37

1.7K 183 13
                                    

Suara kicauan burung dan ricuh lingkungan rumahnya yang telah ia dengar bertahun tahun membuatnya sudah sangat terbiasa.

Harlan lansung berpakaian seperti biasa, ia melihat bagian lutut celana jeans nya yang robek semakin luas.

Tapi ia acuh lalu meminum obat sebelum keluar rumah. Ia juga memasukkan beberapa obat ke dalam kantong celananya untuk jaga jaga

"Pagi lan" ucap pria baruh baya tetangga nya.
"Pagi beh" sahutnya, tangan pria itu melayang, Harlan pun memberi tepukan

"Beh Harlan mau kerja doain moga selamat dunia akhirat ya" pintanya di iringi gurauan.

"Doain babeh juga, samain aja deh biar simple" sahutnya, babeh Rashid memang terkenal random dan Harlan sangat suka sifat tersebut.

"Harlan pamit beh" babeh memberi kedua jempolnya.

"Heh lo, mau ke mana pagi bener, kaya orang kantoran aja lu" suara khas nyak Imah terdengar dari warung, senyum cerah Harlan terbit.

"Assalamualaikum sayangku" gurau Harlan, ia menoel dagu nyak Imah, seketika tangannya di tepuk.
"Jangan lu kira lu cakep semena mena lu, lu mau nyak kejang gara gara lu" tawa Harlan pecah.

"Nyak sa ae deh" ucapnya, nyak lalu mengeluarkan sesuatu dari saku daster.
Nyak imam menarik tangan Harlan "Ni buat lu" ia mengeluarkan satu saset tolak angin.

Lagi lagi Harlan terkekeh, kelakuan random dari nyak Imah telah ia saksikan sedari dulu, hal itu lah yang akan selalu menjadi hal yang akan sangat ia rindukan suatu hari nanti.

" Udah Sono kerja lu, jangan ngudud lu awas aja ampe nyak tau, tu paru paru nyak setrika" ucapnya, Harlan memberi gerakan hormat.

"Siap komandan" nyak lalu mencubit perut berotot Harlan.
Lalu suara spontan Harlan terdengar.
"Harlan pamit nya, assalamualaikum" tak lupa punggung tangan wanita tua itu ia cium.


Bus berhenti di saat yang tepat, ia segera masuk, dan duduk di kursi kosong, tak lama di perbehentian selanjutnya banyak penumpang lain yang masuk.


Masuklah segerombolan anak anak berpakaian seragam, Harlan yang tertidur tentu tak tau ada mereka.

Tapi karna seorang anak yang awalnya meringis perlahan menangis, Harlan terbangun melihat anak itu memegang kelingkingnya, teman teman anak itu tentu mengerumuni.

"Ada apa" suara berat Harlan yang ia usahakan agar terdengar lebih lembut malah mengagetkan mereka.

"In- ini bang ga tau kenapa" ucap temannya, saat tak ada satupun yang menyahut setelah beberapa saat.

Lalu Harlan mengode agar gadis kecil itu mendekat, awalnya ia takut tapi ia perlahan maju.

"Yang mana?" Tanya Harlan, terdengar cuek bukan tanpa alasan itu karna ia baru terbangun dari tidurnya.

"Ini" gadis kecil itu sesegukan menunjukkan jarinya, Harlan dengan lembut menyentuh kelingkingnya.
Ringisan kecil terdengar Harlan tentu menatap wajah anak itu, ia perlahan merasakan dan menghela nafas.

"Sakitnya dari kapan?" Harlan masih memegang tangan gadi kecil itu.
"Dari kemaren" sahutnya ia berbicara walaupun masih terdengar isakan.
"Kamu ngapain aja coba cerita" Harlan sengaja agar fokus anak itu teralihkan, ia meniup lembut jari anak itu, jari jarinya perlahan mengurut.

Cerita anak itu terus berlanjut sampai suara
Krek
Anak itu melotot Harlan tersenyum manis.
"Udah deh, sakit ga?" Tanyanya? Anak itu menggeleng ia masih menganga.

Harlan terkekeh, ia melihat sekeliling, pandangannya terpadu pada salah satu teman anak itu yang telah menghabiskan es krim.

"Abang boleh minta stik es krimnya?" Pinta Harlan, anak itu mengangguk.
"Ini jarinya udah ga papa, kalo masih sakit datang aja ke UGD, atau puskesmas boleh juga." Harlan mematahkan stik es krim menjadi dua, membuat seakan akan stik es krim itu sebagai penyangga sementara.

langkah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang