"Udah paham?" Tanya Harlan dengan nada yang membangkitkan semangat para anak anak, mereka pun berseru.
"Paham" sahut mereka serentak.
"Nah kalo gitu, ayo yang mau coba" Harlan melihat mereka satu persatu yang malu malu."Ga ada yang mau ni? Kalo ga mau ga akan bisa loh" ucap Harlan beberapa dari mereka menoel temannya di samping.
"Atau mau bang Harlan panggil aja?'' tanya Harlan, beberapa dari mereka Setuju ada juga yang tidak.
"Ayo Lucy, mau pilih teman atau sama bang Harlan?" Tanya Harlan memberi pilihan.
"Ga tau" sahut Lucy yang malu malu.
"Sama Damian aja" celetuk bocah gembul, ia segera maju."Nah gini dong kaya Damian berani" Harlan memberi tangannya, Damian memberi tos pada Harlan.
"Ayo kita mulai" Harlan mengajari mereka tiap step dengan pelan agar mereka paham, dan tentunya dengan cara yang sederhana.
Setelah 30 menit berlangsung Harlan yang paham sikap anak anak yang mudah bosan pu melakukan sebuah game.
"Kalian mau main game ga?" Tanya Harlan pada anak anak yang terlihat mulai lesu, saat ia bertanya mereka kembali antusias.
"Mau mau" sahut mereka.
"Kita main game untuk melatih fokus ya" ucap Harlan ia pun berdiri, diikuti para anak anak."Gimana cara mainnya kak?" Tanya seorang anak perempuan dengan mata bulatnya.
"Gini caranya, pas kak Harlan bilang maju kalian mundur, kalo kakak bilang mundur kalian maju. Gitu juga kalo kakak bilang ke kanan kalian ke kiri, kakak bilang ke kiri kalian ke kanan. Paham?" Jelas Harlan panjang lebar, beberapa dari mereka mengangguk, ada beberapa yang diam tak paham.
"Yang ga paham sini biar kak Harlan ajarin" mereka yang tidak paham pun berdiri di hadapan Harlan.
"Maju" ucap Harlan, lalu ia melangkah ke belakang.
Ia menatap mata mereka.
"Mundur" harlan maju satu langkah, ia menatap mata mereka semua, seolah melihat apa mereka menangkap."Kanan" Harlan melangkah ke kiri.
"Kiri" lalu ia melangkah ke kanan.
Lalu ia mengangguk seolah bertanya apa mereka paham.Dengan yakin mereka mengangguk.
"Okee ayo kita mulai."ucap Harlan sontak mereka menyahut ria.
"Ayooo"****
Harlan sekarang berada di rumahnya, ia menjahit celananya yang robek di bagian lutut, di sana telah ia jahit berkali kali.
Bahkan tak ada satupun pakaian sehari-hari Harlan yang layak, hanya beberapa yang lebih baik, itu pun pemberian nyak Imah atau orang lain.
Nyak Imah sering mengomelinya karna tidak memakai pakaiannya pemberiannya.
Harlan beralan jika sayang kalau baju ataupun celana itu ia pakai.
Karna kurang hati hati ia tak sengaja menusuk jarinya sendiri.
"Iya sebentar" ucap Harlan saat ketukan pintu terdengar."Lama amat lu ngapain" Dikta masuk begitu saja, ia membawa makanan lagi.
"Ni gua bawa makanan buat lu" ucapnya meletakkan barang belanjaannya pada meja makan kecil.
"Tadi gua telpon lu, kenapa ga lu angkat?" Tanya Dikta ia duduk di kursi meja makan, membuka paper bag, mengambil sandwich.
"Ni buat lu" ia sengaja memesan dengan isian khusus untuk Harlan.
"Makasih" ujar Harlan pelan, di balas anggukan oleh Dikta, yang mulai melahap sandwich itu."Udah minum obat lu?" Harlan menjawab.
"Udah, barusan" lagi lagi Dikta mengangguk."Heh, pertanyaan gua belom lu jawab ya" Dikta mengingatkan Harlan.
"Hah? Yang mana?" Harlan terlihat bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
langkah
Randomcerita seorang putra yang ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan keluarga yang telah lama tidak menerimanya.