Ikatan janji, mengharuskan Harlan menenggak obat anti nyeri dosis tinggi, disebabkan punggungnya nyeri luar biasa dari semalam.
Merasa lebih baik ia, hendak ke rumah sakit, bekerja sekaligus menuntaskan janjinya.
Sebelum itu ia menyempatkan diri menemui nyak Imah dan bergurau sejenak.Kali ini bus yang ia naiki sangat sepi, mungkin karna weekend.
Hari ini ia mendapat bagian membersihkan, di bagian lain.
Sebenarnya hampir seluruh bagian rumah sakit pernah ia datangi, dan ia juga sudah hafal betul seluk beluk rumah sakit itu."Mas, lantai berapa?" Tanya seorang pria berpakaian santai pada Harlan yang baru saja masuk.
"Lantai 3 mas" sahut Harlan ramah.
Lalu pria ia menekan tombol angka 3.Sampai ditempat tujuannya, Harlan dengan cekatan segera menyelesaikan tugasnya, seperti biasanya.
Salah satu ruangan yang ia bersih kan adalah ruangan wanita tua, yang sendirian.
"Permisi Bu, saya izin bersih bersih ya" sebelum memulai tentu ia mengutamakan kesopanan.
"Iya, silahkan" wanita tua itu menyahut dengan lemas, ia bahkan hanya tak sanggup membuka mata sepenuhnya.
Saat Harlan mengepel bagian, didekat dengan wanita itu, beliau berkata.
"Mas, umur kamu berapa?" Suara lemahnya dapat Harlan dengar dengan jelas.
"25 Bu, umur ibu berapa?" Harlan tentu tidak memutuskan percakapan, karna menurutnya wanita itu kesepian dan membutuhkan teman berbicara.
"Saya. Tahun ini 69" sahutnya.
"Ibu lahir bulan apa? Siapa tau sama" tanya Harlan lagi.
"Saya 22 februari, kamu?" Lalu Harlan berbalik dan membuat ekspresi terkejut, dan senang."Samaa" sahutnya dengan nada ceria, energi positif dari Harlan dapat membuat wanita tua itu lebih bersemangat.
"Ah, kamu bohong" ucap wanita tua itu dengan senyum tipis yang manis.
"Nih kalo ibu ga percaya" Harlan menyimpan pel di tempatnya, dan memperlihatkan KTP nya, dari dompet rusak, yang sudah tak karuan, betapa lembeknya dompet tersebut mungkin bisa luruh kapan pun.
Mata wanita itu menyipit saat melihat huruf dan angka kecil di kartu berwarna biru itu, foto pemuda berumur 18, tepat 7 tahun yang lalu, cukup berbeda dengan sekarang.
"Loh bener" Harlan tersenyum bangga.
"Namanya Muhammad Harlan Al Ammar. Namanya bagus banget, sama kaya karakter orangnya" ucap wanita itu menyerahkan kembali KTP tersebut pada Harlan."Nah, ibu kan udah tau nama Harlan, sekarang Harlan mau tau nama ibu siapa" ucap Harlan. Ia menyodorkan tangannya.
Lalu tangan keriput dihiasi selang infus yang tertancap di punggung tangan, menjabat tangan Harlan."Safiyah Nur Halimah" ucapnya.
Harlan mengubah ekspresinya seolah sedang serius."Baik Bu Safiyah nur Halimah. Saya senang bertemu dengan anda." Ucapnya di balas tawa ringan oleh wanita itu.
"Ah, ketawa ibu bikin candu. Kalo gini kerjaan Harlan ga siap siap" ia lalu mengambil kembali pel dan mengepel lantai, sembari mengobrol ringan, Harlan bercerita kegiatan sehari harinya di rumah sakit sebagai cleaning service.
Dan Bu Safiyah bercerita tentang kehidupannya sebagai wanita karir yang sudah lama pensiun, dan kini hidup sendiri setelah sang suami meninggal dan anak anaknya sibuk dengan kehidupan pribadi.
"Makasih sudah menemani ibu ya, harlan" ucapan wanita itu sebelum Harlan menyelesaikan tugasnya.
"Sama sama ibu, Harlan seneng ketemu orang kaya Bu Safiyah. Semangat ya Bu, semoga besok ketemu lagi" wanita itu mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
langkah
Randomcerita seorang putra yang ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan keluarga yang telah lama tidak menerimanya.