Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai cleaning service, ia mendapatkan panggilan dari Reza Agar mengambil hasil pemeriksaan.
Karna dokter Reza dan dokter lainnya sedang sangat sibuk sebab ada kecelakaan beruntun, Harlan dimintai datang besok untuk penjelasan.
Harlan tak lansung membuka, ia memilih membukanya dirumah.
Saat dirumah, Harlan baru saja mendudukan dirinya, ia membuka dengan santai, karna ia pasti tidak terkejut dengan hasil pemeriksaan.
Ternyata dugaannya salah, disana tidak tertera penyakit yang ia idap, melainkan kanker tulang belakang.
Tangannya sampai bergetar, menutup wajahnya dengan telapak tangan, tak lama ketukan pintu terdengar.
Harlan Segera memasukkan kertas itu kembali dan menyembunyikannya.
Harlan agak kesusahan membuka pintu rumahnya yang rusak, ia harus agak mengangkat agar pintu bisa terbuka.
Terlihat Abangnya kembali berkunjung hari ini ia membawa plastik belanjaan.
Tanpa banyak omong ia memberikan pada Harlan dan pulang.
"Makasih bang" ucap Harlan tulus, Dikta menyahut dan pulang begitu saja.Didalam mobil, ia kembali teringat nasib adiknya, Dikta tidak bodoh ia tau betul apa yang terjadi di kehidupan adiknya, ia sangat memperhatikan, ia selalu iba mulai dari pintu rumah Harlan yang untuk membukanya saja susah, pintu kulkas yang sudah rusak namun masih Harlan gunakan.
Toilet sempit juga lingkungan kumuh, yang dipenuhi preman dan kericuhan sepanjang jalan.
Bukan tanpa alasan Dikta memberikan Harlan makanan, ia tau betul adiknya sering makan makanan yang sudah tidak layak, disana ia juga menyelipkan suplemen dan vitamin.
****
Dikta meminta hasil pemeriksaan pada pihak rumah sakit, namun ia tak mendapatkan karna peraturan yang tidak mengizinkan seseorang mengetahui info pribadi orang lain.
Ia menggerutu, kesal berniat mengunjungi Harlan, sudah satu Minggu ia tak mengunjungi adik malangnya itu. Karna kesibukan di kantornya.
Namun ia tak menemukan Harlan dirumah, pintunya terkunci, saat ia tanya pada penghuni lain, mereka menjawab sudah beberapa hari tidak melihat Harlan.
Dikta mulai cemas, kemana adiknya pergi, ia menelepon informannya yang selama ini memberikan informasi tentang Harlan.
Tapi ia tak mendapat jawaban.
Dikta telah mencari ke tempat kerja Harlan tapi hasilnya nihil.Beberapa bulan berlalu, ternyata Harlan memilih melakukan pengobatan di rumah sakit kecil di pinggir kota, dengan uang tabungan yang ia kumpulkan selama ini, yang awalnya ingin ia gunakan untuk menyewa rumah yang lebih layak.
Dengan uang yang tidak banyak, dan biaya pengobatan yang mahal, ia mulai kesulitan, apalagi kondisinya semakin memburuk, ia sering merasa kakinya kebas, bahkan hilang Kendari sampai terjatuh.Di rumah sakit ini, dengan uang yang tidak banyak ia tak bisa menyewa ruang rawat, ia harus berada di bangsal dengan pasien pasien lain, yang penyakit beragam.
Dikala sakitnya menyerang ia harus mendengar suara anak kecil berteriak, dan orang yang muntah juga batuk darah, di dekatnya.
Tubuhnya semakin hari semakin lemah, ia menyadari akan hal itu, dokter tua disna juga sudah meminta Harlan untuk dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar agar mendapatkan penanganan yang lebih baik, namun karena masalah keuangan Harlan tak bisa.
Terkadang saat terbaring di ranjang rumah sakit, pikirannya melayang saat ia masih bersama keluarganya dulu, dan ia sempat berfikir bagaimana kabar kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
langkah
Randomcerita seorang putra yang ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan keluarga yang telah lama tidak menerimanya.