" Gantian Rayy " Ujarnya, tanpa protes Rayyan segera keluar dari mobil dan bertukar posisi dengan Devin, padahal jarak mansion hanya tinggal satu setengah kilometer lagi.

Mobil kembali melaju dikendalikan oleh Rayyan sementara Devin menyumpal telinganya dengan earphone, menyandarkan punggungnya dan memejamkan mata.

" Abang Abang " membuka matanya kembali kala merasakan pundaknya digoyang

" Alan mau duduk depan "

" Sebentar lagi nyampe Dek " Sahut Rayyan fokus pada jalur

" aaaaaaa mau duduk depan. " Rengeknya hampir menangis.

" Biarin aja " Sahut Wiradarma ketus, Rayyan agak terkejut mendengarnya pasalnya belum pernah sekalipun Papanya itu berbicara dengan nada demikian. Ada apa sebenarnya?

ALANKA|3 {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang