Harlan membuka pintu rumahnya dan masuk, orang itu berdiri di depan pintu Harlan, ia ingin mengetuk namun ragu.
Akhirnya pria itu mengetuk pintu.
Tak lama Harlan membuka pintu, ia terlihat kaget, mendapati pria didepannya.Pria itu ia persilahkan masuk, dan duduk di sofa usang, Harlan terlihat terburu buru memberesi beberapa barang yang berantakan, walaupun sebenarnya sangat rapi dan bersih.
Pria itu melihat tingkah Harlan, ia tidak mengeluarkan kata sedikitpun sedari tadi.
Harlan berdiri di balik tembok dan bernafas, ia terlihat gugup.
"Abang udah makan?" Tanya Harlan setelah berfikir puluhan kali.
Pria itu menggeleng.
'jujur bener' batin Harlan, ia tersenyum tipis dan memasak masakan di dapur kecil yang menyatu dengan ruang tamu.Pria yang ia panggil Abang memerhatikan seisi rumah nya, sangat sederhana namun terkesan nyaman dan hangat, disana hanya terdapat 2 sofa usang, meja makan kecil yang hanya muat 2 orang, dan kulkas yang sudah rusak, terlihat Harlan mengikatnya dengan tali karna pintunya telah terlepas.
Ia melihat ke dinding banyak sekali karya lukisan yang ia yakini itu karya Harlan, ia tersenyum tipis, sangat tipis bahkan tidak terlihat.
Tak lama masakannya siap.
Mereka duduk berhadapan Harlan gugup setengah mati, ia sampai sering melakukan kesalahan.
Harlan mengambil sendok dan kembali meletakkannya, ia menyusun piring dengan tidak tenang.
Saat makan Harlan masih saja gugup dan tidak tenang, lain dengan orang didepannya, orang itu tampak tenang dan menikmati.
"Khem" deheman pria itu mengalihkan perhatian Harlan.
"Kenapa ga enak ya?pedas?" Tanya Harlan ia takut masakannya tak enak, padahal Harlan telah menggunakan bahan makanan yang ia simpan, ia menggunakan bahan makanan yang baru, tidak seperti biasanya ia memakan makanan yang telah expired atau yang diberikan pedagang sayur karna tidak habis.
"Enak" sahut pria itu singkat.
'bego, dia ga peka apa tolol' sebenarnya pria itu ingin memulai pembicaraan.Harlan tentu tidak nyaman dengan situasi dingin seperti ini.
"Kau.... Selama ini tinggal di sini?" Tanya pria itu pelan, akhirnya ia memilih memulai percakapan walaupun terkesan aneh.
Ia melihat sekeliling dan berakhir pada wajah adiknya, yang telah lama tak bersama.
Harlan mengangguk dengan senyum tipis, tentu ia merasa malu, ia mengartikan kakaknya itu menganggap remeh atau menyedihkan dirinya.
Ia mengusap lengannya, karna tak nyaman.
Lagi lagi suasana kembali hening.
"Kau bekerja dimana?" Tanya pria itu lagi, ia tak menyerah.Harlan terlihat agak terkejut dan takut, dengan ragu ia menjawab.
"Di proyek pembangunan gedung, di dekat sini" ucap Harlan, ia memilih mengakui satu pekerjaan.
Pria itu mengangguk ia tau Harlan tidak sepenuhnya berbohong.
"Apa gaji mu cukup?" Tanyanya lagi, tanpa ia sadari, walau Harlan tersinggung dengan ucapannya, senyumnya masih terpatri.Harlan hanya mengangguk.
****Gara pulang ke rumahnya, sepulangnya dari kediaman adiknya, ia merenung sepanjang perjalanannya.
Ia selama ini mencari adiknya, ternyata adiknya tidak jauh darinya, walaupun berbeda kota.
Ia selalu merasa bersalah tiap mengingat apa yang adiknya lakukan untuk bertahan hidup, ia bahkan pernah mendapatkan info dari informannya, tentang Harlan yang sering mengambil makanan expired dan meminta sayur di pasar yang telah layu.
KAMU SEDANG MEMBACA
langkah
Randomcerita seorang putra yang ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan keluarga yang telah lama tidak menerimanya.