38

1.6K 168 5
                                    

Pelukan pelepas rindu itu tak bertahan lama, Dikta mendapat telepon dari salsa yang khawatir karena tak menemukan gina disana.
"Kakak ikut juga" ucap gina memelas, ia memegang erat tangan Harlan, Harlan mengusap tangan adik perempuannya itu.

"Kapan kapan kakak ikut ya, sekarang kamu sama Abang dulu" Harlan dengan lembut membujuk gina yang menggeleng kuat.

"Aaa kakak" gina merengek, Harlan pun terkekeh.

"Besok kakak ke sini lagi, adek mau kakak bawain apa?" Harlan mengelus rambut gina.

"Ga usah bawa apa apa, pokonya kakak harus datang, janji yaa" mata mereka saling bertemu dan Harlan mengangguk, ia mengangkat jari kelingkingnya, dan dikaitkan oleh gina.

Simbol perjanjian itu, menjadi ikatan agar Harlan kembali menemuinya esok hari.

Dan mereka pun berpisah, walaupun belum ikhlas, gina belum cukup puas melepas rasa rindu bertahun tahun.

Gina berkali kali melihat kebelakang, Harlan setia melambai, jarak mereka semakin jauh, perasaan di hati keduanya semakin berkecamuk.

Begitu kedua saudaranya hilang dari penglihatan, Harlan segera mengatur nafas yang memburu, ia bertahan berdiri cukup lama dalam keadaan kesakitan,kini ia tertatih untuk duduk di tempat yang sebelumnya diduduki gina.

Manusia bodoh mana yang tidak paham dengan tubuhnya sendiri, Harlan tentu tau apa yang terjadi, tubuhnya semakin lemah, mulai dari kegiatan sehari hari yang terhambat.
Karna ia sudah mulai susah menunduk, bungkuk dan sebagainya.
Hal itu tak pernah membuatnya mengeluh sedikitpun, menurut harlan.
'ga ada yang mau mendengar keluhan gue dan ga ada yang perlu di eluhkan'.

Seringkali saat sholat ia hanya sanggup berdiri sampai rakaat ke 2 dan ia lanjutkan dengan posisi duduk, ia sering merasa bersalah saat rukuk nya tidak sempurna.

Ketika ia terlalu lelah, maka saat ia sholat ia harus menyiapkan kursi, itu sudah menjadi kebiasaannya, kini ia juga berusaha agar meminimalisir gerakan membungkuk saat beraktivitas, ia kini meletakkan barang barang yang sering ia pakai di meja atau diatas sesuatu, yang dapat memudahkannya.

Mirisnya tak ada satupun orang yang tau perihal kesulitannya selama ini, ia juga tak berniat memberi tahu.

Tepat saat senyum nyak Imah ia dapat, seolah lelah hilang entah kemana, hidup bertahun tahun sendirian, ia hanya memiliki nyak Imah sebagai satu satunya orang yang dapat dipercaya.

"Sini lu duduk" nyak Imah menepuk bagian bangku di sebelahnya.
Harlan tentu menurut, tubuhnya sudah tidak kuat untuk berdiri terlalu lama, ia pun menyenderkan punggungnya, dan mengatur nafasnya lagi.

"Ni makan, habisin awas aja sampe ga abis" nyak Imah menyerahkan segelas susu hangat untuk Harlan, yang terlihat kelelahan, dan kurang sehat.

"Nyak pandang pandang Harlan gitu, kaya orang falling in love aja" ucap Harlan, setelah meneguk susu di genggamannya.

"Banyak bacot lu cil, lu sakit kan? Ngaku lu cil" tuduh nyak Imah ia menangkap ke dua tangan Harlan dan meneliti seluruh tubuh anak itu, Harlan hanya tertawa.

"Kaga usah ketawa lu, gua kepret tau rasa" omel kecil nyak Imah sungguh menjadi hal yang selalu berhasil menghangatkan hatinya.

"Harlan ga sakit nyak" ucap Harlan, nyak Imah melepas genggamannya.
"Nyak ga suka orang bohong"ucap nyak Imah, dari nada dan kata kata nyak Imah, Harlan tentu paham.

Harlan pun duduk menyamping.
"Nyak... Insyaallah Harlan ga papa, nyak doakan yang terbaik aja yaa" ucapan Harlan membuat nyak Imah sedih.

"Lu ga pernah jujur sama nyak, nyak tau nyak bukan orang tua lu, nyak maklum kalo lu ga terus terang sama nyak" suara nyak imah terdengar menusuk di telinga Harlan.

langkah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang