Sesudah pembubaran, Harlan menunggu anak anak dijemput semua oleh orang tuanya.
Saat semuanya sudah pulang, Harlan pun pulang, ia berjalan menuju halte bus duduk disana menunggu bus datang.
Lalu ia memejamkan matanya, rasa lelah dan letih terasa di sekujur tubuhnya.
Suara klakson mobil terdengar Harlan tidak membuka pejaman matanya.
"Lan" panggil seseorang yang suaranya sangat Harlan kenal.
"Gua anterin lu pulang" ucap yang tak bertanya apa apa lagi, ia juga tak ingin di tanya.
Harlan tak membantahnya, malah ia bersyukur, takut ia akan tumbang dalam waktu dekat.
Di dalam mobil Harlan kembali memejamkan matanya.
"Lan, lu ga papa?" Dikta melihat Harlan yang memejam, wajah Harlan yang terkesan pucat.
"Insyaallah ga papa" sahut Harlan tanpa membuka pejaman nya.
Jawaban Harlan tidak cukup memuaskan menurut Dikta.
Sampai di depan gang rumah susun Harlan segera turun.
"Makasih bang" ucapnya lalu menutup pintu."Dia kira gua nganterin dia doang?" Monolog Dikta lalu keluar dari mobil mengekori Harlan.
Tepat di depan warung nyak Imah berteriak.
"Woi anak Lanang kasep gua" Harlan segera menghampiri dengan wajah sumringah."Assalamualaikum nyak ku yang cantik bak putri salju" ucap Harlan dramatis.
"Alay ah lu" sahut nyak Imah.
"Giliran Harlan dikatain" Harlan berpura pura ngambek."Ya Allah bujang gua" nyak Imah mencubit kedua pipi Harlan.
"Gua tau lu belum makan, duduk Sono biar gua siapin" nyak Imah mendorong punggung lebar Harlan ke arah pos ronda agar lebih leluasa.
"Tungguin, awas kalo lu pulang" ancam nyak Imah, memberi ancaman akan menggorok leher Harlan, dengan gerakan tangannya.
Harlan melihat ngeri ke arah nyak Imah.
Lalu ia melihat ke arah lain, di sana ada Dikta yang berdiri sedari tadi menunggu Harlan.
"Sini bang" Harlan memanggil Abangnya.
Dikta duduk sedikit ragu ragu.Tak ada pembicaraan beberapa saat sebelum Dikta mengatakan sesuatu.
"Lan, gua minta maaf" ucapnya pelan Harlan menatapnya menunggu lanjutannya."Maaf gua udah salah selama ini sama lu, salah gua juga ga bisa mahamin perasaan lu" Dikta menunduk lesu.
"Ga papa bang, seharusnya Harlan yang minta maaf udah ngelunjak, padahal Abang udah mau bantu Harlan tapi, Harlan malah ga tau diri" Dikta menoleh pada Harlan yang menatapnya.
"Tapi Itu memang udah kewajiban Abang sebagai Abang lu lan, lu ka usah sungkan." Ucap Dikta kembali.
"Eh ada temennya Harlan, mau makan ga nak? Biar nyak bawa" tanya nyak Imah membawa sepiring nasi dan lauk juga segelas air untuk Harlan.
"Ga usah buk" sahut Dikta dengan kaku.
"Jangan malu malu, noh liat si Harlan ga malu'' Harlan melirik nyak Imah yang tertawa.Dikta pun ikut tersenyum.
"Yaudah kalo gitu di lanjutin aja dulu" nyak Imah berlalu. Dikta melihat Harlan yang makan dengan lahap."Lu ga pernah lupa minum obat kan?" Tanya Dikta, Harlan meminum air sebelum menjawab.
"Enggak" ia kembali menyendok makanan ke dalam mulut.
Dikta mengangguk, ia melihat sekeliling.
"Udah berapa lama lu disini?" Tanya Dikta, dapat ia lihat lingkungan yang jauh berbeda dari lingkungan hidupnya selama ini."Kurang lebih 5 tahun" sahut Harlan, ia masih menyendokkan nasi dengan lauk ke dalam mulut.
"Lu betah banget disini sampe ga mau pulang, gua jadi penasaran" Harlan berhenti menyendok, ia terdiam sesaat, lalu kembali makan tanpa menjawab.
"Gina kangen banget sama lu lan, hampir tiap malam dia nangisin lu, selama ini dia kesepian banget lan, mana dia cuma punya gua yang ga tau maunya dia gimana" Dikta tak menoleh ia terus bercerita.
"Adek sering banget cerita tentang lu ke gua, sampe ketiduran, cuman gua yang tau tentang gina yang sekangen itu sama lu, karna dia takut sama ayah, dia juga ga Berani ngomong sama mama" Harlan terdiam, tentu ia paham tentang apa yang terjadi, karna ia juga seperti itu, ia selalu teringat sang adik perempuannya yang selama ini ia jaga sampai...
"Gua udah ga tau mau bilang apa ke dia, dia selalu minta gua bawa pulang lu selama ini, tapi gua... Belum bisa lan" Dikta mengirup nafas panjang.
"Bang udah sholat magrib? Yuk bareng si mushola" seolah tak mendengar cerita Dikta, Harlan mengajaknya sholat.
Dikta tak bisa menolak.Setelah sholat di mushola, Dikta tentu melihat kebiasaan Harlan, yaitu berdoa dengan khusyuk.
Mereka keluar bersama ingin sekali Dikta bercerita lagi tapi seseorang meneleponnya.
"Assalamualaikum ma" ucap Dikta, Harlan tak menoleh ia menahan diri untuk tidak peduli.
"Waalaikumsalam nak, kamu dimana? Masih sibuk?" Tanya salsa Dikta melirik ke arah Harlan yang berjalan lebih dulu.
"Di jalan ma, Abang ga sibuk kok" sahutnya.
"Pulang ya bang, jangan lama mama tungguin" ucap salsa dengan lembut khas seorang ibu."Iya ma, assalamualaikum" Dikta mematikan telepon saat melihat Harlan yang semakin jauh.
"Lan tunggu" Dikta mengejar Harlan.
"Balik aja bang dah malem" ucap Harlan yang tentu saja tau, ia tidak bodoh.Dikta tak menjawab, saat melihat Harlan yang naik tangga menuju ke sebuah pintu yang sangat Dikta kenali.
Melihat Harlan yang masuk ia lansung pergi dari sana, pulang ke rumah sesuai dengan ucapan mamanya, kali ini ia pulang dengan senyum dan hati yang tenang karna menurutnya ia sudah berdamai dengan sang adik.
"Assalamualaikum" Dikta membuka pintu rumahnya yang menjulang tinggi.
"Waalaikumsalam, sini bang" sahut salsa yang Dikta tau dari dapur.
"Dari tadi mama tungguin, kamu belum makan kan? Ini mama ada sesuatu" ujar salsa dia mengambil mangkok yang berisi bakwan malang.
"Tadaa" serunya meletakkan mangkok itu di hadapan Dikta.
"Loh bakwan malang, enak banget ini" Dikta membaca doa dan melahap bakwan malang itu, salsa duduk di sebelah putranya."Gimana enak kan?" Tanyanya di balas jempol oleh Dikta.
"Mama buat?" Dikta tentu ingin tau."Engga lah mama mana bisa, itu pemberian orang tua dari karyawannya ayah kamu di kantor" jelas salsa pada Dikta yang di balas anggukan.
'dulu Harlan sering beli bakwan malang' batin Dikta yang teringat masa kecilnya dulu
"Gina mana ma?" Tak butuh waktu lama, bakwan malang itu habis.
"Dikamar bang katanya sih lagi ngerjain tugas" sahut salsa menyodorkan segelas air putih untuk Dikta.
"Makasih ma, Dikta ke atas dulu ya ma, mama istirahat udah malam" tentunya salsa mengiyakan.
Di depan kamar gina Harlan mengetuk pintu.
"Dek" panggil nya pelan.
Gina buru buru mengusap air matanya, dan melihat dirinya di cermin. Lalu menetralkan suaranya yang tadinya serak."Aih, keliatan banget" ucapnya lalu membuka pintu.
"Dek- loh adek kenapa" Dikta membuka pintu lebih luas membuat gina hampir terhuyung."Ini ni tugasnya susah" ia menunjuk ke arah macbook yang di perhatikan oleh Dikta.
"Mau Abang bantu?" Tanya Dikta, ia tentu tak tega melihat adiknya yang mengerjakan tugas sampai menangis.
"Ga usah ah, adek ga mau" ia mendorong Dikta yang duduk di tempatnya ingin mengerjakan tugas miliknya.
"Loh kenapa, biar Abang bantu" ucap Dikta lagi, gina menggeleng.
"Abang istirahat aja gih sana,pasti capek adek bisa sendiri" gina mendorong punggung lebar Dikta keluar.
****
Nih yang minta double up, aku kasi triple up hahahha.
![](https://img.wattpad.com/cover/358968207-288-k407767.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
langkah
RandomMemperbaiki hubungan yang telah lama memudah, berusaha agar kembali berwarna seperti sedia kala.