Mendapat telepon dari mamanya, Dikta mengangkat, ia juga melanjutkan perjalanan ketika macet sudah usai."Assalamualaikum ma" ucap Dikta, salam nya lansung disambut oleh tangisan salsa.
"Mama kenapa ma?" Dikta khawatir mendengar tangisan salsa di ujung sana.
"Nak... Tolong ke rumah sakit ayah nak... Mama takut" ucap salsa ia duduk di ranjang UGD setelah di beri infus, perawat menunggu ia tenang.
Di seberang ranjangnya, ia mendengar pemuda yang menolongnya menjelaskan apa yang terjadi pada preman itu.
Dari bagaimana ia melumpuhkan mereka, apa yang harus di lakukan dan apa kemungkinan yang terjadi.
"Jadi seperti itu, kalo yang ini ga masalah, cuma perlu di gips" ucapnya memegang tangan preman yang ia patahkan tadi.
Ternyata pemuda itu sudah sangat paham, tentang bagian mana yang ia patahkan atau yang ia serang.
"Baik mas, terimakasih atas penjelasannya" ucap dokter perempuan berambut pendek, lalu ia tak sengaja melihat darah yang menetes.
"Eh masnya luka" perempuan itu melihat dari mana asal darah itu.
"Oh ini ga papa mbak" ucap pemuda itu melihat telapak tangannya yang ia gunakan untuk mempertahankan dirinya saat hampir di tusuk, saat berusaha melepaskan salsa."Duduk mas biar saya obatin" perempuan itu menariknya keranjang kosong, ia lalu membersihkan luka dan memberi obat sebelum luka itu di tutup.
Pemuda itu memperhatikan berapa lembutnya perempuan itu saat mengurus lukanya. Sampai sampai rasa perih dari luka itu tak ia sadari.
"Mama" seseorang melewati pemuda itu, ia mengenal betul suara dan punggung dari pemuda itu, yang masuk ke dalam tirai di hadapannya.
"Ma, mama ga papa" Dikta tentu sangat cemas melihat salsa di ranjang pesakitan.
Salsa lansung memeluk putra sulungnya, ia menangis tersedu-sedu.
Dikta diam, ia mengelus punggung salsa lembut, membiarkan salsa menangis dan melepas ketakutannya.Tapi tangis salsa seperti tidak hanya tentang kejadian itu, tersirat hal lain dari tangis menyakitkan itu.
"Mas, mari ikut saya ke kantor polisi untuk memberi pernyataan" ucap seorang polisi pada pemuda itu, lalu ia mengangguk.
Sampai di sama pemuda itu memberikan pernyataan dengan jujur, ia juga sangat pasrah jika ia akan dipidana karna telah mencelakai preman tadi.
Di belakangnya Dikta masuk dan di persilahkan duduk oleh polisi yang lain tepat di samping pemuda itu.
"Harlan?" Dikta melihat Harlan di sampingnya sedang di interogasi.
Senyum harlan mengembang, ia masih fokus pada pertanyaan polisi.
Yang bertanya dari awal kejadian.Tanpa takut Harlan menjawab, terlihat tak ada keraguan di mata Harlan, Dikta mendengar dengan seksama sebelum polisi lainnya mengambil perhatian Dikta.
Dikta juga di minta pernyataan sebagai sekeluarga dari korban yaitu salsa.
Setelah semuanya selesai Harlan keluar terlebih dahulu, ia telah memberi alamat dan nomor teleponnya pada polisi, karna di minta.
Harlan keluar dari kantor polisi dan berjalan menuju halte, Dikta hendak mengejar tapi bus telah berjalan dengan Harlan yang telah memejamkan matanya.
Dikta tersadarkan saat teleponnya berbunyi.
"Iya yah, Dikta kesana" mata Dikta masih pada bus yang perlahan menghilang.Salsa yang telah di dampingi Johan, segera dokter senior menghampiri beliau, melakukan pencitraan yang tak terlalu di gubris oleh Johan yang fokus pada istrinya.
"Dari yang rawat kamu siapa sayang?" Tanya Johan lembut ia menggenggam tangan salsa lembut, tidak dengan salsa yang menggenggamnya erat.
"Tadi ada dokter cewe, rambut nya pendek aku ga liat namanya" ucap salsa pelan, rasa takutnya masih belum hilang.
"Tolong panggilkan dokter yang seperti istri saya bilang" ucap Johan pada dokter dokter di hadapannya yang tentu tau siapa dokter tersebut.
Dokter Mega yang melintas tak sengaja melihat kerumunan dokter seangkatannya itu, tapi ia tak peduli, ia hanya menghampiri pasien yang beritahukan perlu pembedahan.
Tak lama dokter yang dimaksud salsa datang, ia terlihat takut dan segan.
"Terima kasih ya, kamu udah merawat istri saya, nama kamu Fitria Az-Zahra" Johan bertema kasih, ia juga membaca name tag perempuan itu yang terlihat malu malu.
"Iya pak" sahutnya gugup, fajar yang disampingnya menyikut, bermaksud memberi peringatan bahwa pria di depannya bukan orang sembarangan.
Johan tersenyum tipis.
"Nanti kamu akan saya naikkan gaji, dan saya beri bonus" ucap Johan, Fitria mengangkat pandangannya, tak percaya akan ucapan Johan."Yang bener pak?" Tanya Fitria.
"Iya bener" sahut Johan membenarkan."Alhamdulillah Makasih banyak pak" Fitria menyalami kedua suami istri di hadapannya.
"Sama sama, semangat kerjanya ya" ucap salsa pada Fitria yang di balas anggukan antusias.
****
"Ga papa udah ada aku" Johan masih memeluk erat salsa di pelukannya, ia terus menenangkan istrinya yang terbangun tengah malam karna mimpi buruk akibat kejadian tadi siang.
Saat ia mengelus punggung sempit istrinya, ia teringat pada sosok yang katanya telah menyelamatkan istrinya, ia juga belum sempat menonton rekaman cctv dan kamera dashboard mobil.
Di sisi lain, Dikta sedang menonton rekaman cctv sekitar dan kamera dashboard yang merekam dengan jelas kejadian itu.
Setelah rekaman berakhir, ia segera menyambar jaketnya dan kunci mobil lalu mengendarai mobilnya ke kediaman adiknya.
Sampai disana ia malah tak mendapatkan Harlan, pintu yang terkunci dan tak ada yang menyahut.
Semakin cemas Dikta telah menelepon berkali kali, tapi tak kunjung ada jawaban.
Lalu ia teringat pada cerita Harlan malam itu.
"Nyak selalu jadi tempat berpulang gua semalam ini bang" mengingat ucapan Harlan ia segera turun dari rumah susun Harlan ia berlari, menuju ujung gang dimana warung nyak Imah berada, yang ternyata warunh telah tutup.
Tapi ia masih berusaha, memanggil nyak Imah lewat pintu samping warung yang terhubung ke rumah nyan Imah.
Tak lama nyak Imah membuka pintu.
"Eh ada temennya Harlan, masuk nak" ucap nyak Imah ramah.
"Numpang nanya buk, ibuk tau ga Harlan lagi dimana, saya telpon dari tadi ga diangkat saya juga udah kerumahnya ga ada orang'' ucap Dikta yang khawatir sangat dapat di pahami oleh nyak Imah."Harlan ada di dalam lagi tidur, tadi pulang sore badannya anget, biasanya kalo sakit dia nginep disini" ucap nyak Imah membuat perasaan Dikta tak jelas, ia lega saat nyak Imah mengatakan adiknya ada disana, tapi ia cemas saat mendengar bahwa adiknya sedang sakit.
Karna melihat Dikta diam nyak Imah menyadarkannya.
"Kamu ada perlu ya sama Harlan? Nginep aja nak, udah larut juga ini" ucap nyak Imah, Dikta tanpa sadar mengiyakan.Lalu nyak Imah membawa Dikta kekamar peninggalan anak nyak Imah dulu.
"Harlan nya tidur dimana Buk" tanya Dikta yang tak melihat keberadaan Harlan." Ohh Harlan, di kamar saya, saya khawatir kalo ninggalin dia sendiri apalagi dia kan lagi sakit" jelas nyak Imah,memberikan selimut untuk Dikta yang ia ambil dari lemari.
Dikta mengangguk paham.
Maka malam itu Dikta pertama kali menginap di rumah yang sama sekali tak dikenalinya. Tapi tak tau kenapa ia merasa kenyamanan di tempat itu."Pantes Harlan ga mau pulang" gimana Dikta memejamkan matanya.
***
Nii double up
KAMU SEDANG MEMBACA
langkah
De Todocerita seorang putra yang ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan keluarga yang telah lama tidak menerimanya.