Pintu mobil Dikta tutup, lalu melajukan mobilnya ke suatu tempat.
Setelah sampai ditujuan, halte bus yang sering ia singgahi disana sudah ada Harlan yang memejamkan matanya, entah ia tertidur atau hanya sekedar memejamkan mata sejenak.
"Harlan" Dikta memanggil setelah menurunkan kaca mobil, Harlan segera masuk.
"Lu suka taco ga? Atau burrito?" Tanya Dikta pada Harlan yang terlihat berfikir.
"Lu tau kan?" Tanya Dikta kembali pelan memastikan.
Harlan mengangguk.
"Tau, tapi ga pernah rasa sebelumnya" sahut Harlan jujur.
Dikta tersenyum simpul.
"Nanti lu rasa, lu harus suka" ucap Dikta dengan ucapan khasnya yang terkesan memaksa atau memberikan pernyataan. Harlan hanya tersenyum menanggapi.Selama perjalanan mereka sudah mengobrol lebih akrab dari sebelumnya, Dikta kini mulai menceritakan hal hal kecil pada Harlan, agar suasana tidak terlalu canggung.
Dikta dapat bernafas lega saat Harlan membalas dengan baik, dan mereka bisa membuat suasana menjadi lebih hangat.
"Ya kan itu-" suara hantaman keras terdengar, suara rem yang berdecit tak kalah keras, diikuti suara orang orang yang berteriak.
"Astagfirullah" ucap Harlan, Dikta mengerem mendadak, saat mobil didepan mereka menabrak sebuah bus yang biasa Harlan tumpangi.
Segera Harlan turun, tidak mendengar Dikta yang memanggil.
Ia berlari menuju area kecelakaan, ia segera menyelamatkan para korban, ia terlebih dulu menyuruh para penumpang dengan luka ringan segera keluar, ia juga membantu bapak bapak tua yang sudah rentan keluar sebelum terjadi sesuatu."Hati hati pak, mas maaf bisa tolong bawa bapak ini ke sana, di sana masih ada korban" Harlan menitipkan bapak tua tersebut pada seseorang.
"Boleh boleh" orang tersebut lansung mengambil alih bapak tua itu."Makasih mas" ucap Harlan ia berlari ke dalam bus yang sudah terbalik.
Disana ia melihat pemuda yang terluka karna pecahan kaca, pendarahan di pahanya harus segera dihentikan.
Karna dalam keadaan tak sadar, dengan sigap Harlan melepas kemeja lusuhnya, mengikat bagian paha pemuda itu sekitar beberapa centi dari pendarahan, agar pendarahan terhenti.Saat ia sedang berusaha membawa pemuda itu, Dikta segera membantu.
"Eh Abang" Harlan tentu terkejut melihat Dikta yang lebih dulu membawa pemuda itu di punggungnya."Urus yang belakang" Dikta segera membawa pemuda itu keluar.
Harlan berjalan pada seorang bapak bapak, dengan pakaian kantor."Bapak, pak, ada yang sakit?" Tanya Harlan ia menyadarkan bapak tersebut yang terlihat kesakitan mencengkram Dadanya.
Lalu ia mengecek denyut nadi bapak tersebut.
"Ya Allah" gumamnya, tanpa ia sadari Dikta sudah kembali."Gimana?" Tanya Dikta.
"Bapak ini shock, mungkin ada masalah di jantung" jelas Harlan secara sederhana."Jadi ini gimana?" Tanya Dikta, ia tentu takut jika berlama lama, bus bisa saja meledak.
"Kita bawa beliau keluar dulu, beliau harus di tangani secepatnya, pak, bapak tenang ya" Harlan menenangkan bapak tersebut, agar tidak panik dan membuat detak jantung semakin cepat, atau memperparah kondisi beliau."Biar gua aja" sela Dikta, ia memegang lengan Harlan saat ingin membopong pria itu.
"Ga papa bang" Harlan membantah.
"Lu keluar dulu, mungkin ada yang butuh lu di luar" dengan otak pintanya, Dikta berhasil membuat Harlan keluar tanpa perlu berdebat.****
Saat ia keluar dari ambulans, di sana wanita dengan rambut pendek, dan jas putihnya menangani pasien yang Harlan beri penanganan.
"Bapak ini shock, kemungkinan ada masalah di jantungnya, dehidrasi, juga, tidak ada luka serius" dokter tersebut mengerti, ia segera membawa masuk pasien tersebut.
Dikta dan Harlan berdiri di depan UGD setelah semua korban di bawa kerumah sakit, ia juga dengan detail menjelaskan semua kondisi pasien pada para tenaga kesehatan.
Helaan nafas panjang Dikta menandakan bahwa ia lega.
Menoleh pada Harlan yang fokus melihat pasien kecelakaan di tangani."Ga nyangka gua lu keren juga" puji Dikta, Harlan hanya terkekeh.
"Ga juga" ucap Harlan, ia tak mengakui dirinya.Melihat tubuh Harlan yang terlihat berbeda, danjuga dari ekspresi Harlan Dikta curiga.
"Lu sakit?" Sentak Dikta.
"Engga" sangkal Harlan, Dikta tentu tidak percaya.
"Ada bawa obat ga lu? Duduk dulu lan" Dikta menuntun Harlan duduk di kursi tunggu.
"Ada" sahut Harlan singkat, ia mengeluarkan obat dari kantong celananya.Dikta segera berlari membeli air, melihat tangan Harlan yang bergetar saat membuka bungkusan obat Dikta segera membantu.
"Bismillah" gumam Harlan sebelum menenggak obat obatan pahit itu.
"Bagian mana yang sakit lan?" Dikta masih mengkhawatirkan Harlan yang terlihat tak baik baik saja.
"Udah mendingan bang, yuk pulang" ucap Harlan mengajak Dikta.
****
"Bu supplier dari Jerman kehabisan stok Bu" ucap asisten salsa padanya.
"Hubungi supplier di Belanda" sahut salsa."Ada Bu, tapi harganya lebih mahal" ucap asistennya.
"Saya ga peduli, pesan saja sebanyak yang mereka punya" titah salsa.
"Yang penting kualitas di toko saya ga berubah." Salsa menatap asistennya yang mengangguk patuh."Untuk varian terbaru, saya mau di launching bulan depan, segera hubungi tim kreatif" salsa keluar dari ruangan, tanpa ambil pusing ia pulang kerumahnya mengistirahatkan diri.
"Mama kapan pulang?" Gina turun dari lantai dua melihat salsa yang duduk di sofa di ruang keluarga.
"Barusan, kamu udah makan?" Tanya salsa ia meletakkan tas Birkin di atas meja, lalu menuju dapur."Belum ma, kita tunggu ayah atau gimana?" Tanya gina, ia sebenarnya ingin menunggu sampai lengkap tapi melihat jam di dinding ia tak jadi berharap.
"Makan kita aja dulu ya nak" salsa mengelus rambut panjang gina, ia menaruh lauk sesuai keinginan gina.
Tak lama Johan pulang.
"Loh kok ga nunggu ayah" Johan meletakkan tas di sofa lalu berjalan ke meja makan duduk di samping salsa, ia membuka mulut, salsa yang paham menyuapkan Johan di sampingnya."Enak banget" puji Johan atas masakan istrinya.
"Adek makannya dikit banget, kenapa ,diet?" Tanya Johan sedikit bergurau."Ih ayah mah nyebelin" gina yang merajuk segeta di bujuk oleh Johan dengan segela cara.
Setelah mereka makan, mereka bertiga duduk di ruang keluarga menonton tv, saat tantangan tv berpindah pada Chanel lain, ada berita yang sangat buming tentang dua pemuda yang melakukan aksi heroik menyelamatkan korban kecelakaan bus, di persimpangan jalan.
Terlihat foto Dikta di tampilkan, dan sosok lainnya yang tidak terlihat wajahnya, mereka bertiga tidak mengeluarkan suara satupun.
Entah apa yang mereka pikirkan, tentunya mereka tau siapa pemuda satu lagi yang di jelaskan oleh wartawan bahwa, pemuda tersebut sangat membantu para korban bahkan rela mengorbankan dirinya di saat detik detik bus yang terbalik akan meledak, karna bensin yang tumpah.
Di sana mereka melihat juga bagaimana cerita dari pada korban yang menceritakan bagaimana pemuda tersebut membantu mereka dengan sigap.
****
Maaf ga sesuai ekspektasi kalian, akhir akhir ini lagi sibuk, soon aku triple up lagi ya, insyaallah
KAMU SEDANG MEMBACA
langkah
Randomcerita seorang putra yang ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan keluarga yang telah lama tidak menerimanya.