🍀104🍀

238 41 5
                                    

Tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata
.
.
Tokoh, peristiwa, dan tempat dalam cerita ini
Bersifat fiktif
.
.
.
.
.
Typo Bertebaran
.
.

Alanka mendadak drop, demamnya mendadak tinggi. Ia menggigil namun berkeringat, nasal kanula berganti dengan masker oksigen, bibir yang biasa sewarna pecah kini terlihat pucat, matanya sayu seperti tak ada kehidupan. Hening selain suara elektrokardiogram yang menghiasi ruangan, Wiradarma menggenggam tangan sang anak yang mungkin menurutnya saja jadi lebih kecil, lihat pergelangannya yang menyembulkan tulang itu.

" Papa " lirihan itu menarik perhatian Wiradarma, ia menghela nafas mengulas senyum tipis sambil mengurai rambut Alanka yang mulai memanjang 

" Kalau sembuh nanti rambutnya dipotong ya biar rapi, poninya kalau kena mata gatal kan? "

Alanka mengangguk lemah, masih menggenggam telunjuk Wiradarma.

Sepenggal ringtone terdengar di ponselnya, Wiradarma mendapati nama Phillias tertera disana

" Papa angkat telepon sebentar ya, sebentar aja "

Alanka mengangguk seiring dengan Wiradarma menjauh, meraih boneka kelinci yang dibelikan oleh Rayyan sebelum ia pergi mengikuti kegiatan mengunjungi rumah sakit di luar kota dan melakukan penelitian disana selama satu Minggu, jadi Rayyan menitipkan boneka yang ia beri nama Bunny ini sebagai pengganti dirinya

Wiradarma kembali setelah pembicaraannya dengan Phillias melalui telepon, raut wajahnya berubah, menatap Alanka yang mendekap Bunny dengan mata terpejam.

Besok Phillias akan datang untuk meminta kesaksian langsung dari Alanka tentang kejadian di gua saat itu, Wiradarma sebenarnya merasa berat akan hal ini, takut akan membangkitkan trauma. Tapi jika ia menolak, kasus ini tak akan menemukan titik terang.

" Papa kenapa? " 

Mengambil termometer dan mengapitkannya di ketiak Alanka, suhunya memang masih tinggi tapi lebih rendah dari tadi malam, dari 43 derajat ke 38 derajat.

" Little prince, Ingat kan sama Om Polisi nah  besok dia mau kesini "

" Sama Bang Zero juga? "

Wiradarma mengangguk, ia menarik nafas dalam

" Besok Zero datang buat tanya-tanya sama Alan "

Alanka menatap Wiradarma " Tanya apa? "

" Tentang kejadian di Gua, Alan mau kan jelasin semuanya. Tapi kalau Alanka belum siap, kita bisa tunda Nak. Papa cuma mau semua ini berakhir "

Alanka terdiam sejenak, kejadian itu benar-benar meninggalkan kesan yang pahit namun Alanka tidak ingin menyusahkan orang-orang yang ingin membantunya karena bagaimanapun cepat atau lambat orang itu harus segera ditemukan, jangan sampai ada orang lain yang mengalami hal sama, cukup ia.

" Alan siap Papa "

Wiradarma tersenyum lega, tadinya sudah was-was kalau Alanka akan menolak " Anak Papa hebat sekali, Papa kabarin Om Phillias dulu ya Nak " mengetik pesan singkat yang ia kirimkan pada temannya yang berprofesi polisi  tersebut.
.
.
.
.

Melepas sepatu sembarangan dan melempar tas asal, Rayyan menghempaskan tubuh lelahnya di sofa. Pengamatan yang ia lakukan menyaksikan operasi yang berjalan hingga berjam-jam membuat tenaganya terkuras, tak cukup hanya berdiri di pojokan sangat lama ia juga harus memerhatikan jalannya operasi dan mencatat beberapa poin penting untuk nanti dipresentasikan didepan dosen pembimbing dan teman-teman sekelas.

ALANKA|3 {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang