48

321 74 4
                                    

Dulu, masa dimana Harlan masih bersama keluarga.

    Sebagai anak tengah ia tumbuh menjadi anak periang, namun suka memendam rasanya.

   Harlan selalu merasa bersalah ketika ia berbuat salah, atau bahkan orang lain berbuat salah. Ia akan menyalahkan dirinya sendiri.

   Salsa yang sibuk di dapur mendengar suara gina yang memanggil harlan.

   "Kak, ayo lah bantuin adek, ini gimana" gina menggoyangkan tangan harlan.

  "Iya sabar ya" Harlan berusaha membuat gina menunggu.

   Salsa yang lelah seharian setelah bekerja, ia dengan perasaan marah mendatangi anak anaknya itu.

  "Harlan, kamu ga denger ya adek kamu minta di bantuin, apa salahnya sih di bantu adeknya." Harlan mendongak dengan mata sayunya.

"Iya ma, ini kakak lagi bantu" dengan suara lembutnya Harlan menyahut, perasaan marah salsa pun berangsur angsur hilang.

   Ia melihat Harlan bangun dari baringannya di sofa dengan tubuh yang terlihat lemas.
 
   "Kakak maaf ya" ucap gina dengan mata bulatnya, Harlan terkekeh dan mencubit pipi gembul gina.

   "Ga papa ih, ayo belajar. Adek ga bisanya yang mana" Harlan dengan mudah mengganti topik.

   Salsa menghela nafas dan kembali kedapur.

    Harlan beberapa kali memejamkan matanya yang terasa perih.

  "Kakak, kakak sakit ya?" Gina terlihat cemas, ia Bagun dari duduknya dan mengecek suhu tubuh harlan dengan cara menempelkan punggung tangan kecilnya di dahi Harlan.

   Harlan mengambil tangan kecil itu dan menggenggamnya lembut, ia menatap mata gina, wajah polos adiknya selalu dapat menenangkan hati Harlan, sekaligus membuatnya tertawa.

   "Kakak ga papa, adek lanjut belajar yuk. Abis makan kita bobo" Harlan menarik meja lipat beserta buku gina ke depannya.

   Gina masih berdiri di hadapan Harlan, Harlan mengangguk dengan ekspresi meyakinkan gina.

   "Kakak adek, makan dulu yuk. Mama udah masak" panggil salsa yang berdiri tak jauh dari mereka.

   Harlan menoleh pelan dan mengangguk.

   Genggaman tangan mereka di bawa ke meja makan.

    Tidak lama, Johan dan Dikta datang, dan mengambil posisi masing masing.

    Yang biasanya Harlan selalu cerewet dan membangun suasana menyenangkan kini ia hanya diam, ia menatap piring kosong sedari tadi.

   "Sini piringnya kak, mau lauk apa?" Tanya salsa, si tengah mendongak, matanya nyaris tak terbuka.

   Wajah pucat dan keringat basah terlihat jelas.

   "Kamu kenapa kak?" Salsa segera meletakkan piring dan berjalan ke arah Harlan.

  Johan, Dikta, dan gina, ikut menyaksikan.

   "Panas, kenapa ga bilang sih kak. Makan dulu, nanti mama kasi obat" omel salsa, Harlan hanya mengangguk.

    "Ayah bilang juga apa, kegiatan non akademik itu ga usah berlebihan" ucap Johan, Harlan tak bereaksi ia hanya menunduk menahan pening.

   Setelah menelan 3 suap nasi beserta lauk, karna mulutnya yang terasa pahit, Harlan meminta obat pada salsa, setelah menunggu salsa selesai makan malam.

    "Lansung istirahat kak" pesan salsa, Harlan dengan patuh menurut, tubuhnya pun sudah sangat letih.

   Sesampainya di kamar ia melepas pakaiannya, terlihat memar dan luka luka yang masih segar di sekujur tubuh harlan.

langkah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang