Pagi buta karna pikirannya dipenuhi Harlan, Dikta segera bersiap berangkat ke rumah sakit.
Saat hendak keluar ia melirik ke arah adik perempuannya yang tertidur lelap, lalu ia mendekatinya dan memberi tahukannya bahwa ia akan pergi.
"Adek... Abang berangkat ya..." Lalu ia mengecup kening gina. Agar saat terbangun gina tidak mencari dirinya, ia juga meninggalkan note untuk gina.
Me
Lan, gua mau kesana.Tanpa menunggu balasan Dikta segera menyambar kunci mobil dan turun dari lantai 2.
Saat gerakannya terhenti akan panggilan sang ibu ia berbalik.
"Dikta, mau kemana nak?" Tanya Salsa dengan senyum hangat, mengawali hari Dikta yang ia anggap awal yang indah, senyum tipis pun ia berikan.
"Ada keperluan ma, Abang izin ya" lalu ia melangkah dan mencium tangan ibunya, meminta izin.
"Iya, hati hati ya bang, semangat" salsa memberi gestur semangat, membuat Dikta tersenyum cerah.
****
Di sepanjang jalan menuju ruangan Harlan, Dikta melihat kegiatan pagi beragam dari orang lain, mulai dari cleaning service yang mulai membersihkan rumah sakit, para perawat dan dokter dengan kesibukannya di UGD.
'dulu Harlan pasti kerjanya sepagi ini' batin Dikta saat melihat interaksi para cleaning service, yang bekerja di iringi gurauan.
"Gini aja kamu ga bisa, kalo ga siap jadi dokter mending ga usah" bentak seorang senior pada junior nya yang menunduk dalam.
Dikta hanya melihat sekilas kejadian itu, ia mengalihkan pandangannya ke arah lain, dimana banyak pasien yang memiliki permasalahannya masing masing, keluarga dan kerabat pasien yang setia menunggu bahkan di luar rumah sakit, orang orang yang ketiduran di luar menunggu keluarga ataupun kerabat mereka yang sakit, membuat Dikta teringat kembali pada adiknya yang selama ini berjuang sendirian.
Tak terasa ia telah melangkah di depan ruangan adiknya.
Saat daun pintu terbuka, Harlan sontak menoleh."Loh Abang, pagi bener bang" ucapnya dengan nada bersemangat, Dikta tak menyahut, ia membuka jaketnya dan menggantungkan di tempatnya.
"Gimana kabar lu?" Ia menarik kursi di sisi Harlan.
"Alhamdulillah baik lah bang" sahut sang adik masih dengan suara riangnya.Dikta sedikit heran ada apa dengan adiknya, biasanya ia hanya akan menjawab seadanya dan sedikit canggung juga kaku.
Tapi keheranannya ia hiraukan.
Ia terlalu fokus pada senyum manis milik Harlan."Semalam ada sakit ga?" Nada ketus Dikta perlahan ia kurangin.
"Alhamdulillah bang ga ada, kayanya" awalnya Harlan terdengar yakin, tapi setelah ia berfikir sejenak ia ragu, tapi saat melihat tatapan Dikta ia segera terkekeh dan meralat ucapannya."Eh enggak deh, ga sakit" ia menggaruk tekuk nya yang tak gatal.
"Lu pasti belum makan" Dikta lagi lagi memberi pernyataan buka pertanyaan.
"Iya belum" kali ini Harlan mengiyakan.
"Lama amat tu pramusaji" keluh Dikta melirik jam di tangan kirinya.
"Ya sabar atuh bang, kan pasien ga cuma gua" ucap Harlan sedikit menenangkan Dikta, yang memiliki sifat tidak sabaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
langkah
De Todocerita seorang putra yang ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan keluarga yang telah lama tidak menerimanya.