"Harlan" panggil pria itu, ia melangkah mendekati harlan.
"Kamu datang lebih awal, tidak masalah saya bisa dahulukan kamu dulu" ucap dokter Salman.
Harlan mengernyit bingung.
"Dimana hasil pemeriksaan kemarin?" Tanya dokter tersebut yang mulai mengarahkan topik pembicaraan mereka."Oh itu, ga ada sama saya dok" sahut Harlan yang semakin membuat pria di hadapannya ikut bingung.
Tapi karna tak ingin ambil pusing dan memperpanjang waktu.
"Ga masalah, mati kita lakukan pemeriksaan lanjutan" ucapnya, Harlan kini kembali bingung.Lalu dia beroh ria didalam hati.
"Baik dok, mari" Harlan mengikuti langkah dokter senior tersebut."Saya udah lama ga liat kamu Harlan, padahal jadwal pemeriksaan ulang kamu sudah lewat lima hari yang lalu. Tapi kamu undur ke hari ini" ucapnya, Harlan terlihat berfikir.
Kapan ia melakukan hal itu.Tapi ia tak mengelak.
"Saya, ga bawa hasil pemeriksaan kemarin dok, ga masalah?"biasanya Saat pemeriksaan lanjutan diperlukan data, dan hasil pemeriksaan lengkap sebelumnya."Nanti bisa saya atur" lalu mereka tertawa sebelum memasuki ruang pemeriksaan.
Tepat sesaat pintu terbuka dan Harlan hendak masuk, telpon Harlan berbunyi.
Ia mengangkat telepon dari Dikta.
"Lan, lu dimana?" Nada panik terdengar dari seberang."Di rumah sakit bang" sahut harlan, ia teringat jika dirinya membuat Dikta khawatir karena tidak berada dirumah.
Lalu helaan nafas lega dari Dikta terdengar.
"Niatnya gua mau jemput lu ke rumah sakit, eh lu nya udah di sana. Tunggu gua jangan kemana mana."Harlan mengiyakan.
Pintu kembali teSalman memanggilnya.
Harlan pun masuk, pemeriksaan dimulai dari cek tensi, dan lainnya.Saat dokter Salman dan dokter Junior menulis data dan berkompromi.
Dikta sudah datang berdiri di belakang dokter dokter itu, dan mengintip.
"Berarti?" Sontak mereka berbalik menatap Dikta yang berwajah datar.
"Saya wali Harlan" Dikta menjawab pertanyaan mereka, yang tak mereka tanyakan.Dokter Salman tentu sudah tau dan mengenal Dikta.
"Setelah ini lanjut MRI, Harlan bersiap ya." Harlan mengangguk, ia sudah sangat paham maksud dokter Salman.
Ia masuk ke ruang ganti, mengganti pakaiannya dengan pakaian khusus.
Setelah memastikan tak ada satupun logam ataupun sejenisnya di badan Harlan keluar."Udah siap lan?" Dikta segera bertanya saat melihat pintu terbuka.
Harlan mengangguk.Perawat mempersilahkan Harlan berbaring di tempat yang tersedia.
"Pak, nanti jangan bergerak-" lalu perawat lainnya menepuk bahu perawat tersebut, dan berbisik.
"Ga usah di jelasin nad, dia lebih tau" lalu dengan patuh perawat berwajah polos itu menjauh dari sana.Perlahan tubuh Harlan di bawa masuk oleh mesin itu ke dalam mesin berbentuk donat, suara bising yang khas membuat Harlan menutup matanya.
Membutuhkan waktu cukup lama, hingga pemeriksaan selesai dan Harlan kembali di keluarkan dari sana.
Dari ruang terpisah, terdapat kaca yang terlihat lansung ke arah mesin MRI. Disana berisi komputer dan alat alat lainnya.
Dokter Salman dan junior nya berdiri disana, melihat hasil MRI di layar.
KAMU SEDANG MEMBACA
langkah
Randomcerita seorang putra yang ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan keluarga yang telah lama tidak menerimanya.