5

4K 212 1
                                    

Kemarin, johan memindahkan Harlan dari rumah sakit pinggir kota ke rumah sakit besar dan ternama miliknya.

Melihat keadaan anaknya yang parah apalagi saturasi oksigen yang rendah dan kekurangan nutrisi, ia memberi infus tambahan dan memasang oksigen, perlahan kondisi putranya membaik.

Sesampainya di rumah sakit, johan memerintahkan perawatan dan dokter disana menangani anaknya secepat mungkin.

Johan sendiri yang mengawasi anaknya ditindak, sebenarnya ia ingin ikut menangani putranya tapi ia tak kuasa melakukan itu.

****

Hari ini, Hatinya semakin sakit saat hasil pemeriksaan anaknya, ia tidak bodoh melihat hasil itu ia kembali frustasi dan sedih.

Kankernya semakin parah ternyata pengobatan yang anaknya jalani di rumah sakit lama tidak membantu, ia juga akhirnya tau bahwa obat yang digunakan tidak sesuai dengan obat yang Harlan bayar.

Apalagi kanker anaknya kini sudah menjalar ke organ lain yaitu paru paru.

Johan dengan amarah menelepon seseorang dan meminta pihak rumah sakit dituntut.

Langkah johan terhenti di depan ruang VVIP dimana ruang putranya dirawat, johan ragu membuka pintu itu, ia memilih menuju ke tempat nurse station di bagian VVIP.

Di sana ia melihat perkembangan anaknya, dan meminta pemeriksaan putranya pagi ini.

Ia melihat dengan teliti dan meminta perawat di sana memberi obat tambahan.

Tanpa johan sadari Dikta berdiri didekatnya sedari tadi, Dikta tentu tau apa yang ayahnya lakukan.

Saat johan berbalik ia melihat Dikta di hadapannya.

"Harlan tidur" Dikta memberi tahu johan, karna ia tau ayahnya ingin menjenguk tapi terlalu gengsi dan malu.

Mereka akhirnya berada di kantin.

"Ayah ga jadi minta maaf?" Dikta menyesap kopi hangatnyan.

Johan mengaduk kopi dengan malas menyahut.

"Jadi, ayah lagi ngumpul keberanian"johan terkekeh pilu di akhir.

"Lebih cepat lebih baik yah, mama sama gina juga belum tau, kapan ayah mau ngasi tau?" Dikta kembali mengungkit hal yang johan bicara kan kemarin.

"Ayah belum tau kapan, ayah belum siap bang" johan jujur pada Dikta, ia sungguh tidak siap bahkan ia belum menerima kenyataan.

"Abang tau ga? Dulu ayah pernah nyewa detektif buat nyari Harlan, sepulangnya ayah dari makan malam kolega bisnis ayah, disana ayah liat rekan ayah bawa anaknya yang seumuran sama Harlan, trus pas ayah pulang di jalan ayah liat anak seumuran Harlan jualan di lampu merah. Ayah merasa seharusnya nasib Harlan kaya anak kolega ayah, bukan nasib seperti anak yang ayah temui di lampu merah." Ingatan johan kembali ke masa masa ia mulai merasa menyesal telah mengusir anaknya.

Karna ego dan gengsi ia menutupi keinginan itu.
"Sebulan setelah itu detektif ayah dapat info tentang Harlan, ayah malah ga peduli, karna perusahaan ayah lagi sibuk, apalagi saat itu ayah lagi bangun rumah sakit ini." Lanjut johan ia bercerita apa yang ia alami selama ini.

"Dan ayah malah berhentiin detektif itu, sampai hari supir Ayah kecelakaan, dan dibawa ke rumah sakit, yang ternyata disitu ada pasien yang ga terurus, bahkan dia sampai jatuh akibat kesakitan di atas bangkar sendirian, di pinggir lorong" Dikta mendengar dengan seksama.

"Dari situ ayah penasaran, dan nyari tau dia, pas ayah baca rekam medis dia ayah iba, tapi Pas ayah baca nama pemilik rekam itu ayah kaget setengah mati, ayah sampai cari kartu keluarga kita yang lama, nama dan tanggal lahirnya sama persis, besoknya ayah lansung cari dia" johan menjelaskan hari dimana ia bertemu Dikta di rumah sakit.

langkah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang