Tak ada yang tau, mau bagaimana pun seorang ibu tetaplah ibu.
Salsa harus menanggung rasa rindu dan bersalahnya sendiri, di sisi lain ia harus berbakti pada suaminya, juga harus mengurus anak anaknya yang lain.Salsa juga selalu menghabiskan waktu di gudang saat tidak ada orang dirumah, ia memandang foto foto putranya yang memuat banyak memori.
Ia juga sering menghabiskan waktu di kantor hanya untuk menonton rekaman yang berisi di mana anak anaknya tumbuh kembang.
Selain itu ia juga sering menghabiskan waktu di kantor, agar ia tak terlalu larut dalam kesedihan.
Namun tak ada yang tau tentang itu, ia menanggung tangisannya sendiri, hatinya tentu sangat remuk saat melihat sang buah hati yang ia duduk dengan sangat baik, di maki oleh orang lain di tempat umum, sangat membuatnya sedih.****
Kantin sekolah adalah tempat yang selalu ramai di sekolah, Gina dan Kila duduk berdua.
Saat mereka sedang menikmati mie ayam, beberapa orang datang di meja mereka.Gina tau siapa mereka, tapi ia berusaha diam dan tentang, seperti ucapan seseorang padanya dulu.
"Gua tau lu sok Sokan ga liat" ia menertawakan Gina yang berusaha sesantai mungkin.
"Siapa lu? Ga usah ganggu orang" Kila dengan jiwa tomboy nya lansung berdiri."Waw aku takut" lelaki itu meledek Kila.
"Ni orang gila ngapain sih" ucap Kila, lelaki itu terlihat kesal.
"Gua ga ada urusan sama lu, urusan gua sama si tukang ngadu ini" orang itu mendekat pada gina yang menatapnya nyalang."Ups, sorry gua lupa sekarang lu udah ga bisa ngadu" ia tertawa puas, gina yang marah sekaligus kesal menggenggam erat sendok di tangannya.
"Lu sekarang udah ga bisa apa apa gin, Abang lu yang sok jago itu ga bisa melindungi lu lagi" ia berucap dengan wajah menyebalkan.
Karna sudah jengah Kila menarik kerah belakang lelaki itu.
"Apa apaan sih lu" ia menyentak tangan Kila."Lu pergi, sebelum gua marah" Kila yang sudah marah memberi peringatan.
"Emangnya lu siapa sih? Cewe ga jelas belagu amat, untung lu cewe" lelaki itu berlalu pergi, tapi ia sempat sempatnya, memberi senyuman licik pada gina."Gin lu oke?" Tanya Kila yang cemas, melihat Gina yang menunduk.
Gina tak menjawab ia mengangguk pelan.****
Pintu ruangan Dikta ada yang mengetuk.
"Masuk" ucap Dikta dari dalam.
Pak timo masuk, Dikta menyambutnya.Mereka mengobrol sebentar di sofa, sebelum akhirnya pak timo mengungkapkan tujuannya.
"Jadi begini Dikta, saya sangat berterima kasih atas kerja keras kamu selama ini, dan saya sangat bangga tentunya, kamu selalu bisa mencapai bahkan lebih dari target" mendengar ucapan pak timo Dikta deg degan, ia takut telah melakukan kesalahan."Maka dari itu, saya akan mempromosikan kenaikan jabatan kamu" lanjutannya, Dikta lansung lega dan senang.
"Terimakasih pak timo, Dikta sangat berterima kasih atas kebaikan bapak selama ini, saya juga senang bekerja dengan bapak" lalu mereka berjabatan tangan.
Tentunya Dikta senang dengan jabatan barunya.
Kerja kerasnya selama ini tidak sia sia, apalagi ia tak pernah mau menggunakan privilage ayahnya, ia memilih berjuang sendiri, karna memang tekat dan otaknya yang cerdas ia dapat unggul dengan cepat.****
Setelah mendapatkan alamat Harlan, tanpa berfikir panjang Johan segera mengunjungi rumahnya, ia mengikuti google maps yang membawanya ke jalan yang sangat sempit, dan menurutnya lingkungan kumuh.
Melihat lingkungan seperti itu ia tak menyangka anaknya dapat hidup bertahun tahun dalam keadaan yang jauh berbeda darinya.
Sampai ia berada di depan gang kecil, yang tentunya mobil tidak bisa masuk, ia berhenti di sana melihat kembali alamat yang dikirimkan seseorang.
Setelah yakin, ia turun membawa barang barang di tangannya.
Perasaan gugup melanda, seperti ia pertama kali tampil di depan publik.Sepanjang perjalanan, orang orang sekitar melihatnya bingung, Johan juga ikut bingung apa yang salah darinya, tapi ia acuh melanjutkan langkahnya menaiki lantai dua, tangga demi tangga ia naiki, semakin dekat ia pula semakin gugup.
Sampai di depan pintu Harlan, ia menenangkan dirinya, ia juga mengingat kembali kata kata yang telah ia siapkan. Sampai ia mengetuk pintu saat ia sudah siap.
Ketukan demi ketukan ia lakukan, tapi tak ada yang membuka ataupun menyahut, namun ia tak menyerah, Johan masih mengetuk pintu, dengan keberaniannya ia memanggil Harlan, walaupun suaranya terdengar ragu.Tapi tak kunjung ada yang membuka, ia menunggu cukup lama sampai tetangga Harlan melihatnya disana.
"Permisi pak, cari siapa ya?" Tanya seorang wanita dengan anak kecil di gendongannya."Saya cari Harlan, anda tau dimana Harlan?" Tanya Johan dengan bahasa bakunya, membuat wanita itu merasa janggal.
"Bapak siapanya ya kalo boleh tau?" Tanya wanita itu, ia tak ingin memberi info sembarang."Saya ayahnya harlan" ucap Johan dengan yakin.
Wanita itu terlihat tidak percaya, ia menatap Johan dari ujung kepala sampai ujung kaki."Saya ga berani kasi tau pak maaf" wanita itu pamit lalu pergi sebelum Johan menanyakan hal lain.
Waktu terus berlalu Harlan tak kunjung pulang, akhirnya johan menyerah, ia melihat bagaimana matahari tenggelam, Johan dengan perasaan sedih dan kecewa pulang, ia masih menenteng barang barang untuk putranya.
****
Di sisi lain, Harlan sedang bersama Dikta di dalam mobil, kini mereka semakin dekat, Dikta sering bercerita tentang kesehariannya."Gua mau traktir lu apapun yang lu mau" ucap Dikta tiba tiba.
Harlan menatapnya tak percaya.
"Serius lu bang?" Harlan memastikan.
Dikta mengangguk."Yakin bang apapun?" Tanya Harlan lagi.
"Yakin lah lu kira gua miskin?" Gurau Dikta.
"Oke, apapun kan, gua pengen bakwan malang mang Nurdin di perempatan depan bang" ucap Harlan."Selain itu lan" "sahut Dikta menolak halus.
"Kan katanya apa aja" sahut Harlan tak terima.
"Bukan gitu juga kali cil"ujar Dikta membuat Harlan terkekeh di sampingnya."Lu maunya bakwan malang kan? Biar gua beliin tapi bukan punya mang Nurdin" ucap Dikta, ia mencari restoran di handphonenya.
"Yaudah deh boleh, emang kalo udah hampir malem gini restoran masih buka?" Tanya Harlan polos.
"Biasanya masih, tapi kita cari dulu'' sahut Dikta serius dan jelas oleh Dikta."Kalo ga ada gimana bang?" Tanya Harlan penasaran.
"Kita cari sampe ketemu" sahut Dikta ia mengikuti arahan google maps.Sesampainya di restoran yang Dikta percaya higenis dan sehat, mereka pun masuk.
Mereka duduk di kursi menunggu bakwan malang pesanan mereka."Gimana enak ga?" Tanya Dikta saat Harlan menyicipi bakwan malang di hadapan mereka.
"Enak banget tapi agak hambar" ucap Harlan berbisik, tak ingin di dengar orang lain.
"Ngapain bisik bisik" Dikta tertawa karna tingkah adiknya."Namanya juga jaga perasaan orang bang" ujar Harlan kembali memakan bakwan malang itu.
"Bener ni bang kurang micin" lanjutnya.
"Lu ga boleh makan micin" ucap Dikta membuat Harlan terkekeh.****
Ni up satu dulu, lagi males ga rame yang vote hahahhah
KAMU SEDANG MEMBACA
langkah
Randomcerita seorang putra yang ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan keluarga yang telah lama tidak menerimanya.