29

1.5K 143 4
                                    

Menjelang sore, Dikta yang terjebak kemacetan, hanya melamun di dalam mobil.

Kini ia teringat adiknya lagi, saat beberapa hari yang lalu ia menginap di rumah Harlan, sepanjang malam ia terbangun karna suara batuk dari Harlan.

Melihat tubuh Harlan yang ia kira kedinginan ia memberikan selimut tipis milik Harlan, yang Harlan berikan padanya, lalu ia memakaikan pada Harlan.

Ia juga tak sengaja melihat kotak bekas yang berisi amplop putih, ia melihat lebih dekat.

Ternyata itu amplop yang selalu Dikta tinggalkan di meja makan, itulah kebiasaan Dikta tiap berkunjung, tentu ia bermaksud tak ingin menyinggung perasaan adiknya yang notabenenya pria pekerja keras.

Maka dari itu ia memberinya dengan cara yang berbeda, tapi ternyata selama ini Harlan tak pernah menggunakan, ia mengumpulkannya di dalam kardus itu.

Lalu Dikta melirik pada Harlan yang tertidur, betapa menyedihkannya sang adik, apalagi ia sempat melihat pakaian Harlan yang sebenarnya sudah tidak layak pakai lagi, lagi lagi karna sifat keras kepala Harlan dan Dikta yang selalu menjaga perasaan Harlan, ia hanya diam.

Sebelum tidur, mereka sempat mengobrol, dimulai dari Dikta yang ingin mempererat hubungan mereka kembali.

"Lan, lu akrab banget sama ibu ibu yang lu panggil nyak itu ya" ucap Dikta, Harlan mengangguk.
"Akrab banget malah bang" ujar Harlan, lalu ia bercerita.

"Jadi beliau itu dulunya punya anak seumuran Lu bang, anaknya udah lama meninggal karna kecelakaan pas mau pulang, nyak Imah merasa bersalah udah dukung dia kuliah di luar kota, nyak Imah juga merasa bersalah karna ga sempat minta maaf, katanya dulu beliau sering maksa anaknya itu buat belajar, nyak Imah ga mau anak nya berlarut larut dalam kemiskinan" jelas Harlan, Dikta mendengar dengan seksama.

"Satu tahun kemudian setelah meninggal anaknya, nyak Imah ketemu gua, trus beliau bilang pas liat gua ke ingat anaknya yang udah ga ada, makanya beliau anggap Harlan udah kaya anak sendiri" sambung Harlan, kini Dikta paham kenapa Harlan begitu di sayang dan diperhatikan oleh wanita tua di ujung gang.

"Berarti lu disini udah berapa tahun?" Tanya Dikta, matanya melihat lihat ke sembarang arah di kamar sederhana milik Harlan.

"Tanggal 1 februari kemaren, pas 5 tahun" ucap Harlan dengan detail.
Lalu Dikta kembali bertanya.
"Dua tahun sebelumnya lu dimana?" Tanya Dikta pelan, terasa sakit saat ia berucap.

"Nomaden gua bang" Harlan tertawa getir, Dikta semakin sedih.
Melihat Dikta yang terdiam Harlan segera memperbaiki keadaan.

"Pindah pindah bang, kadang sewa kamar, kadang numpang di rumah temen, kadang dimana aja" ucap Harlan, ia kini mengingat kembali masa masa kelam itu, dimana ia sendirian harus bertahan hidup sebisanya.

"Lu pasti kesulitan banget lan, apalagi lu ga bawa apapun dari rumah" Dikta memejamkan matanya.
Jeda sesaat sebelum Harlan kembali bercerita.

''biasa aja, Alhamdulillah nya Harlan ketemu sama orang orang baik, yang bikin Harlan bersyukur dan sadar kalo dunia itu ga cuman tentang kita, dunia itu unik banget bang" Dikta membuka pejaman matanya dia melihat senyum tipis Harlan ketika bercerita.

'udah lama banget gua ga gini sama lu lan' batin Dikta. Dan...

Cukup lama ia terjebak macet sebelum handphonenya berbunyi.

****

"Maaf Bu, saya mau minta izin pulang lebih awal, anak saya demam tinggi Bu" ucap asisten salsa penuh sesal.

"Silahkan Bu, tidak masalah" tentunya salsa mempersilahkan, ia kini teringat pada anak anaknya ketika mendengar ucapan asistennya tadi.

Karna asistennya telah pulang, salsa harus mengendari mobilnya sendiri.

langkah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang