9

2.9K 211 5
                                    

Langkah tegap ia bawa ke dapur, masih dengan pakaian formal dari rumah Harlan, dikta duduk dengan kepala menunduk, ia memijat pelan pangkal hidungnya.

Sampai tak berapa lama Manusia lain mengarah padanya.
"Abang, baru pulang? Laper ya? Mau mama masakin?" Wanita cantik yang tak lekang oleh umur itu melihat putranya yang terlihat kelelahan.

Gelengannya ia berikan sebagai jawaban, sang ibu paham jika putra nya itu pasti sedang mengalami masa sulit, apalagi wajah penatnya menyiratkan tanpa perlu diberi tau.

"Ada masalah di kantor ya bang?" Sang ibu duduk menemani anaknya.
"Enggak ma" suara Dikta terdengar walau terkesan malas.

"Ayah mana ma?" Sebelum sang ibu kembali bertanya, ia lebih dulu menanyakan hal lain.

"Ada di dalam kamar, lagi istirahat" sahutnya.
Dikta mengangguk saja.
"Abang ada perlu? Mau mama panggil?" Dikta menolak.
"Yaudah mama lanjut istirahat Dikta mau bersih bersih dulu" Dikta beranjak naik ke lantai dua.

Bukannya istirahat Dikta malah membuka buku tebal, ia membaca kata demi kata di sana.
Buku tebal itu, ia pelajari dengan seksama. Tanpa sadar ia telah membaca sampai pukul 1 pagi.

Setelah merasa cukup ia menandakan bacaannya dan beralih ke tempat tidur.

Tepat setelah matanya memejam, bayangan adiknya kembali menghantui, senyum manis, tatapan kosong dan lugu.
Hatinya semakin tergores mengingat hal itu.

****

Pagi pagi sekali Dikta sudah siap dengan pakaian rapi, ia duduk di meja makan dengan buku tebal yang ia baca semalam, melanjutkan bacaannya, dengan kopi panas mengiringi.

Tak lama sang adik perempuan datang dengan seragam sekolah dan rambut yang ia gerai indah.

"Abang, tumben pagi pagi udah baca buku aja" ia mendudukkan dirinya di sisi lain meja.

"Abang mau kuliah kedokteran kaya ayah??" Adik perempuannya itu bertanya tanya.

"Engga tau juga ni" sahut nya singkat, lalu menyesap kopi hangatnya.

"Enak ya bang jadi Abang, udah pinter rajin pula" Dikta hanya terkekeh mendengar kalimat ngawur adiknya.

"Adek udah siap?" Johan datang lalu duduk di bagian ujung meja makan, gina dengan senyum manis mengangguk bersemangat.

"Udah ayah" balasnya.
"Ayah tau ga Abang mau kuliah kedokteran" ucap gina, dengan mengarahkan pandangannya pada sang kakak yang sedang fokus membaca buku tebal itu.

Awalnya Johan tersenyum saja ingin membalas candaan putrinya itu pada Dikta, tapi saat melihat buku yang Dikta baca dan tatapan tak bersahabat dari putranya, ia urungkan niatnya itu.

"Dek tanya mama gih, kapan Matengnya, nanti kamu telat lagi" sang ayah mengalihkan gina ke dapur ia ingin memberi Dikta ruang.

Jempol sebagai jawaban, gina berjalan ke arah dapur.

"Abang mau ngomong sesuatu?" Seakan tau ada sesuatu pada putranya, ia memilih bertanya lebih dulu.

"Enggak" singkat Dikta, ia tak mengalihkan pandangan dari buku tebal itu.

Johan tersenyum tipis ia menghela nafas.
"Ayah tau kamu ga suka dunia kesehatan" Johan masih mengajak Dikta yang terlihat suasana hatinya sedang tak baik.

Dikta menjawab dengan deheman.
"Kamu-" belum sempat kalimatnya terpotong saat istri dan anaknya duduk di meja makan.

Dua ART berjalan membawa lauk, ke meja makan.

langkah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang